Chapter 10: Moor House

175 42 3
                                    

Aku menyusuri jalanan yang terlihat gelap setelah malam menjelang. Keputusanku sudah bulat, aku memilih meninggalkan Thornfield Hall dan Mr Jeon. Jangan tanyakan bagaimana perasaanku sekarang, tapi yang jelas aku merasa sangat berat meninggalkan tempat yang sudah kuanggap rumahku sendiri dan juga pemilik cinta pertamaku. Bagaimanapun juga, mungkin ini memang sudah takdir kami untuk tidak bisa bersatu.

Tak berapa lama, dari arah berlawanan muncul sebuah delman. Akupun menghentikannya, untung saja masih ada delman di jam segini, setidaknya aku tidak akan berjalan lagi sampai beberapa jam ke depan.

"Tolong bawa saya kemanapun, sir." ujarku sembari memberikan semua uang yang aku miliki. Aku benar-benar tidak tahu harus pergi kemana.

Si kusir mengangguk, delman itupun mulai berjalan. Beberapa jam kemudian, delman itu berhenti. Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi.

"Anda harus membayar lagi, Miss," ucap kusir itu.

"Saya sudah tidak memiliki uang," jawabku.

"Anda tidak memiliki uang? Kalau begitu ssilahkan turun."

Sesuai permintaan si kusir, aku turun dari delmannya. Delman itu berlalu pergi meninggalkan aku di tempat yang belum pernah aku kunjungi. Akupun memutuskan untuk melanjutkan perjalananku, namun kemudian aku teringat sesuatu.

"Astaga, aku meninggalkan tasku di delman!"

Ketika aku kembali memandang ke arah delman itu pergi, dia sudah tidak ada disana. Aku memukul kepalaku, bagaimana aku bisa seceroboh ini? Kini hanya pakaian yang kupakailah yang aku punya.

Aku memandang ke sekelilingku, tidak ada satupun orang disini. Hanya aku dan hamparan tegalan kosong. Aku kedinginan, lelah dan lapar. Akhirnya aku kembali berjalan dan terus berjalan. Tidak ada uang, tidak ada makanan. Aku berjalan sampai malam akan menjelang. Akhirnya aku memilih untuk beristirahat, aku merebahkan tubuhku ke atas tanah. Aku benar-benar merasa tidak kuat, tapi aku tetapmenahannya hingga kemudian aku tertidur.

Keesokan paginya aku terlambat bangun. Perutku rasanya sudah mati rasa sangking lamanya aku menahan lapar. Akupun kembali melanjutkan perjalananku, tak berapa lama cuaca tak terduga datang. Hujan mengiringi langkahku sampai membuat pakaianku basah. Tidak ada tempat berteduh, dan tidak ada satu orang pun juga disana. Aku kembali berjalan di tegalan kosong ini sepanjang hari ditemani hujan, teriknya panas matahari.

Pada malam hari, aku begitu kelelahan. Aku memutuskan untuk tidur cepat. Dimana kira-kira aku harus tidur hari ini? Kemudian aku melihat secercah cahaya diujung jalan. Akupun pelan-pelan mendekatinya. Tiba-tiba hujan turun begitu lebat, aku tidak bisa melihat apapun, tapi cahaya itu nampak sedikit jelas. Aku terkejut ketika menyadari jika cahaya itu berasal dari lampu sebuah rumah. Dengan bersuka cita aku segera berlari menuju rumah itu dan langsung mengetuk pintu berharap si pemilik mengijinkan aku untuk berteduh, namun setelah sekian lama menunggu, pintu tidak kunjung dibuka-buka. Aku benar-benar kedinginan, tubuhku susah untuk bergerak. 

"Aku akan mati disini." ucapku putus asa.

Tak berapa lama aku mendengar suara seorang laki-laki muda. Laki-laki itu berdiri tepat dibelakangku.

"Tidak, anda tidak akan mati disini," katanya.

Dia membukakan pintu untukku, dan kemudian menuntunku untuk masuk ke dalam rumah. Dia membawaku ke ruang penghangat.

"Tolong duduklah."

Dua orang perempuan tiba-tiba muncul ke dalam ruangan itu.

"Berikan dia beberapa makanan, Diana." ucap laki-laki tadi.

"Berikan dia pakaian hangat, Mary."

Setelah menyuruh kedua perempuan itu, dia kembali menatapku.

"Nama saya Danny Rivers," ujarnya memperkenalkan diri. "Dan kedua perempuan tadi adalah adik saya, Diana dan Mary. Siapa namamu, gadis muda."

(COMPLETED)The Governess(Sinkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang