Bab 36. Stay Beside Me

17 5 0
                                    


Happy reading

~

Pertama, berjalanlah di depanku, aku akan menjagamu bahkan saat kamu baik-baik saja.
Kedua, tetaplah di sisiku, jangan pergi.
Lalu di depanku atau di sampingku? Intinya, jangan menjauh dariku.

***

NADIA menatap Alvan yang baru saja bergabung dengan dirinya dan beberapa anak lain yang sudah berdiri didepan tiang bendera.

Cowok itu sedang mengatur napasnya, Nadia tahu pasti dia sehabis berlari mengelilingi lapangan seperti yang ia lakukan beberapa menit lalu. Entah hanya kebetulan atau memang nasib buruk, hari ini siswa yang terlambat didominasi oleh kelas dua belas. Jelas saja hal ini memicu kemarahan Bu Rofi selaku Waka kesiswaan, Pak David selaku Waka kurikulum, dan Bu Sani selaku guru BK.

Nadia menggigit bibirnya takut. Baru kali ini ia terlambat sampai semenyeramkan ini. Teruntuk siswa kelas dua belas disuruh berdiri didepan tiang bendera setelah sebelumnya mengelilingi lapangan sebanyak tiga putaran. Bagaimana tidak dihukum habis-habisan kalau sudah kelas dua belas tapi masih terlambat. Apalagi jika disangkutpautkan dengan ujian nasional. Melakukan hal apa saja selalu serba salah didepan guru. Mereka dituntut untuk sempurna dalam segala hal. Disamping melatih diri sendiri –kata dewan guru– juga bisa memberikan contoh kepada adik-adik kelas. Salah satunya terlambat bersama ini, harapan untuk tidur saat jam pelajaran di kelas harus terhempaskan. Atau harapan untuk mengobrol dan bermain ponsel nampaknya kandas.

"Kenapa bisa bareng-bareng gini?" bisik Alvan.

"Nggak tau," jawab Nadia. Sebisa mungkin dia menahan agar bibirnya tidak kentara sedang berbicara.

"Lo kenapa terlambat?"

"Mama lagi nggak enak badan, jadi gue yang selesaiin pekerjaan rumah."

"Kelas dua belas. Sudah terlambat dan dihukum, masih ada yang ngobrol. Sadar atau tidak kalau kalian ini sedang DIHUKUM!"

Bentakan itu sontak membuat Nadia terkejut bukan main, apalagi Pak David sengaja menekankan kata terakhir pada kalimatnya.
Nadia langsung kicep. Tidak berani bersuara lagi. Gadis itu mencengkeram rok bagian sampingnya kuat-kuat. Dadanya bergemuruh, menahan takut dan deg-degan yang sangat. Kepalanya menunduk dalam tidak berani menatap ke depan sama sekali.

Alvan yang berdiri disamping Nadia melirik gadis itu lalu mendekat secara perlahan. Seolah memberikan kekuatan dan ketenangan agar Nadia tidak ketakutan. Pak David menjauh, memantau siswa lain yang sedang berlari mengelilingi lapangan. Sekarang Bu Rofi yang berdiri di depan.

"Kalian itu kenapa kok terlambatnya bisa berjamaah gini, hm?" tanya Bu Rofi diselingi senyuman. Mereka tahu itu bukan senyuman tulus.

"Alvan kenapa? Ah, nggak heran kalau kamu yang terlambat. Tapi, kadang kamu bisa berangkat lebih awal, hari ini kenapa telat?"

"Kesiangan, Bu," jawab Alvan singkat.

"Nadia, kamu kenapa tumben terlambat?" Bu Rofi bertanya urut.

"Mama sakit Bu, jadi saya yang menyelesaikan pekerjaan rumah. Bangunnya juga kurang pagi." Nadia tahu, seharusnya dia bisa bangun lebih awal lagi.

Love Is You [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang