Chapter 11: The Right Place

3.3K 380 24
                                    


Sudah menjadi takdir, semua anak Adam diciptakan memiliki ambisi tanpa batas kepuasan. Suatu kehendak tak terkendali akan rasa ingin memiliki. Sekuat apapun menahan keinginan, dorongan itu akan selalu ada. Terlebih jika itu menyangkut soal cinta... dan nafsu.

Namun bagaimana jika hasrat itu muncul di waktu dan tempat yang tak semestinya. Datang tiba tiba tanpa peringatan, dan langsung menyerang sisi terlemah manusia. Itulah yang Pawat alami sekarang. Serangan mendadak yang membuat dirinya hampir tak bisa bernafas melihat apa yang ada didepannya.

Hujan deras masih mengguyur kota malam ini. Semakin deras sejak kedatangan mereka di kondo Nanon sejam yang lalu. Keduanya basah kuyup lantaran berlari menerjang hujan dari parkiran menuju lobby. 

Dan Pawat baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri, saat matanya melihat sosok manis terbaring diatas ranjang. Nanon dengan rambutnya yang masih basah sehabis keramas, terlihat begitu indah mengenakan kaos oversize dan celana pendek yang mengekspos kaki jenjangnya yang mulus. Tanpa sadar Pawat menelan ludah,

"Eh Paw, udah mandinya? sini buru, ada film bagus baru mulai." ajak Nanon sembari menggeser tubuhnya memberi ruang untuk Pawat berbaring di sampingnya. Mulutnya tak berhenti mengunyah chips kentang yang sedari tadi tak lepas dari tangannya.

"Jangan nyamil mulu Non, udah waktunya makan malam. Gofoodnya udah dateng belon?" tanya Pawat sambil merebut kantong chips dari tangan Nanon.

Nanon mendengus kesal melihat snack kesukaannya diambil darinya. "Udah.. tuh gua taruh di meja makan." 

Dengan segera Pawat menuju dapur mengambil alat makan untuk dibawa ke kamar. Dia tau jika Nanon lebih memilih makan di ruang tidurnya dari pada di meja makan.

Bagi Pawat, kamar itu sekarang bagai ruang siksaan. Bagaimana tidak, sebuah ranjang ditambah dengan keberadaan seorang Nanon bukanlah suatu kombinasi yang bagus untuk Pawat saat ini. Entah berapa kali dia harus menahan diri agar pikirannya tidak meliar. 

Ada sesuatu yang berusaha dia redam, sesuatu yang akan disesalinya jika itu terlepas keluar. Beruntung Pawat sudah terlatih bertahun tahun, walau terkadang suka lepas kendali tanpa sengaja. Dan malam ini adalah malam terberat baginya. Siksaan itu begitu nyata, begitu dekat, namun terlarang. Bagai sebuah apel di nirwana yang menggoda Adam untuk memakannya.

Hhh, it's gonna be a long night...

---

"Aaahhh, kenyaangg!" 

Nanon merebahkan punggungnya ke sandaran kasur. Pawat hanya tersenyum melihat kelakuan sahabatnya yang menggemaskan itu.

"Yakin kenyang? es krimnya belon dimakan lho." 

"Ampuuun Paaw... ga kuaatt! Seharian lo maksa gua makan terus." erang Nanon sambil menepuk nepuk perutnya yang menggembul.

"Gua? maksa elo? ga salaahh??" mata yang lebih tua terbeliak terkejut, "Lo sendiri yang ga bisa brenti ngunyah  ya..." lanjut Pawat sambil mencubit gemas pipi Nanon.

"Ih, salah sendiri.... Kan lo yang bilang hari ini suka suka gua mau ngapain. Nah gua sukanya jajan. wlee..!!" 

"Jajan aja dibanyakin, giliran makan suka telat." desah Pawat sambil meraih hapenya dari nakas samping ranjang. Matanya mulai mengecek notif pesan yang masuk, dan membalasnya satu persatu. Dia tak menyadari jika ada sepasang mata yang memperhatikannya.

JUST FRIENDS?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang