Chapter 5

326 48 6
                                    

Plan membuka matanya dan mendapati sosok lelaki tinggi tegap tengah merapikan dasinya dan kemudian mengancingkan kemeja pada bagian tangannya bergantian. Plan membelalakkan matanya dan mengucek matanya, memastikan bahwa lelaki itu bukanlah sekadar mimpi.

"Kau sudah bangun!" ujar Mean sambil mendekati Plan.

"Aku ada kelas pagi ini. Nanti pukul sepuluh aku kembali. Kau ada kelas pukul setengah sebelas, bukan? Aku sudah belikam sarapan. Makan sarapannya!" ujar Mean dan ia mencium kening dan bibir Plan dengan cepat lalu mengambil tasnya dan keluar dari kamarnya.

Plan hanya tertegun seperti patung di ranjangnya. Ia antara sadar dan tidak dan ia masih diam mengatur dirinya agar lebih tenang. Mean kembali pukul sepuluh tepat. Plan baru saja keluar dormitori dan hendak berjalan keluar.

"Masuklah! Kuantar kau ke kelas," ujar Mean lagi sambil membuka pintu mobilnya. Plma semakin bingung. Tapi, ia tak banyak bicara, ia masuk ke dalam mobil Mean dengan  wajah yang bingung. Pikiran dan hatinya bertanya-tanya. Ada apa dengan Mean Phiravich.

Mobil Mean tiba tepat di depan fakultas tempat Plan belajar. Plan membuka sabuk pengamanan dan berterima kasih kepada Mean seraya keluar sari mobil. Ia baru saja akan berjalan di jalan kecil menuju pintu utama saat Mean menarik lengannya dan mencium bibirnya.

Kejadian itu membuat orang di sekeliling mereka kaget dan menbuat kehebohan. Siapa sangka sang Pangeran Es yang tampan dan karismatik itu sudah menjatuhkan pilihan. Plan saja melotot. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali dan tertegun pada posisinya karena masih shocked.

"Ada apa dengan kalian? Belum pernah lihat orang ciuman? Tak pernah cium pacar kalian. Bubar!" bentak Mean kesal.

"Aku akan menjemputmu," ujar Mean sambil mengecup kening Plan sekali lagi. Plan masih dalam posisinya, seperti orang super bego yang hanya bisa mematung saat Mean melakukan pelecehan seksual kepadanya. Ah! Tapi Plan juga bahagia. Buktinya hatinya berlari terlalu cepat melebihi kapasitas normalnya.

Tapi, Mean juga tak pernah bilang apa-apa kepadanya? Ini prank? Taruhan? Keisengan? Kejahilan? Apa ini? Kenapa Pangeran Es itu mendadak manis dan lembut kepadanya?

"Astagaa!" lirih Plan sambil mencoba menenangkan hatinya yang masih juga tak tenang.

Ia baru sadar  sepenuhnya saat Sammy dan Love menepuk bahunya dan menatapnya dengan penuh pertanyaan.

"Jangan tanyakan apapun! Aku juga bingung!" sahut Plan dan ia membalikan tubuhnya memasuki fakultas.

Mean tersenyum. Ia berjalan mejauhi Plan sambil memegang bibirnya dengan penuh kemenangan. Lalu, ia memasuki mobil dan melajukan mobilnya menuju fakultasnya.

***
Plak! Satu tamparan di belakang kepala Mean berhasil dilancarkan oleh sang kakak. Mean berteriak keras. Ia tengah asyik membaca di kamarnya menghadap danau saat tetiba Fah muncul di belakangnya dan melancarkan serangan.

"Phi, kau ini kenapa?" Mean kesal.

"Apa ini? Kau tak sedang mencoba melakukan keisengan, bukan? Kau serius dengannya, bukan?" Fah menunjukkan video kejadian tadi pagi di kampus. Rupanya kejadian cium kening dan pipi menjadu viral di media kampus dan Fah juga sudah tahu.

