Berkawan dengan Sedih

51 22 4
                                    

Pada suatu malam yang menusuk,
sedih datang dan menyapa.
"Hai," sapanya muram,
sama muramnya denganku.
Tanpa ada cahaya dalam kegelapan
wajahku yang temaram terasa semakin pudar.

Namun sedih selalu datang
pada setiap malam, setiap kesah, setiap sesak
menemaniku dalam tangis,
memelukku dalam sendu.
Ia tak pernah pergi.
Tak seperti kawan yang berlalu.

Dan aku pun mulai nyaman,
pada kesedihan tak jelas ujungnya,
pada gelap yang tak mampu menemukan cahayanya.
Aku berkawan, pada kesedihan
diiringi kelam yang menyelimuti.

Perlahan, segala tangis aku keluhkan
segala sesak terasa memudar
langkahku terasa lebih ringan
Tak lagi menganut beban berkepanjangan
Tak lagi lelah menggantung hati
Hanya menangis,
dikawani sedih

"Semua pasti berlalu,"
ujar sedih pada malam muram lain.
"Tapi kapan?" tanyaku hilang akal.
Semua tak kunjung berlalu, semua tak kunjung reda.
Tinggallah aku tanpa harap akan esok
Mencoba kuat, mencoba tersenyum
menyembunyikan tangis malam hari.

Sedih menjawab tanyaku dengan senyum
Sebuah senyum yang tak lagi muram.
Itu adalah senyum harap,
senyum kehidupan
senyum yang tak akan pernah pudar.

Itu adalah senyumku.

Iya, harapan itu masih ada
Ingin ini masih berapi
Aku kehilangan semuanya,
tapi tidak dengan diriku.
Tidak dengan semua gejolak hidup yang kugenggam.

Dari sedih, aku belajar
bahwa tak apa untuk hancur.
Kita manusia hakikatnya lahir untuk sebuah kehancuran
lalu perlahan bangkit dan berlari
dengan kaki yang patah, tangan yang terikat,
kita tetap berlari
mengejar bahagia yang jaraknya tipis dari kesengsaraan.

Dari sedih, aku belajar
bahwa tak akan ada yang berakhir sia-sia.
Tidak dengan semua usaha
yang telah tinggi kubangun.
Tidak dengan diriku
yang masih setia menghidupkan kembali asa.

Dari sedih, aku belajar untuk bahagia.

(Dalam sedih aku masih sanggup tersenyum)
-Maret, 2021

Sajak KesahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang