Hutan Hujan

11 4 0
                                    

Setelah kepergianmu, rumahku menjadi gelap. Daun-daun gugur berserakan, rumput dan ilalang memanjang, jalan setapak menghilang. Seketika pepohonan tinggi tumbuh menutup semua ruang-ruang cahaya. Rumah yang dulu kau kenal dengan sebutan tempat paling hangat, kini berevolusi menjadi hutan hujan di malam hari yang pengap. Tidak ada yang bisa kuhirup selain kekecewaan. Penuh sesak dengan penyesalan-penyesalan, penuh dengan ingatan tentang perpisahan. Jendela tempat kita bercengkrama dan bercerita apa saja kini jadi rimbun, tertutup lebatnya lumut-lumut hijau. Terkunci, dan tak ada yang membukanya lagi.

Ketika kau duduk di teras, kau akan merasakan betapa rumah ini tidak semenyenangkan dulu, bahkan sekedar untuk duduk dan bercanda. Kau ingat, bintang-bintang yang pernah kita hitung semalaman? Kini tak bisa kau lihat lagi. Langit yang penuh cahaya itu, kini penuh dengan awan kelabu. Sesekali terlihat petir menyala, di sela-sela ranting pohon. Suaranya menggelegar, memekakkan telinga. Sinar bulan yang menggambarkan bayanganmu, kini sempurna hilang bersama ragamu. Ia persis sepertimu, tak pernah kembali.

Sekarang rumah ini begitu sesak. Paru-paruku bekerja lebih keras. Tidak ada lagi yang menyegarkan hari-hariku. Jantungku berdebar lebih cepat, bukan hanya karena merindukanmu, tapi menyadari bahwa satu mimpi paling indahku kini tak akan pernah hadir kembali. Satu-satunya mimpi yang tak pernah kuceritakan padamu. Bahkan saat kau tanya, hanya senyum yang kuberi. Dan kini, aku menyesalinya. Hampir tidak ada mimpi lagi di rumah ini. 

Tempat yang dulu kita jadikan rumah kini berubah menjadi hutan hujan di malam hari. Gulita tanpa senyummu, dingin tanpa tawamu, sunyi tanpa hadirmu.

SomniareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang