Seperti yang diharapkan. Jieun sangat menikmati proses masak makan malam. Tidak peduli dia menjadi istri dari orang kaya tapi Jieun tetaplah Jieun yang menikmati hidup sederhana. Tidak peduli juga jika dia harus berkeringat selama proses memasak, tidak peduli juga bajunya tercium aroma masakan, Jieun sangat menyukai kegiatan memasak.
Satu jam berkutat di dapur sudah menghasil beberapa masakan bahkan makanan penutup yang terlihat lezat. Maria, seorang pembantu yang sedari awal menunjukkan wajah cemas dan takut karena membiarkan istri sang tuan menyiapkan makanan sendiri, takut jika sang tuan memarahinya bahkan bisa lebih dari itu.
"Aromanya sangat menggoda selera Nyonya, tampilannya sama seperti ada di restoran ternama." Puji Maria.
"Terima kasih Maria. Aku harap Suga menyukainya." Jieun melepas celemek dan menyampirkannya di kursi lainnya.
"Aku harap Suga juga menyukainya." Lanjutnya.
"Saya akan memanggil tuan."
"Iya, panggilan dia. Aku sudah sangat lapar."
Baru beberapa langkah meninggalkan sang nyonya, sang tuan datang dengan pakaian casualnya. Kaos polos berwarna hitam dan celana penuh saku. Maria membungkuk meninggalkan.
"Aromanya sangat sedap, apa kamu benar-benar memasak semuanya?" Suga terlihat tidak percaya.
"Apa kamu meragukanku, sayang?"
Suga menghampiri Jieun dan mencium kening istrinya sebagai tanda terima kasih. Jieun sedikit memghindar.
"Jangan!"
"Kenapa?"
"Aku tadi berkeringat sangat masak."
"Terus? Aku merasa jijik, begitu? Aku bahkan suka aroma keringatmu, sayang."
"Apakah kamu bucin banget sama istrimu?" Jieun memeluk suaminya dan menggerakkan hidungnya diperut lelaki yang berdiri menegang.
"Aku bucinnya sama istriku saja." Suga tetap mendaratkan kecupan dikening Jieun lalu duduk dikursi utama.
Jieun mengambil beberapa lauk di piring Suga, lalu mengambil beberapa macam lauk diatas piringnya.
"Sayang, kenapa kamu memberikanku lauk sedikit, sedangkan dipiringmu porsinya lebih banyak?" Suga heran.
Jieun meringis.
"Nanti juga kamu yang habiskan semua." Ucap Jieun langsung menyantap makanan setelah menyatukan kedua tangannya, berdoa.
Suga mengikuti walau terasa canggung.
Jieun menyantap hasil masakannya, sangat lezat, bahkan lidahnya juga rindu masakan dari tangan sang pemilik tubuh. Sudah beberapa bulan tidak merasakan makanan rumahan yang khas, Jieun tidak sungkan untuk terus memasukkan sesuap demi sesuap untuk segera mengisi perutnya yang sedari keroncongan.
Suga mulai mengambil sendok, mengambil masakan yang terbuat dari potongan daging dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Baru satu kunyahan, pikiran Suga melayang ke masa lalu, dimana dia yang masih duduk di bangku sekolah dasar menyantap masakan sang ibu. Baik rasa dan aromanya kental seperti masa lalu.
Ada butiran yang disembunyikan setiap kali Suga mengunyah makanannya, mencerna setiap masa lalu yang ia rindukan bersama sang ibu yang sudah tiada.
"Kenapa sayang? Apa makanannya tidak enak?" Jieun merasa aneh dengan sikap Suga.
Suga menggeleng. Lalu menyeka ujung matanya.
"Makanan ini seperti buatan almarhum ibuku." Sekali lagi Suga menyendok makanan ke mulutnya. "Sangat luar biasa." Sambungnya.
"Kalau kamu suka, habiskan. Aku memasak memang untukmu." Jieun mengelus lengan suaminya dan melanjutkan makan.
Selama 15 menit tidak ada perbincangan, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang bertemu piring. Senyuman mengembang diantara keduanya. Suga menghabiskan makanannya tanpa tersisa. Bernostalgia melalui indera pengecap. Dia mengakui bahwa masakan Jieun lebih dari restoran terkenal. Karena masakannya sama seperti masakan sang ibu yang selalu ia rindukan.
