"Ini akan segera berakhir." ujar James lalu menyerang menggunakan katana miliknya. Satu telah kalah dengan luka tebasan di tubuh bagian depan sementara dua yang lainnya segera menembak namun semua tembakan tersebut berhasil ditangkis oleh James.
"Heh serangan seperti ini tidak ada apa-apanya!" seru James lalu perlahan maju untuk membereskan dua orang sisanya.
"Sial!" penjahat berbadan besar dengan kulit hitam mengumpat dan makin menembak dengan membabi buta.
"Ini aku kembalikan." James menghindar dengan menggeser tubuhnya ke kiri lalu membalik katananya sehingga peluru tersebut mengenai punggung katananya. Ia langsung saja memberi dorongan pada peluru tersebut. Bak seorang batter profesional ia pun membalikkan peluru tersebut seperti cara memukul bola baseball dengan tongkat pemukul sehingga peluru itu berbalik mengenai bagian kening pria berkulit hitam.
"Tinggal kau ya~"
"S-sialan kau!!" berbanding terbalik dengan ucapannya pria gundul yang tersisa malah melarikan diri dari James.
James yang melihat itu menyeringai puas. Ia menendang troli yang biasa digunakan untuk membawa makanan pasien kearah penjahat yang tersisa. Pria itu pada akhirnya membentur dinding yang rapuh sehingga tertimpa reruntuhan.
"Selesai~" menyarungkan pedangnya kembali, James pun menyusul teman-temannya yang lain.
"Ini menyenangkan sekali~"
.
Louis mencoba menggerakkan tubuhnya namun terasa sulit. Ia bangun di sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan itu sepertinya ruang pasien dan kini Louis dalam keadaan terikat dan mulutnya dibekap berbaring di lantai yang mungkin sengaja dibersihkan mengingat ruangan lain tidak sebersih ini. Tapi walaupun bersih masih banyak pecahan kaca dan benda-benda lainnya berserakan di beberapa sudut ruangan.
"Sudah bangun honey?"
Louis membelalakkan matanya. Ia hanya bisa menggeliat karena tangan dan kakinya terikat sementara mulutnya dibekap. Kini Enders berdiri dan mendekat kearahnya dengan sebuah pisau lipat yang pemuda itu bawa.
"Mhmmm hmmm.."
"Aku tidak bisa mendengarmu sayang."
Louis ketakutan sekarang ketika Enders mengarahkan pisau itu ke leher lalu kebawah sampai dada. Enders menyeringai sebelum merobek pakaian yang dikenakan Louis.
Air mata Louis perlahan mengalir, ia ketakutan. Enders merobek pakaian bagian atasnya dan memainkan pisau tersebut di permukaan kulit Louis walaupun belum ada goresan sama sekali di tubuh putih pemuda tersebut. Bagaimana kalau Enders membunuhnya karena dendam?
"Hei kenapa menangis hm? Aku tidak akan menyakitimu." Enders menghapus air mata Louis dengan ibu jarinya lalu menjilat air mata tersebut.
"Apa yang kau inginkan hm? Ah aku buka saja ya ini." ujar Enders lalu membuka lakban yang membekap mulut Louis.
"Enders lepaskan aku." mohon Louis. Kini ia sendiri disini dan Enders yang berkuasa. Melawan pun percuma karena kini posisi tangan dan kakinya terikat.
"Maaf tapi aku bukan tipe orang yang bisa melepaskan mangsaku begitu saja." Enders mendekatkan bibirnya ke telinga Louis sebelum menjilat daun telinga pemuda tersebut.
"Setidaknya biarkan aku bersenang-senang juga sialan." ujar Milverton yang kini menyilangkan tangan di dada seraya menatap malas Enders yang tengah menikmati kegiatannya menggerayangi tubuh Louis.
"Nanti saja kau akan mendapatkannya."
Braakkk
Tepat setelah mengatakan itu, kini di depan pintu telah berdiri William dengan nafasnya yang memburu. Dari sekian banyak ruangan saat mereka berpencar untuk mencari, William lah yang pada akhirnya menemukan mereka terlebih dulu.