Jendral segera bergegas keluar kelas begitu Pak Satria mengakhiri perkuliahan. Di belakangnya, Winata sudah berlari menyusul Jendral dengan tangan yang menyeret Rasya. Beberapa kali Rasya meninju lengan Winata dengan buku modulnya yang tebal, meminta agar Winata melepaskan cengkramannya.
"WINATA LEPASIN, GUE MAU KE SANGGAR!"
"Diem deh lo, gue cuma mau minta penjelasan kalian."
"Gusti nu agung, penjelasan apa lagi?" tanya Rasya frustasi.
"Semua tentang lo sama Jendral!"
"GUE GAK ADA APA-APA SAMA JENDRAL, KITA SEMUA ITU TEMEN, WINATA COKROAMINOTO!"
Kesabaran Rasya benar-benar habis. Semua mata yang ada di depan gedung fakultas mengarah kepada keduanya. Terkecuali Jendral yang sudah ngibrit duluan lari ke sekretariat himpunan.
Rasya melepaskan cengkraman tangan Winata. Meninggalkan bekas kemerahan akibat kekuatan tangan Winata. Rasya langsung menatap Winata dengan tajam , sedangkan Winata hanya cengengesan menghadapi tatapan Rasya.
"Winata, lo bener-bener ya nguji kesabaran gue, abis ini gue langsung laporin lo ke BPM kampus atas dasar kekerasan terhadap perempuan," kata Rasya meledak-ledak, tak peduli dengan orang yang tengah menatap sembari membicarakan dirinya.
"Liat deh si Rasya so banget mau ngelaporin cucu Rektor ke BPM."
"Biarin lah, dia lagi cari umpan buat mati kali."
"Pencitraan biar dapet atensi tinggi."
"Halah, lagi acting itu, gak usah percaya."
Mata Rasya menatap nyalang kepada setiap orang yang tengah membicarakannya. Membuat nyali mereka menciut, membubarkan diri. Di tempatnya, Winata bersiap untuk melarikan diri sebelum terkena amukan Rasya lagi.
Akan tetapi, baru saja Winata melangkah, Winata sudah digelandang Rasya. Winata membuka suara, "Lo mau bawa gue kemana sih Ca?"
"Sekre, gue mau ngunciin lo disana biar lo gak ganggu gue lagi," sahut Rasya berapi-api.
Winata geleng-geleng kecil, "Kebangetan banget lo anjir sama gue."
Rasya memang paling tidak kuat menghadapi tingkah Winata. Salah satu caranya ya ini, membawa Winata ke sekretariat himpunan biar disana dia bisa disiksa dengan kerjaan yang menumpuk di himpunan. Mari kita berkenalan dengan pemilik nama Winata Cokroaminoto, cowok paling absurd, cucu Rektor, dan juga paling polos. Saking polosnya, mulut Winata sering cuplas-ceplos.
"Eh tapi Ca, lo beneran suka sama Jendral kan?"
Serius, Rasya ingin melempar Winata ke Saturnus.
***
Tempat Jendral menghindar dari hiruk pikuk dunia kampus dimana lagi kalau bukan sekretariat himpunan. Tempatnya untuk bersembunyi dari pahitnya dunia luar dan memilih untuk menyibukkan diri dengan tumpukan proker. Alasan paling tepat Jendral masuk ke himpunan agar dunianya tidak ikut menyepi. Setidaknya jika dunia menganggap dia beban, maka dia harus mampu unjuk diri.
Beruntung, sekretariat himpunan masih sepi. Tidak ada orang lain selain dirinya sendiri di dalam ruangan ini. Jendral bersandar pada tumpukan bantal, membuka laptop, mulai mengerjakan laporan kegiatan minggu kemarin dari departemen kominfo. Jendral menenggelamkan diri dalam menyelesaikan laporan. Masih tersisa 1 jam lagi untuk jadwal mata kuliah kedua, Jendral tidak ingin menghabiskan waktunya yang berharga itu untuk hal yang lain.
Jendral selalu punya prinsip, ketika di kampus dia harus tetap berprilaku layaknya mahasiswa seperti belajar dan berorganisasi. Dia paling tidak suka melewatkan berbagai kesempatan yang hadir tanpa diminta itu. Jendral selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, meskipun dia sendiri terkadang bingung untuk siapa dia bekerja keras seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah
FanfictionJendral namanya. Menjadi kuat bukan slogannya. Jendral hanya laki-laki biasa penikmat kopi susu, rokok dan bahu Jalan Dago di penghujung malam sampai bertemu dengan pagi. Jendral selalu merasa tak ada tempat untuknya bisa pulang. Jendral selalu bera...