14. would've could've should've didn't

1.1K 147 16
                                    

LISA POV

'Cklek'

Aku baru saja menutup connecting door kami setelah gagal membujuk Jennie unnie untuk menghabiskan malam nanti bersama-sama. Dinner bersama Rosie, katanya?

"Sejak kapan?"

Aku terperanjat kaget ketika tiba-tiba mendengar suara dari arah balkon. Disana berdiri Chaeyoung, kedua tangannya bersedekap dan tubuhnya disandarkan pada pagar balkon. Ia menatapku dengan pandangan yang gelap.

Aku memandanginya saja. Ada tensi yang tinggi diantara tatapan kami berdua. Sejujurnya aku sangat kesal padanya. Bukankah beberapa hari yang lalu ia yang bersikeras untuk mengakhiri hubungannya dengan Jennie unnie? Lalu apa sekarang? Suka, katanya? Kencan, bahkan rencana dinner romantis?

Aku berjalan menghampirinya masih dengan tatapan yang tajam. "Dinner, huh? Kau benar-benar tidak punya---"

"Jangan mengalihkan pertanyaanku, Lalisa" potongnya tak kalah sengit.

"Mwo?"

"Sejak kapan, huh? Lalu kau... dapat surat Jisoo unnie darimana?" pertanyaannya menjadi lirih. Setelah mendekat kearahnya aku dapat melihat kedua manik matanya yang memerah dan sembab.

Tiba-tiba aku merasa kesusahan menjawab pertanyaannya. Ya, aku tahu inilah saatnya aku menghadapi semua perbuatan lancangku. Tapi membayangkan kebencian yang akan kudapatkan dari sahabatku membuatku sangat sedih.

"Aish, jawablah Lalisa!" Teriaknya kesal dengan suara yang bergetar.

"Sepulang... konser di Thailand. A-aku menemukannya di laci kamarmu"

"WHAT??" Ia membelalakkan mata sembabnya itu. "Holy shtt, That was like... 3 months ago. What the fuxk Lisa!"

Aku agak terkejut mendengarnya mengumpat. Oke, Chaeyoung benar-benar marah padaku kali ini. "Y-yeah. Aku sungguh menyesalinya, Chaeyoung-ah. Aku benar-benar tidak tahu apa yang merasukiku saat itu. Ku-kupikir... aku dapat menyelamatkan hati Jennie unnie, dengan menyembunyikan surat itu darimu." Alasanku terdengar sangat bodoh. Ya, namun itulah adanya.

Chaeyoung menatapku tak percaya. Kemudian ia mendongakkan kepalanya, kedua tangannya kini berada di pinggangnya. "Aku benar-benar tidak paham dengan jalan pikiranmu, Lalisa. You're so unbelievable. Gaaaaah, i can't-"

Aku terdiam.

"Tidak sadarkah kau dengan apa yang telah kau perbuat ini manoban? Kau ingin menghancurkanku, eoh? Tiga bulan. Tiga bulan, sialan. Tidakkah kau egois menghalangiku untuk berbahagia juga, huh?"

Ya, aku kejam. Maafkan aku, Chaeyoung-ah.

"Kau membuatku menjauhi kebahagiaanku, memaksaku bersama dengan orang yang kau sukai, hanya untuk kemudian kau ingatkan bahwa aku tak boleh melewati batas."

"C-Chaeyoung-ah, aku sama sekali tidak bermaksud begitu."

"Lalu apa? Kau tidak ingin melukai Jen unnie? Bukankah kau melukai kita semua saat ini, manoban?!"

"Ya, aku tahu! Maka dari itu aku ingin memperbaikinya, Chaeyoung-ah" jawabku.

Ia menatapku dalam, dengan amarah yang terpancar dari matanya. "Aku bahkan sudah tidak tahu dengan apa yang kurasakan saat ini. Bagaimana kau akan memperbaikinya, eoh?"

"A-aku akan... aku--"

"I need fresh air" katanya sembari menyambar coat miliknya di sandaran sofa dan pergi menghilang setelah menutup pintu dengan sedikit keras. Aku tidak mengejarnya karena sudah hafal dengan tingkah lakunya. Lebih baik membiarkan emosinya stabil baru kami dapat menyelesaikan permasalahan ini.

CONFESSION(S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang