Besok malam adalah acara pembukaan Festival Kampung Duren tahun ini. Selesai jumatan, tidak ada yang pulang ke rumah, semuanya tetap duduk di atas sajadah masing-masing.
Selesai memanjatkan doa, Daeyeol maju mengambil alih tempat Taeil. Ia duduk menghadap para warganya.
"Bapak-bapak dan adik-adik sekalian, perlu diketahui kalau besok malam adalah acara pembukaan FKD tahun ini. Setelah ini tolong kerjasamanya untuk menghias kampung. Sesuai hasil rapat Rabu kemarin, bapak-bapak sudah saya bagi menjadi dua tim. Tim pertama untuk bersih-bersih kampung, tim kedua pasang tenda stan di lapangan. Untuk Duren Muda apa sudah dibagi timnya?"
"Alhamdulillah udah," Jungwoo bersuara, "tadi pagi udah saya bagi jadi dua tim juga. Satu tim buat pasang lampu-lampu dan hiasan, terus satu tim lagi fokus di gapura. Apa perlu nambah tim lagi, Om?"
"Udah, udah cukup. Tugas kalian sama seperti tahun lalu ya. Meskipun Pak Johnny, Pak Ten, sama Pak Josh nggak bisa ikut bantu karena masih di kantor, usahakan nanti Ashar sudah selesai jadi bapak dan adik-adik sekalian bisa mempersiapkan stan masing-masing selesai Ashar. Kalau belum selesai, bisa kita lanjut besok lagi. Ya sudah sekarang pulang ganti baju dan langsung menuju bagian masing-masing."
Beberapa menit kemudian, Kampung Duren mulai ramai. Mereka mulai mengerjakan bagian masing-masing. Untung saja anak-anak kecil sudah ditangani oleh Jeonghan, mereka semua tidur pulas di rumah duda berambut sebahu itu.
Semuanya tidak keberatan kalau Jeonghan tidak ikut membantu persiapan FKD. Karena tugas yang ia emban juga tidak kalah berat.
Menjaga 13 anak manusia yang umurnya antara 2-4 tahun dengan sifat berbeda-beda. Kesabaran Jeonghan perlu diacungi 64 jempol—jempol tangan dan kaki 16 duda yang lain.
Tim lapangan
"Ada yang bawa pacul?" Yuta berkacak pinggang menatap bapak-bapak yang lain.
"Buat apa, Pak?" Tanya Kun.
"Buat ngelubangin tanahnya. Bekas lubang tahun lalu udah ilang."
Seungcheol terkekeh, "Apa nggak sekalian bawa bor besar itu, Cak? Mau bikin lubang kecil aja kok pake pacul. Hahaha."
Entah darimana datangnya, Wonwoo muncul di belakang Yuta dengan memegang sebuah besi panjang. Linggis itu diletakkan di tanah dekat kaki Yuta.
"Pake ini aja, Cak," kata Wonwoo sebelum pergi kembali ke bagiannya.
Yuta yang masih kaget hanya mengangguk kemudian mulai melubangi tanah untuk tempat meletakkan penyangga.
"Pak!" teriak Jaehyun, "ini atapnya mana? Yang dibawa ke sini baru besi penyangganya aja."
"Loh, iya haduh masih di kursi depan rumah."
"Bentar saya ambilkan dulu," Jun memotong kalimat Daeyeol kemudian pergi ke rumah Daeyeol.
Selang beberapa menit, duda pendiam itu datang dengan menenteng satu kresek merah besar. Kala meletakkan bungkusan itu ke tanah, wajahnya dipenuhi peluh. Padahal hanya berjalan beberapa meter tapi energinya terkuras habis.Tapi kalau dihabiskan di sawah seharian penuh, keringatnya enggan keluar.
Kun buru-buru menyongsong Jun dan menggantikan membawa kantong itu dan meletakkan masing-masing satu atap tenda stan ke setiap petak.
"Cak, linggisnya udah bisa dipinjem?"
"Waduh, ini masih tak pake ngelubangin tanah."
"Saya ambilkan dari rumah dulu, Pak Seungcheol," Kun berlari ke rumahnya untuk mengambil linggis lain.
Setelah Kun kembali, Seungcheol mulai membantu Yuta untuk melubangi tanah. Melihat itu, Wonwoo diam-diam kembali ke rumahnya. Tak ada yang menyadari ada seorang dari mereka menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Ramadhan'21 : Kampung Duren [✓]
FanficRamadhan Series 2021 : NCT, SVT, GOLCHA, DRIPPIN Sesuai namanya, kampung ini isinya duda-duda keren. Dari bayi sampai bapak-bapak, nggak ada satupun manusia berjenis kelamin perempuan di kampung ini. Kalau ramadhan begini, biasanya kampung ini jadi...