Setelah meletakkan barang-barang bawaan di kamar asramanya, Rerum memilih keluar dari kamarnya dan berkeliling untuk menghapal seluruh sudut sekolah barunya itu. The Academy Of Alexandria, akademi terbaik kedua di Pearlth setelah akademinya sendiri di Atlanta. Keduanya selalu bersaing untuk mendapatkan gelar terbaik. Hanya penduduk tengah kota yang dapat masuk ke kedua akademi ternama ini. Sangat sulit bagi warga pinggiran kota untuk masuk ke akademi terhebat ini. Jika ada mungkin hanya hitungan jari saja.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Rerum untuk mengecek situasi lingkungannya agar membuart dirinya lebih baik beradaptasi di tepmapt barunya. Keluar dari ruangan kamar asrama, Rerum mendapati sebuah lorong super besar dengan tiang-tiang penyangga berdiamter tebal dan terlihat dengan arsitektur yang sangat megah. Dia mendapati lorong itu khusus untuk para pelajar di akademi ini. Selesai dengan lorong Rerum melihat lapangan yang sangat hijau dan luas. Disana terdapat orang-orang yang sedang memainkan permainan olah-raga. Rerum melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa tim permainan olahraga Alexandria memanglah terbaik. Dibuktikannya dengan kemenangannya di kejuaraan kemarin. Rerum akan membuat dirinya sehebat mereka yang ia lihat. Di sudut lain ada sebuah gedung yang sangat unik bentuknya. Tipe bangunan surealistis. Hampir delapan puluh persen material bangunannya adalah kaca. Rerum dapat melihatnya buku-buku itu yang sangat menggiurkan Rerum. Ia segera membawa tubuhnya masuk ke gedung perpustakaan itu.
Setelah sensor melakukan scan terhadap pupil hitam Rerum, pintu kaca megah itu terbuka otomatis. Kini rerum telah resmi terdaftar sebagai siswa Akademi Alexandria. Begitu masuk jelaga hitam miliknya langsung menelanjangi setiap sudut yang matanya bisa raih. Pemuda ini berjalan menelusuri lorong demi lorong. Buku demi buku. Sampai akhirnya dia melihat sebuah presensi yang sedang membaca lekat menatap sebuah buku. Rerum mendekati pemuda itu. Pemuda itu sedang membaca sebuah buku tua yang usang. Sekali lihatpun akan langsung tahu itu milik perpustakaan ini. Rerum tidak bisa melihat judulnya yan tertutup tangan pemduda itu. Tapi ia tahu buku itu berinisial OP.
“Ekhm. Perkenalkan saya Rerum. Saya adalah siswa pindahan dari Atlanta.”
Pemuda itu menyingkirkan buku tuanya dari wajahnya. Kini Rerum dapat melihat wajah orang di depannya. Dia tidak terlihat seperti warga Alexandria. Warga Alexandria memiliki warna kulit kehijauan. Sedangkan kulit pemuda ini keunguan. Itu artinya dia adalah bangsa Nord di tenggara. Kenapa ia bisa sampai kesini menjadi misteri bagi Rerum. Pasalnya warga Nord ada di daratan sebrang. Sulit sekali bagi bangsa Nord untuk bersekolah di tempat ini. Pemuda itu tidak menjawab sepatah katapun. Dia hanya menatap tanpa arti lalu pergi meninggalkan Rerum.
***
Setiap pagi sebelum memulai pelajaran melakukan pembelajaran IPOGR (Input Program Of Genuss Rules) yang mana merupakan sebuah kurikulum di universal di Alexandria. Lectan selalu menyempatkan diri untuk pergi ke gedung perpustakaan Loure dulu. Lectan sangat suka membaca buku disana. Hampir semua buku yang ada di Loure telah dibacanya. Terkadang Lectan malah meminjam buku dari pasar kota untuk dibacanya di sudut persembunyiannya di Loure. Buku yang pemuda ini baca snangatlah banyak mulai dari fiksi hingga ilmiah. Sampai klasik hingga modern. Lectan hari ini membawa sebuah buku yang sudah satu bulan penuh ia baca namun ia belum juga puas dan menyelesaikannya. Lectan menemukan sebuah buku yang sangat menyedot perhatiannya. Sebuah buku tanpa penulis.
