"Aku ingin meminta maaf atas sikapku selama ini!" sahut Mean dengan lembut. Ia menatap Plan seraya tersenyum. Plan kaget dan ia mengernyitkan alisnya, bingung karena Mean tetiba minta maaf dan berbicara tentang sikapnya pula.
Mereka tengah duduk di bangku taman bersebelahan dan di depan mereka adalah kolam kecil yang biasa digunakan anak-anak untuk melayarkan perahu.
"Aku tak mengerti. Kau tak bersalah apapun kepadaku. Kenapa meminta maaf?" tanya Plan sambil melihat ke arah Mean.
"Aku berlaku seenaknya kepadamu. Kau pasti bingung. Menyentuhmu tanpa izin dan aku, seenaknya bilang di depan semuanya kau milikku dan pacarku, padahal aku tak tahu kau menyukaiku atau tidak. Tindakanku bisa digolongkan pelecehan seksual dan kau bisa saja melaporkan aku kepada polisi," jelas Mean kepada Plan.
"Ah, itu maksudnya!" sahut Plan lagi. Ia kemudian tersenyum.
"Oke, aku memaafkanmu," sahut Plan sambil tersenyum.
"Sebenarnya, aku juga bingung dengan sikapmu. Mengapa tiba-tiba seperti itu kepadaku? Aku berburuk sangka kepadamu? Mungkin kau iseng? Jahil? Bertaruh dengan seseorang? Uhm,... seperti itu," ujar Plan.
"Tidak. Semuanya tidak benar. Aku melakukannya karena aku jatuh cinta kepadamu," sahut Mean lagi menatap Plan dalam. Plan terhenyak. Ia memalingkan wajahnya, merasa sangat malu karena cintanya bersambut.
"Plan!" lirih Mean.
"Hmmm?" Plan melihat ke arah Mean lagi.
"Maukah kau jadi pacarku?" tanya Mean sambil menatap Plan lembut.
Plan diam. Ia juga menatap Mean. Lalu, tak lama kemudian wajahnya mendekati wajah Mean dan ia mengecup bibir Mean pelan.Giliran Mean yang tersentak kaget. Dia menatap Plan yang tersenyum kepadanya. Mean meneguk ludah dan ia kemudian mendekatkan wajahnya juga dan menggamit bibir Plan pelan. Plan meresponsnya dan mereka berciuman agak lama sambil memejamkan mata mereka.
"Mmmmmph," desah keduanya dan mereka kemudian membuka matanya. Sejak malam itu mereka resmi menjalin hubungan. Sudah hampir dua bulan berjalan dan mereka menikmati kebersamaan mereka.
Malam itu Mean berulang tahun. Ada yang berbeda. Dua hari sebelum ulang tahun dirayakan secara besar-besaran oleh keluarganya, Msan membawa Plan ke rumah danau, vila keluarganya yang dibangun di atas sebuah danau properti kepunyaan Phiravich juga.
Mean ingin merayakannya secara pribadi dengan sang kekasih yang imut itu sekaligus menjadi momen untuk mereka berdua juga. Plan sadar yang dimaksud dengan kata 'momen' itu. Meskipun mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, mereka belum pernah melakukannya. Plan sungguh belum siap dan ia takut sebab sejujurnya ia tak punya pengalaman untuk itu.
Mean sabar menunggunya, tapi saat Mean bilang bahwa ia ingin bersama dengan Plan, menghabiskan waktu di rumah danau selama dua hari, Plan langsung mengerti maksudnya. Dan ia mengiyakannya.
Setibanya di rumah danau, mereka tidak langsung melakukannya. Mean benar-benar ingin membuat Plan merasakan kenyamanan dan kebahagiaan dari pengalaman pertamanya dan Mean sudah mempelajarinya dengan sangat baik.
Semuanya berjalan lancar, kecuali rintihan kesakitan sejenak saat naga Mean menyeruak masuk perlahan dan kemudian secara sekaligus setelah berada pada posisi tertentu. Namun, hanya sebentar. Setelahnya, lenguhan Plan yang awalnya adalah rasa sakit menjadi rasa nikmat yang terdengar lebih nyaman di telinga Mean.
"Selamat ulang tahun," bisik Plan sambil tersenyum dan menatap Mean yang memeluknya dengan erat.
"Ini hadiah terbaik untukku. Terima kasih!" lirih Mean dan kemudian mencium kening Plan.