14. Kacau

2.3K 567 70
                                    

Cahaya silau menerpa, ketika mataku bergerak terbuka. Kukerutkan kening, berusaha untuk menyesuaikan pandangan. Hal pertama yang tertangkap netra adalah lampu di langit-langit, tepat di atas kepalaku. Mengedip pelan, aku beralih menatap ke arah lain. Pada tirai di sebelah kanan dan depan, nakas, dan sebuah jaket hitam yang tersampir di atas kursi plastik. Jaket yang sangat kukenali.

Bau obat yang menyeruak, juga selang infus melingkari lengan kiri, membuatku paham di mana aku berada sekarang. Sekuat tenaga aku berusaha duduk dan bersandar di kepala ranjang, meski harus diiringi erangan pelan karena kepala terasa berdenyut dan seperti dicengkeram. Lalu ketika kesadaranku pulih, ingatan akan kejadian yang baru kualami terngiang-ngiang kembali di pikiran. Hal terakhir yang kulihat sebelum disergap oleh kegelapan, adalah sosok Yonggi yang berlari mendekat.

Serta merta dadaku berdentum. Keringat dingin mulai menjalari telapak tangan. Melihat jaket di atas kursi itu, kepanikanku bertambah. Itu bukan mimpi atau ilusi. Yonggi benar-benar datang. Dia yang tadi mendobrak pintu. Bagaimana—mataku membulat. Sosok yang muncul setelah tirai terbuka, membuat tanganku makin gemetar. Aku tidak ingin takut, tapi rasa itu sulit kuhilangkan.

"Li."

Namaku dipanggil memang dengan nada datar seperti biasa, tapi raut wajahnya menunjukkan hal lain. Rahangnya mengeras. Kedua alisnya menukik turun. Dan ... matanya memerah. Dia sering marah, tapi matanya tidak sampai merah seperti itu. Dia pasti sangat emosi kali ini.

"Li."

"Y-yonggi ... a-aku–"

"Kenapa lakuin itu?"

"Aku ... a-aku ... mereka, Yonggi, mereka yang duluan." Kuremas selimut kuat-kuat sementara ketakutan makin menjadi-jadi. "Aku nggak ... aku nggak bikin mas–"

"Li,"

"A-ku nggak bikin masalah. Mereka yang nyerang aku. Aku nggak tahu. Aku nggak ngerti, Yonggi. Aku nggak bikin masalah. Aku–"

"Lili."

Aku bergerak mundur ketika dia melangkah mendekat. Kugelengkan kepala, bermaksud untuk menegaskan ucapanku. "Aku nggak bantah, Yonggi. Aku nurut. Tadi ... tadi itu aku tabrakan sama orang. Tadi itu ... dia tumpahin kopi di jaket. Aku bersihinnya di toilet tapi mereka datang. Aku nggak ganggu. Aku nggak bikin masalah sama mereka. Aku nggak bantah–"

"Liliana!"

Refleks kupeluk lutut erat-erat. Yonggi yang kini memegang pundakku terlihat sangat menakutkan. Mata merah dan tangan terkepalnya membuatku benar-benar kehilangan nyali. Kepalaku sampai pusing memikirkan apa yang akan dia lakukan. Apakah kata-kata menusuk akan kuterima lagi? Atau sekarang ... justru dia akan menyakiti fisikku?

"Li." Aku menahan napas saat dia meraih dan menggerakkan wajahku agar menghadapnya. Wajahnya terlihat begitu serius. "Aku tanya, kenapa lakuin itu? Kenapa kamu lakuin hal kayak gitu?"

Aku menggeleng panik, menepis tangannya. Tidak punya kesempatan mundur lagi karena sudah mentok di kepala ranjang, aku hanya bisa membenamkan wajah di atas lutut untuk menghindar.

"Lili, aku ngomong sama kamu."

"Maaf." Aku tidak bisa menahan tangis lebih lama. "Ma-af. Aku salah. Aku yang salah. Maaf."

"Tami!"

Aku mendengar suara Doni, tapi badanku terlalu gemetar untuk bergerak. Bahkan kini aku hanya bisa terisak.

"Lo ngapain, Tom? Lo apain Lili, berengsek!"

"Gue–"

"Lo ngomong apa sama dia? Kenapa Lili sampai begini? Astaga, Li, lo denger gue? Ini Doni, Li. Lo denger? Lili denger Doni, kan?"

Aku menepis keras tangan siapa pun yang mencoba memegang bahuku. Aku takut sekali hingga rasanya tak sanggup menahan.

"LO APAIN LILI, HAH?!"

"G-gue ... cuma nanya–"

Bugh!

Suara pukulan barusan membuatku tersedu. Tapi aku terlalu takut bahkan hanya untuk mengangkat wajah.

"Otak lo di mana, berengsek? Isi pikiran lo itu apa sampai nanyain hal yang jelas-jelas ... sial! Puas kan lo sekarang? Puas lo bikin dia kayak gini, hah? Atau masih kurang? Lo masih mau bikin dia kayak gimana lagi, bajingan?!"

Telingaku berdenging lagi. Suara pukulan bertubi-tubi masuk ke pendengaranku bersamaan dengan umpatan Doni. Disusul suara-suara lain yang tak kukenali. Semua suara itu bercampur dan menciptakan kekacauan di dalam telinga. Aku merasa tidak kuat.

***

Pdf masih diskon 50% ya dari 45k jadi 23k. Periode diskon tinggal 2 hari lagi. Thank you ♡

Direpost 08 Februari 2023

To Reveal It (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang