"Hei, aku punya pertanyaan. Percaya kebetulan atau takdir?"
Kala itu, seusai membaca buku "Sunrise For Shaila" karya Erie Khassandra terlintas di pikiranku untuk menanyakan perihal ini kepadamu. Katakanlah aku penasaran, sebab aku suka menunggu jawaban anehmu. Bagaimana tidak? Kamu selalu sama, Misteriusku.
"Percaya. Tapi lebih ke takdir," jawabmu atas pertanyaanku. Singkat, padat dan jelas. Sebenarnya aku belum puas, karena aku ingin terus bertanya kepadamu dan selalu antusias menunggu jawaban darimu.
"Kalau gitu, enggak percaya kebetulan, nih? Pernah ngalamin kebetulan dan itu tiga kali berturut-turut. Pernah?" Ini adalah pertanyaan keduaku, kupastikan akan ada lagi untukmu.
"Jawabannya sama kayak di atas. Pernah, sering malah. Fiersa Besari bilang kebetulan adalah takdir yang menyamar. Tapi menurut gue nih, ya, kebetulan juga serangkaian dari takdir."
Oke, fiks! Aku sudah menduga hal ini dan aku setuju dengan jawabanmu. Ah, aku bangga sekali, karena aku sudah membaca buku Kak Erie kali, yah?
"Kebetulan, keharusan dan ditakdirkan."
Seperti di buku yang telah aku baca pada bab ketiga belas halaman dua ratus. Setelah itu kamu tidak lagi menjawab, entah obrolanku yang kurang tepat atau salah, ya, caraku untuk memikat?
Seperti katamu, kebetulan yang menyamar. Lalu tiba-tiba menjadi sebuah keharusan takdir. Namun, aku dan kamu tidak lebih dari kebetulan yang mampir.
Kita, kebetulan yang disengaja. Ya, aku memang sengaja melakukan itu agar mengetahui jawaban dari sudut pandangmu, hanya itu.
Semoga saja begitu. Eh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilau Kalbu [On Going]
Novela Juvenil[Senandikaku Tentangmu ➝ Pilau Kalbu] Kala berlayar dengan perahu, banyak hal yang ingin aku ceritakan perihalmu. Seraya menikmati alam dan memeluk kenangan, ingat baik-baik sebelum endingnya ..., tidak, tidak secepat itu. Tunggu dulu. Baiklah, rasa...