Buku itu usang dengan sampul kertas yang telah menguning. Ketika dipegang akan memberikan sensasi gatal dan berdebu. Tulisannya terbuat dari tinta hitamyang sangat bagus oleh karenanya itu tidak luntur termakan waktu. Di sampul depan hanya terdapat sebuah tulisan berbunyi Journal Of Pearlth. Lalu kemudian Sinenomine sebagai orang yang menyusun buku misterius tersebut. Di dalam buku tersebut Lectan menemukan banyak sekali kalimat-kalimat aneh yang tidak bisa ia mengerti bahkan setelah ia membacanya berulang kali. Pemuda bertubuh kecil itu kemudian membawanya ke Loure dan meengamati setiap detail kata yang diucapkan untuk berusaha memahaminya.
Dalam buku tersebut menceritakan sebuah kisah yang sangat menarik. Terdengar sangat nyata di imajinasi liar Lectan. Buku itu membongkar rahasia Peralth dan Genuss. Dalam buku itu banyak sekali informasi yang tidak diberikan Genuss melalui IPOGR nya. Setiap tulisannya begitu nyata namun jua begitu abstrak di waktu yan bersamaan. Buku itu membuat Lectan tenggelam dalam setiap untaian katanya sampai-sampai bingung manakah yang nyata. Apakah dia yang sedang membaca buku itu ataukah kebenaran yang dikatakan oleh buku tua nan usang itu. Lamunan Lectan terbuyarkan oleh seorang anak laki-laki yang menyapanya.
“Ekhm. Perkenalkan saya Rerum. Saya adalah siswa pindahan dari Atlanta.”
Lectan mengalihkan pupilnya kepada pemuda di depannya. Lectan merasa sangat terganggu dengan kehadiran pemuda yang sok kenal itu. Orang di depannya ini terlihat seperti bukan warga Alexandria. Mata dan rambutnya hitam dan kulitnya kebiruan. Warga Alexandria memiliki warna kulit kehijauan dan pigmen mata yang lebih sedikit oleh karenanya menjadi biru. Brangkali dia adalah siswa program student exchange yang sangat dibanggakan itu. Itu artinya orang di depannya adalah ancaman bagi Lectan.
Lectan berasal dari Nord sebuah kota yang berada di tenggara Atlanta. Lectan adalah satu-satunya orang berkebangsaan Nord yang dapat menjadi siswa di Alexandria akadaemi. Pemuda ini mendapatkannya bukan tanpa usaha. Dia melakukan banyak hal yang tidak akan mampu dilakukan orang lain sesusianya. Jika anak yang berada di bawah standar umur akan dibuang ke Rod dan Yort maka seorang anak yang dapat melebihi standar mendapatkan sebuah hak istimewa untuk masuk ke kota besar Atlanta dan Alexandria. Dan disinilah Lectan berada sekarang.
Lectan tidak dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Sejak kecil ia bertahan hidup sendirian kesana kemari untuk menyambung hidup. Lectan tidak memiliki teman. Dia tenggelam dalam kesendiriannya dan menjadikannya sebagai sahabat dirinya sendiri. Namun hanya dengan cara di tempa dan dipanaskanlah sebatang besi dapat dibentuk agar memiliki fungsi yang baik sekaligus bentuk yang indah. Lectan terbiasa menghadapi dan mengatasi segalanya sendirian. Kesendirian adalah kekuatannya. Kesendirian memberikannya ketenangan. Ketenangan memberikan kejernihan pikiran. Lectan telah berdamai dengan takdirnya sendiri. dia mampu berbuat tanpa memikirkan hasilnya. Dia bagaikan sebuah senjata mematikan namun sekaligus menjadi tuannya.
Lectan berniat pergi dan melangkahkan kakinya begitu saja namun suara bass itu sekali lagi menginterupsinya.
“Aku tidak pernah melihat buku yang seperti itu. darimana kamu mendapatkannya? Maukah kamu mengantarku kesana?”
“Apa untungnya buatku?”
“Aku bisa membantumu menerjemahkan buku itu.”
Perkataan pria Atlanta ini sangat mengejutkan Lectan. Aneh bagi Lectan karena dia bersikap seakan buku ini mudah. Memang apa yang dia ketahui?
“Apa maksudmu?
“Aku berbakat. Aku bisa membantumu menerjamahkan buku itu.”
“Bagaimana aku bisa mempercayainya?”
“Kemampuan abstraksi dan daya memoriku yang besar memungkinkanku melakukan itu.”
“Itu terdengar masuk akal.”
“Baiklah, hari minggu malam temui aku di depan Loure dan kita menyusup keluar asrama.”
“Tak masalah.”
Obrolan singkat antara kedua pemuda itu akan menjadi sebuah awal dari revolusi yang sangat besar di seluruh penjuru Pearlth.
![](https://img.wattpad.com/cover/260002962-288-k131242.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pearlth Planet. [End]
FantasiSebuah novel fantasi filsafat. Mencoba mensimulasikan dunia yang buta.