Jieun merasa sangat senang melihat suaminya tidak merasa jijik atau semacamnya untuk mencicipi makanannya. Suga meresponnya dengan baik sehingga Jieun mencari kesempatan untuk berbicara.
"Kalau begitu, aku mau mengubah sedikit peraturan rumah yang kamu berikan padaku kalau aku tidak boleh melakukan pekerjaan rumah apapun, kecuali memasak. Jadi aku boleh masak kapanpun yang aku mau buat kamu. Setuju, kan?" Cela Jieun.
Suga menimbang-nimbang permintaan Jieun, jujur saja Suga ingin terus merasakan masakan dari Jieun. Pasti banyak menu yang harus dia cicipi.
"Jangan terlalu lama mikirnya sayang. Ini kan cuma memasak." Jieun berdiri dari kursinya. Memunguti piring dan mangkok yang kotor ke westafel.
"Kamu mau ngapain lagi? Belum juga dijawab eh malah melakukan pekerjaan lainnya."
"Astaga sayang, ini kan cuma mencuci piring aja, sudah satu paket sama memasak."
"Memasaknya boleh. Kalau cuci piringnya...." Suga menggantung ucapannya. "Biar aku yang melakukannya." Suga berdiri dan membiarkan dirinya membasuh piring dengan spon.
Jieun sedikit menyingkir, tak menyangka melihat pergerakan luwes Suga yang pandai membersihkan piring-piring kotor tanpa takut pecah, tanpa rasa canggung. Sepertinya sebelumnya dia pernah melakukan kegiatan sederhana ini.
"Kamu hebat sekali sayang." Jieun membuka celemek, beralih pada meja makan dan mengelapnya. Keduanya nampak seperti suami istri dari kalangan orang biasa yang hidup normal, melakukan pekerjaan rumah seakan tidak ada pembantu.
Suga sudah selesai membersihkan piring-piring dan merapikan ditempat semula. Dia melihat istrinya sedikit menungging mengelap meja makan. Saat inilah pikiran seorang lelaki traveling hanya karena melihat pergerakan sederhana dari seorang istri.
Tanpa aba-aba, Suga berjalan mendekat dan menempelkan sesuatu dipantat Jieun, sampai-sampai Jieun terhenti dan melirik dari belakang. Dia tau jelas apa yang menggeras disana. Sudah waktunya dia menghirup aroma vanila yang mengguar ditubuh suaminya.
"Apa sudah waktunya aku bermain hujan?" Tanya Suga.
Jieun menyingkirkan lap meja dan berbalik. Benda keras itu terasa diperut Jieun.
"Hujan?"
"Bermain basah-basah-an." Bisik Suga.
Jieun memainkan tangannya diluar celana Suga.
"Aku mau hutan pinusku dibasahi dengan ini." Balas Jieun tanda persetujuan. Lampu hijau untuk Suga melumat bibir Jieun. Kedua tangan Jieun melingkar di leher Suga yang tak memberi ruang diantara mereka.
Suga mengangkat tubuh Jieun agar duduk diatas meja makan. Akan lebih seru jika bermain diatas meja makan. Toh tidak ada yang akan melihat, para pelayan sudah diperintahkan untuk tidak berada dilantai ini. Suga menduga akan bermain hujan-hujanan disana. Tak peduli aroma khas tercium diruangan itu. Tak peduli cairan keringan dan lainnya berceceran disana. Suga akan memerintahkan pelayan membersihkannya.
Hampir 5 menit ciuman untuk pemanasan. Jieun akhirnya bisa menghindar untuk menghirup udara. Jieun pikir Suga akan menciumnya lagi, sebelum itu terjadi Jieun menambah pasokan udara didalamnya agar bisa kuat merasakan sensasi vanila dari mulut Suga.
Nyatanya, tidak.
******
Yuhuuuu,
Waktunya bermain hujan2an.
Tolong ya! Berbijaksana dalam membaca. Soalnya ini tulisan berbau dewasa.
Salam hangat
Borahae
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
FanfictionLENGKAP Sulit bagi seorang yang telah direnggut kebahagiaannya untuk berjalan normal kembali. Dia terlalu lama berlari, berjalan terseok-seok mencari tempat aman. Namun darah yang tertinggal saat bersembunyi membuatnya kembali dalam dunia gelap. ###...