"Kau yakin?"
Sen mendengus kecil, ia memutar bola mata malas sebelum pandangannya terjatuh pada Polar yang saat ini duduk disebelahnya.
"Kau sudah mengatakannya tadi, Polar. Perlu kuberitahu berapa kali kau mengatakan itu sampai barusan?"
Polar tak menjawab, dia mengalihkan pandangan dari netra si gadis yang kali ini tampak tajam. Lebih memilih memperhatikan lintasan dalam ruang-waktu yang bergerak lebih cepat daripada cahaya. Walau sesungguhnya tak ada yang bisa dilihat dalam lintasan datar itu kecuali garis-garis putih dan beberapa persen elemen gelap yang melaju cepat seakan menelan mereka.
Sen tahu jika Polar menanyakan itu bukan tanpa alasan. Empat puluh delapan jam yang lalu, tepatnya saat mereka baru saja keluar dari lintasan Awan Oort, mereka menerima sinyal panggilan yang sangat familiar. Tak ada pesan, tapi mereka langsung tahu arti dari sinyal itu. Kemari dan temui aku. Jadi setelah menerimanya, Sen memutuskan untuk langsung menuju lokasi tempat bintang induknya berada. Karena hal ini pula, Polar terus menerus menanyakan keputusan yang Sen buat untuk kesana.
Ya, Polaris memanggil Sen, sang keturunan keseratus-nya. Sudah sekian waktu berlalu sejak Polaris memanggilnya terakhir kali. Mungkin sekitar dua ratus tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Entahlah, tapi Sen bukan pribadi yang menganggap pertemuan antara bintang induk dengan keturunannya itu suatu hal yang penting. Jadi dia tak perlu repot-repot mengingatnya atau bahkan sampai menghitungnya.
Karena hal ini pula, Sen memutuskan untuk menjadikan Ursa Minor sebagai konstelasi pertama yang akan ia kunjungi. Konstelasi induk, tempat bintang induknya berada. Wujud konstelasi yang sebenarnya adalah sebuah tubuh yang jiwanya berasal dari bintang-bintang pembentuknya. Dalam kasus ini, bisa dikatakan jika seluruh bintang di dalam konstelasi itu berbagi jiwa. Wujud dari tubuh konstelasi tak bisa ditemui secara nyata. Tubuh yang berbagi jiwa itulah yang mengatur keteraturan konstelasi secara sempurna. Sebuah entitas kuat yang bisa dikatakan memiliki seperdelapan dari kekuatan kuasar tiap-tiap galaksi yang ada.
Sen sendiri, selama sembilan ratus tahun hidupnya, pernah bertemu dengan satu wujud tubuh konstelasi yang saat itu dengan baik hati menampungnya setelah ia mengalami kecelakaan pada misi antar gugus terbuka. Konstelasi Draco, konstelasi yang saat itu menolongnya. Sama seperti namanya, wujudnya adalah sebuah tubuh naga yang besar. Tubuhnya bersemayam pada bintang paling terang disana, Eltanin, atau lebih dikenal dengan Gamma Draconis.
Sen merasa berterimakasih, dan berjanji akan membalas jasa dengan jasa pula. Namun, setelah pertemuan pertama dan terkahir mereka, Konstelasi Draco bahkan tak pernah memanggilnya untuk menagih janjinya. Mungkin setelah urusannya dengan Polaris dan Ursa Minor selesai, dia akan mampir ke sana terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalannya ke Cygnus.
"Kita akan sampai dalam satu jam nona."
Sen menoleh kearah pelayannya yang memegang kemudi. Lalu mengalihkan pandang ke monitor yang menampilkan perhitungan jarak dan waktu tempuh mereka sekarang. Diagramnya tak menunjukkan sesuatu yang berbahaya. Cukup membuat Sen merasa tenang dengan keadaan. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, melirik Polar yang sekarang tampak memejamkan mata. Lalu mendengus pelan setelahnya.
"Jangan terburu-buru Lux, kau bisa mengeluarkan kita dari pusaran ini dan berjalan dengan kecepatan normal ke tujuan."
"Tapi nona-"
"Lakukan. Apa kau sedang menentang perintahku sekarang?"
"Tidak, nona." Lux menstabilkan laju kapal angkasa mereka dan perlahan mengatur koordinat untuk keluar dari pusaran ruang teleportasi. "Akan saya lakukan."
Perlahan kapal angkasa mereka keluar dari pusaran ruang teleportasi, kembali menampilkan pemandangan ruang angkasa yang kali ini sangat berwarna. Sen mengerjap, dilihat dari warnanya, ia tahu dimana posisi mereka sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
le centième | Lee Jeno
Hayran Kurgu[ featuring Jeno of NCT DREAM ] • [ 𝐰𝐞 𝐰𝐢𝐥𝐥 𝐞𝐱𝐩𝐥𝐨𝐫𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐮𝐧𝐢𝐯𝐞𝐫𝐬𝐞, 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐭𝐰𝐨 𝐬𝐨𝐮𝐥𝐬 𝐛𝐨𝐮𝐧𝐝 𝐭𝐨 𝐤𝐢𝐥𝐥 𝐞𝐚𝐜𝐡 𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 ] Polaris berpesan, "jangan mempermalukan ku, karena kalian membawa namaku" Maka perang...