"Aku benar-benar menyukainya. Dia tak punya pacar jadi aku mau jadian dengannya," ujar Mean dengan nada agak takut.

"Astagaa! Phiravich! Kau ini lelaki, bukan? Kau main sosor anak orang tapi belum bilang apa-apa. Bilanf dulu yang jelas, pastikan dulu hubungan kalian, sesudah itu, baru kalian melakukan ini. Kau tahu kalau melakukan seperti ini, kau akan dianggap melakukan pelecehan seksual kepadanya. Memalukan!" bentak Fah kesal.

Mean diam sejenak.

"Aku sedang berusaha mencari momen untuk bilang, Phi! Jangan begitu. Aku ingin pernyataanku diterima olehnya," ujar Mean.

"Bukan begini caranya. Bodoh sekali!" ujar Fah lagi masih dengan nada kesal.

"Ini! Kuberikan kau satu kesempatan. Awas kalau kau menyiakannya," ujar Fah.

"Apa ini, Phi?" tanya Mean lagi.

"Itu kunci gudang persediaan makanan. Plan bilang ingin merapikannya besok malam. Ia bekerja sendirian. Kau bantu dia dan jangan menyiakannya. Awas kalau kau membuang kesempatan yang kuberikan. Kubogem kau!" Fah mengeplak kepala Mean sekali lagi.

Tak lama ia keluar dan setelah beberapa saat kemudian ia kembalu dengan sebuah kotak kondom dan memberikannya kepada Mean.

"Dia belum pernah melakukannya. Dia masih perawan. Tapi, jangan buat dia hamil juga. Masa depannya masih panjang. Kau paham?" sahut Fah dengan nada mengancam. Mean melotot dan meneguk ludah. Kakaknya terlalu cerdas untuk ia kalahkan.

***
"O, kau sudah selesai?" Mean kaget saat ia sampai di gudang persediaan makanan punya klub memasak, Plan tengah mengunci pintunya.

Plan menoleh dengan wajah kaget. Meamh tak perlu mempertanyakan dari mana Mean tahu keberadaan dirinya, tapi ia tetap saja tak menyangka Mean akan menjemputnya juga.

"Kenapa ke sini? Ini sudah malam?" Plan melihat ke arah jam tangan di tangannya.

"Jam delapan," sahut Mean.

"Maksudku, tidak ada kuliah, bukan?" sahut Plan lagi.

"Tidak ada. Aku ke sini untuk membantumu. Kau sudah makan malam?" tanya Mean lagi.

"Aku baru akan makan," sahut Plan.

"Kalau begitu, ayo pergi ke restoran," ujar Mean sambil menarik lengan Plan.

"Maafkan aku! Uhm, tapi, ..., uhm,!" Plan melepaskan tangan Mean darinya.

"Ada apa?" Mean menoleh dengan wajah yang kaget. Ia tak menyangka Plan akan menepiskan genggamannya.

"Aku sudah punya rencana untuk makan malam hari ini," sahut Plan sambil menundukkan kepalanya.

"Mau ke mana?" tanya Mean.

"Itu, ... Festival malam di dekat pusat kota," sahut Plan lagi.

"O, okay. Kita pergi ke sana," sahut Mean.

"Tapi, makanannya, ehm, mungkin, ... tak sesuai dengan lidahmu," sahut Plan lagi.

"Kalau makannya di sampingmu, kurasa aku akan baik-baik saja," sahut Mean sambil tersenyum.

Plan membelalakkan mata. Ia menunduk malu dan kemudian berjalan mendahului Mean menuju mobilnya dan tak bilang apa-apa lagi. Mean tersenyum dan ia berjalan mengikutinya. Mereka menaiki mobil. Tak lama kemudian, mobil meluncur menuju tempat yang Plan sebutkan.

Bersambung








ALWAYS AND FOREVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang