SAHB ⚫ 8

1K 133 6
                                    

Saka benar-benar panik. Pasal nya, dirinya hendak bersiap-siap berangkat ke kampus. Tetapi, tiba-tiba saja Dilan demam tinggi. Dan pada akhirnya, Saka memilih tidak berangkat ke kampus.

"Lo bawa Dilan ke rumah sakit sekarang juga. Nanti, kalau ada apa-apa lo telfon gue atau si duo curut. Kalau gitu gue pergi dulu." Ucap Andi, lalu bergegas meninggalkan Saka.

Saka pun langsung saja berlari menuju kamar nya setelah mendengar suara tangisan kencang Dilan untuk yang kesekian kali nya.

"Jangan nangis terus dong. Emang kamu nggak capek dari semalam nangis terus?" Ucap Saka pada Dilan yang masih saja menangis itu. Tangan kanan Saka pun terangkat, lalu menyentuh dahi Dilan.

"Kok makin panas sih? Perasaan tadi nggak sepanas ini deh." Gumam Saka lagi setelah menyentuh dahi Dilan.

Ting..

Suara dentingan lift yang menandakan pintu terbuka itu berhasil menyadarkan Saka. Saka pun langsung saja keluar dari dalam lift.


      Sesampainya di rumah sakit.
Saka langsung keluar dari dalam mobil dan langsung menuju UGD.

"Dokter, tolong cepetan! Ini adik saya muntah banyak banget." Ucap Saka dengan nada tinggi. Dokter dan juga perawat jaga pun langsung bergegas membantu Saka untuk meletakkan Dilan di atas tempart tidur.

Dilan pun sejak tadi tidak berhenti menangis. Dan itu membuat hati Saka sakit.
"Dilan tenang ya. Nanti kalau udah sembuh abang janji bakal kenalin Dilan ke mama sama papa nya abang." Ucap Saka pelan dan berusaha menenangkan Dilan.

"Orang tua si adik kemana?"

Saka mendongakkan kepala nya dan menatap lurus pada dokter. "Nggak ada. Tapi saya kakak nya dok," jawab Saka.

"Begini, adik bayi ini terkena muntaber disertai tipus. Jadi, saya akan menginfus serta mengambil darah untuk saya cek lab dan memastikan bahwa adik anda terkena tipus dan muntaber."

"Lakukan yang terbaik dok." Balas Saka. Dokter itu pun mengangguk, lalu menyuruh perawat untuk menginfus Dilan.

Mata Saka berkaca-kaca. Ia tidak siap melihat Dilan yang akan di tusuk jarum. Tetapi, Saka harus tetap berada di samping Dilan.

Tak lama kemudian, perawat pun datang kembali. Saka yang melihat Dilan sudah mulai tenang dan tertidur itu menatap kembali pada perawat yang masih mempersiapkan infus untuk Dilan.

"Mbak, infus yang nggak sakit ada nggak? Ya minimal jangan sampai buat adik saya nangis lagi." Ucap Saka tiba-tiba. Perawat yang sedang fokus tadi itu langsung menatap Saka, lalu tertawa pelan.

"Nggak ada mas. Sebenarnya di infus itu nggak sakit. Tapi mungkin, buat si adik serasa digigit gajah." Jawab perawat dan hendak memulai menginfus Dilan.

"Mas, bisa tolong gendong adik nya? Saat jarum infus mulai menembus kulit, bisa di pastikan adik ini bakal kaget dan berontak. Saya takut adik nya jatuh nanti." Lanjut sang perawat.

Dilan pun dengan perlahan langsung mengangkat tubuh panas Dilan. Dan ia pun mulai menutup kedua mata nya, engan melihat perawat yang mulai menusukkan jarum di tangan Dilan.

Dan ternyata benar apa yang di katakan perawat tadi. Dilan langsung histeris setalah mendapat tusukan jarum di tangan nya. Saka yang semakin tidak tega mendengar tangisan Dilan itu, dengan terpaksa memeluk Dilan erat dan memegangi tangan kecil Dilan yang sudah tertancap jarum infus.

👶👶👶👶

"Kok bisa-bisa nya Dilan sakit tipus sama muntaber sih? Padahal kita kan udah bener-bener jaga kebersihan makanan nya Dilan." Ucap Andi yang baru saja tiba dari kampus.

"Lo udah kasih kabar ke Safira?" Tanya Gilang. Saka hanya menggelengkan kepala nya pelan.

"Kenapa? Ini kan tanggung jawab kalian berdua. Bukan lo aja," sahut Yuda.

Saka menghembuskan nafas nya pelan. Jujur saja, ia masih marah terhadap Safira. Ia masih merasa sakit hati dengan ucapan Safira.

"Besok. Gue bakal kasih tau Safira besok." Putus Saka dan kembali menatap Dilan yang tertidur lelap.

        Saka terbangun dari tidur nya saat suasana langit mulai gelap. Ia menatap ke arah sekeliling nya. Andi, Yuda, dan juga Gilang tertidur di lantai dengan beralaskan karpet yang di bawa nya dari apartemen.

Saka menatap kearah Dilan kembali. Dan betapa terkejut nya ia. Dilan dengan kedua mata nya yang terbuka, menatap nya dengan tatapan polos.

"Dilan kok bangun? Laper ya?" Gumam Saka sembari mengambil biskuit yang biasa Dilan makan.

"Nih makan. Makan nya jangan belepotan. Abang tinggal bikinin kamu susu bentar," ucap Saka lagi dan memberikan biskuit pada Dilan.

Saka pun beranjak dari atas tempat tidur dan berjalan menuju kearah meja yang tak jauh dari tempat tidur Dilan.

"Saka?"

Saka menoleh kearah sumber suara sejenak, lalu kembali fokus pada pekerjaan nya membuat susu.

"Apa?" Jawab Saka.

"Kok lo bangun? Terus itu lo ngapain buat susu? Emang Dilan udah bangun?" Tanya Yuda sambil mendudukkan tubuh nya.

"Ya buat Dilan lah. Itu Dilan nya udah bangun," balas Saka. Yuda melebarkan kedua mata nya sempurna. Lalu dengan cepat, ia terbangun dari duduk nya dan beranjak menuju tempat tidur Dilan.

"Wih, iya! Si sapi pera udah bangun." Pekik Yuda setelah melihat Dilan yang sedang memakan biskuit.

Saka berdecak kesal mendengar Yuda yang memanggil Dilan sapi pera. Kata Yuda, ia memanggil Dilan sapi pera karena Dilan sangat-sangat suka meminum susu. Sehari saja, Dilan mampu menghabiskan lima belas botol. Bahkan bisa lebih.

"Kok dia nggak nangis sih bangun nya? Padahal, gue kan pengen denger dia nangis." Ujar Yuda kecewa karena tidak mendengar suara tangisan dari Dilan.

"Nggak usah ngadi-ngadi lo kalau ngomong! Kuping gue udah pengang ya tadi seharian denger dia nangis." Ucap Saka kesal.

Yuda tertawa pelan. Lalu, tangan kanan nya merebut botol susu yang di pegang Saka. Di letakkan nya susu itu di atas nakas, lalu ia beralih mengambil tissue basah guna membersihkan mulut serta tangan Dilan yang kotor akibat biskuit.

"Saka, beli makan gih. Gue laper nih. Lo pasti juga laper kan?" Kata Yuda menyuruh-nyuruh Saka seenak jidat nya.

Saka yang tadi nya kesal kini semakin kesal karena ucapan Yuda yang menyuruh nya membeli makanan.

Pletak

Suara jitakan di kepala yang begitu nyaring. Saka puas setelah menjitak kepala Yuda cukup kencang, sedangkan Yuda hanya bisa meringis kesakitan sembari mengusap-usap kepala nya.

"Ya gusti Saka, kenapa lo hobi banget jitak kepala gue? Kan sakit bego! Pokok nya gue nggak mau tau, lo harus beli makan buat kita semua sekarang juga. Cepetan!" Ujar Yuda dengan nada tinggi.

Saka memutar kedua bola mata nya malas. Dengan perasaan nya yang kesal, Saka pun berjalan meninggalkan ruang rawat inap Dilan.
.
.
.
.




















Vote dan komen nya aku tunggu🐣

Saka and Her Baby [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang