"Ibu, apa ayah akan datang lagi?"
Pertanyaan Eila membuat Arletta berhenti menyantap nasinya dan menatap putri kecilnya yang mulutnya penuh dengan makanan.
"Makan dulu, Nak. Jangan bicara selagi makan. Ibu tidak suka."
Eila merengut, ia memajukan bibir dan kembali menyendok makanan ke mulut. Tentu dengan kata-kata menyerupai bisikan yang mengatakan jika Arletta tidak sayang padanya.
"Eila, kalau bicara seperti itu. Ibu akan hukum Eila."
Eila tertunduk dan menggenggam jemari sang nenek yang duduk di sebelahnya, ia mencoba mencari perlindungan karena ia tahu neneknya akan membela.
"Sudahlah, Let. Kasihan Eila. Kamu tahu sendiri jika ia merindukan ayahnya selama ini."
"Iya Letta tahu, Bu. Hanya saja Letta belum siap menerima kehadiran pria itu."
"Pingkan, tolong antarkan Eila menggosok giginya, ya."
Pengasuh Eila yang baru beberapa bulan bekerja belari kecil saat nyonya tua alias Izah menyuruhnya membawa Eila, ada hal yang perlu mereka katakan tanpa orang lain dengar.
"Ya, nenek. Eila masih ingin bersama kakek," sungutnya sambil digandeng Pingkan.
"Besok kita main ya, Nak," kata Ridwan melambaikan tangannya.
Sepeninggal Eila dengan omelan kecilnya persis Arletta sewak kecil, terkadang membuat Ridwan tersenyum sendiri.
"Ada apa, Yah? Apa ayah mau bicara sesuatu?"
Ridwan menatap anaknya penuh kesedihan, ia juga merasa bersalah karena dirinya membuat Arletta menderita. Kecerobohan dirinya dalam membangun usaha hotel lainnya menjadikan ia ayah yang egois.
"Maafkan ayah, Nak. Ayah mengorbankan dirimu demi keegoisan ayah sendiri."
"Ayahmu menderita telah mengambil keputusan sulit ini," timpal Izah sembari menggenggam jemari Arletta.
"Yah, tidak perlu minta maaf pada Arletta. Ini juga kesalahan Letta di masa lalu. Andai malam itu Letta menuruti perkataan ayah maka tak akan ada peristiwa hari ini," sesal Arletta.
"Tapi ayah tak sanggup melihatmu menikah dengan pria arogan itu."
"Arletta pasti bisa mengatasinya, Yah. Percayalah pada Arletta."
Meskipun tak yakin, ia tak mau membuat kedua orang tuanya sedih. Apalagi Eila menginginkan kehadiran seorang ayah. Ia sedih jika mengingat anaknya pernah diejek tak memiliki ayah, sang anak sampai sakit.
"Oh, ya Bu. Kapan si kembar datang? Arletta sangat merindukannya."
"Besok, Nak. Dan ayah sudah mengatakan ini kepada saudaramu."
"Pasti Eila akan senang. Benar, kan?"
Arletta menggangguk dan tersenyum. Kehangatan keluarga sedikit mengobati kesedihannya saat ini. Berjumpa dengan pria itu secara tiba-tiba membuat isi kepalanya berat. Mungkin ia butuh istirahat menenangkan pikirannya.
*****
Raut wajah Eila terkesima melihat kedatangan sepupu kembarnya, ia bingung sekaligus bahagia bertemu lagi dengan si kembar. Dulu ia berjumpa waktu mereka masih usia setahun. Kini sudah dua bayi itu tumbuh besar dan gemuk.
"Nek, kok mereka tumbuh besar?"
Tawa Izah maupun Ridwan meledak, mereka menertawai tingkah Eila yang lucu. Mereka berpikir jika Eila tidak tahu mengenai kembang tumbuh bayi.
"Itu karena mereka sudah berusia setahun, Nak. Mereka bukan lagi bayi yang seperti kamu lihat."
"Oh begitu. Mereka akan tumbuh seperti Eila?"
KAMU SEDANG MEMBACA
( Bukan ) Pernikahan Bahagia Terbit Di Dreame/Innovel Hingga Tamat
RomanceDi usia yang dua puluh enam tahun, ia sudah menyandang gelar seorang ibu tanpa suami. Putri kecilnya tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya, hanya sepucuk surat yang datang tiap bulan kepada sang putri. Tepat di usia putrinya yang ke lima tahun, da...