Bagaimana pun Hyunjin harus tetap kembali pada pelukan seseorang yang sudah menunggunya dengan sabar.
—Dentingan microwave itu membuat Felix terhenyak dari seriusnya mengerjakan beberapa laporan kasus. Setelah 3 tahun lalu mengenai Pristiwa di Peru, Felix jadi agent rumahan. Yap— tidak jadi agent lapangan yang menjalankan misi di luar tapi hanya berkutat sengan laptop dan kertas kertas laporan.
Mengeluarkan Meetballs nya yang masih panas Felix menyempatkan menata piring untuk makan malam—
Hujan di kota Seoul hari ini sangat awet, ya meskipun Felix cenderung tidak peduli.
Dirinya juga sudah bisa berjalan dengan baik setelah terapi selama 5 bulan dulu sekali— dengan bantuan Changbin yang senantiasa disampingnya.
Dilain tempat Jam dinding tergantung di bar kumuh yang terletak di gang sempit itu menunjukkan pukul sebelas malam.
Perkelahian di Ring yang disediakan untuk adu tinju itu selesai dimainkan, dimenangkan oleh seseorang yang baru saja menaruh taruhan.
Meskipun ada sedikit sobek di sudut mulutnya tapi sungguh pertandingan itu tidak ada apa apanya dibanding perkelahian nya dulu.
Setelah memenangkan taruhan laki laki itu mengambil uang di meja— kemudian pergi ke luar bar sambil meneguk bir yang sengaja ia beli tadi.
Bajunya agak sedikit lusuh dan kotor dengan rambut hitam panjang terkuncir yang tertutup topi. Berjalan agak sedikit tertatih ke arah jalan besar dan mencari taksi.
Kemudian menunjukkan alamat kepada supir dengan kertas kumal yang selalu dikantongi sejak 3 tahun lalu.
Mobil itu berjalan memutar lagu Still With You dari Eric Benét.
Seperti menyeruakan isi hati dari Diri yang malang itu sendiri.
Close your eyes go to sleep
Know my love is all around
Dream in peace when you wake
You will know I'm still with youHingga terngiang ngiang ketika laki laki itu sudah sampai di depan apartement yang memang ia tuju, alasan ia kembali pulang.
Sudah lewat tengah malam.
Hari minggu membuat Felix ingin terus terusan berada di balik selimut— cuaca sama seperti hari kemarin mendung dan hujan gerimis. Tapi aroma Galbitang masuk ke indra penciuman.
Jadi Ia memaksa bangkit dirinya sendiri. Berharap itu adalah sup yang Seungmin buat. Seungmin Sahabat Sehati Felix yang jelas tau akses masuk apartement nya.
Dengan selimut yang digunakan untuk membuat badannya tetap hangat, Felix menyeret selimut berwarna biru laut itu ke dapur.
"Kau tampak sehat, gosok gigimu dulu sebelum makan" baritone itu membuat Felix mengangkat kepalanya mengahadap sosok laki laki yang memakai celemek bergambar Illama tersenyum manis padanya.
Felix sudah terdiam ditempatnya. Selimutnya Jatuh ke lantai. Hanya terdengar suara rintik hujan diluar dan suara detak jantung yang bertalu talu begitu cepat dan hebat.
Laki laki itu Hyunjin menaruh mangkok berisi sup Galbitang ke atas meja makan.
Matanya mulai memanas, kala Hyunjin melangkah kearahnya. Pelupuknya sudah banjir air mata. Dan di pelukan Hyunjin itu Felix menumpahkan segalanya.
Segala kerinduan dan sumpah serapah yang Felix pendam selama ini tumpah ruah. Hyunjin tidak berniat menyela sepertinya.
"I— love you hiks— hiks—" Felix berkata terbata bata sambil memeluk erat Hyunjinnya
"Right, love you" Hyunjin mengelus punggung Felix dengan lembut.
"Don't leave, I love hiks—hiks— you"
"Aren't you tired?"
Felix mengangguk "yeah but i miss you"
"Of course you do" kata Hyunjin mengusap rambut Felix yang sudah berganti warna dari saat terakhir ketemu. Tiga tahun lalu.
Felix sudah tenang tidak sesenggukan lagi kemudian enggan melepaskan Hyunjin.
"Hey, sup nya akan dingin. Apa gak lapar?"
Felix menggeleng. Masih enggan menunjukkan wajahnya yang sudah sembab dan merah gak karuan.
"Fel— makan dulu okay, habis ini akan aku ceritakan"
Lagi lagi Felix menggeleng. Enggan.
"You're not suppose to leave again"
"No Ai, not again"
—End—
S2
Yes or Yes
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of the Lima
FanfictionHidup Felix sendiri memang begitu monoton sampai ia bertemu sosok sang pemuda Hwang dengan Jaket kulit dan senapan di balik celananya. Hyunlix Agent Au kapalgetek ©