"Dijebak. Maksud lo?" Lexxa mengerutkan dahi menatap Gevan penuh tanya, sementara Lunna mendesah samar di tempatnya.
"I—itu kamera bukan sih." Gevan menunjuk ke arah lampu yang tidak behenti mengedip pada sudut ruangan.
"Huh, Lun jadi kamera yang gak bisa lo sadap ada diruangan ini?" ucap Lexxa menatap Lunna yang terdiam seolah berpikir bagaiamana hal itu bisa terjadi.
"Gue ngiranya CCTV-nya ada di luar ruagan ini, tapi ahhh—" ujar Lunna terjeda. Sebab, Lexxa lebih dulu membekap bibir Lunna dengan telapak tangan. Gadis itu memandang arah jendela kaca ruangan di mana kisi-kisi cahaya lampu sendiri sedang mengarah ke ruang kantor.
"Jangan berisik! Kayaknya Pak Satpam ke sini deh, nanti dia denger," ucapnya sembari melepas bekapan tangan. Lunna mengangguk mengerti sambil mengusap belakang kepalanya.
"Oke guys, kita mending keluar aja, gue takut nanti Pak Satpam tau kalo kita di sini. Pak Satpam kan gesit banget jalannya." Ucapan Gevan sontak mendapat anggukan dari keduanya.
Namun saat ingin Lunna sudah lebih dulu naik pada plafon, Gevan menepuk bahu Lexxa yang ingin meraih uluran tangan Lunna. "Em, gak bisa lewat pintu aja gitu?" Gevan berkata demikian sambil terkekeh aneh, jelas bayangan akan laba-laba yang merayap di balok-balok plafon membuat keadaan Gevan seolah dihadapkan dengan hukuman gantung. Padahal hanya perihal laba-laba.
Lunna merotasikan bola mata malas, sedikit mendengus kesal, lantas berkata, "Kalau lo mau pipanya pecah yah terobos aja. Lexxa, naik." Sambil mengapai tangan Lexxa.
Jujur Gevan benci situasi semacam ini, namun pada akhirnya ia tetap berkutat dengan serangga berkali delapan itu. Dan terus aaja menggerutu sepanjang jalan.
Saat Lexxa dan Lunna berhasil turun dari palfon, Gevan merasa ada sesuatu yang berjalan di kepalanya. Lalu bergerak turun ke hidung. "Aaaaaaaaaa!!!!!" Gevan berteriak saat pandangan matanya terfokus pada seekor laba-laba hitam yang hinggap di hidungnya.
Membuat Lexxa dan Lunna ikut membulatkan mata panik, kedua gadis itu lantas menyeret Gevan menjauh dari ruang kantor. Lunna tak henti-hentinya menyumpahi Gevan sementara Lexxa terkekeh renyah melihat itu. "Ishh! Lo berisik banget sih! Lagian itu laba-laba kecil, astaga." Kesal Lunna membuat Gevan meringis.
Bukan apa Gevan phobia laba-laba sebab sewaktu duduk di bangku sekolah menengah, seekor laba-laba mengigit betisnya sampai ia harus dilarikan ke UDG. Pengalaman yang buruk.
"Gak tau, lebay banget gedean juga upil lo asli." Ucapan Lexxa lantas membuat air muka Gevan berkerut kesal.
"Lo berdua enak! Lah Gue yang phobia, mau gimana lagi," celetuknya dengan memasang wajah nelangsa dan ternista oleh kedua sahabatnya.
"Yaudah! Daripada ribut mending kita cepet keluar dari sini!" Lexxa menyeru dengan tatapan mengawasi sekitar takut-takut jika Pak Satpam akan muncul tiba-tiba.
Lexxa lantas melangkah lebih dulu diikuti oleh Gevan dan Lunna. Mereka bertiga melambat saat melewati koridor yang tepat mengarah ke ruangan sebelumnya. Saat hendak mendaki pagar pembatas ketiganya dikejutkan oleh derap langkah kaki yang semakin mendekat disertai siulan.
Dengan sigap Lunna menarik Lexxa dan Gevan menjauh dari pagar pembatas dan bersembunyi ke tempat yang miskin penerangan. Namun, saat Lunna mengisyaratkan pada Lexxa untuk berdiri dibelakang besi berduri menggores betis Lexxa, gadis itu sempat meringis namun tidak disadari oleh keduanya sahabatnya.
"Huft, perasaan tadi denger ada yang teriak. Tapi kok, enggak ada apa-apa ya. Ah mungkin perasaan aja," tutur Pak Satpam bemonolog lantas kembali berkeliling.
KAMU SEDANG MEMBACA
READY OR NOT [END]
AksiyonAda yang pernah berkata bahwa seseorang tidak pernah benar-benar berkubang dalam mangkuk berisikan kejahatan. Karena pada keadaan apapun manusia tetaplah manusia, dan mereka mempunyai perasaan belas kasih. Jika pun kejahatan seolah mengrangkul seseo...