Hari yang di tunggu, perjalanan selama dua Minggu kami di training dengan ilmu yang di berikan harus bisa kami aplikasikan sebelum restauran di buka, kita semua satu team berkumpul dan berdoa agar di berikan kemudahan dalam menjalankan aktivitas hari ini, karangan bunga dan ucapan selamat berdatangan silih berganti.
Hari ini aku bertugas sebagai waiter bersama Aldi, beni, Randi, yuna, dan santi. Restauran ini sebenarnya menganut konsep self service jadi tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk waiter. Tamu undangan dan tamu pun mulai berdatangan, kami siap dengan senyum yang ramah dengan pelayanan yang maksimal kepada setiap pelanggan.
Aroma daging dan keributan di dapur terdengar sampai ke depan meja tamu, karena antrian sangat panjang. beruntung nya aku hari ini tidak di tempat kan di dapur karena tidak bisa dibayangkan harus mengiris dan membuat adonan makanan membantu chef, ya walaupun kerjaan ku juga di bilang tidak ringan karena kami harus membersihkan meja makan dengan cepat dan melayani beberapa tamu.
walaupun restauran ini self service namun ada saja beberapa tamu yang tidak paham dengan hal itu mereka ingin nya dilayani padahal kami sudah kewalahan dengan membersihkan meja dan lantai.
Sungguh hari yang sangat berat bagiku, rasa capek dan pegal pada kaki yang terus menerus berjalan untuk membersihkan meja, kadang ada anak kecil yang muntah, atau makanan yang jatuh ke lantai sehingga berceceran, tamu yang ingin dilayani seperti raja hanya untuk mengambilkan sendok atau sumpit yang baru, atau bahkan komplain makanan nya kurang garam, kami harus sabar walaupun dalam hati ingin berteriak seperti Maria di seri imperfect namun tidak mungkin itu kami lakukan.
5 menit di meja tamu bagaikan satu abad bagiku untuk menunggu jam istirahat atau jam pulang, untuk bisa mengistirahatkan kaki, rasanya juga ingin memaki karena berbagai karakter tamu yang kita jumpai, ada yang baik, ramah, galak, bossy, atau OKB ( orang kaya baru) berbagai macam jenis karakter manusia harus bisa kita layanin dengan senyum indah ya walaupun dalam hati tidak ikhlas kalo harga diri kita di injak-injak atau di rendahkan, inilah perjuangan kita untuk mencari sesuap nasi di kota besar.
Jam istirahat dan bergantian shift tiba, aku dan temen temen pergi keruang ganti baju, rasanya seperti terlepas dari siksaan ibu tiri, rupanya tidak seindah seperti yang di ajarkan sewaktu kita trining.
kami lalu mengambil jatah makan kita dengan perasaan yang sangat bahagia luar biasa seperti mendapatkan oase di tengah gurun Sahara, nasi dengan taburan daging sapi membuat beban masalah ibu tiri tadi seperti sirna terlupakan, hanya ada kata nikmat dan lezat tiada tara.
Kami berbagi canda dan cerita satu sama lain atas pekerjaan kita hari ini, baik yang ada di dapur atau yang melayani tamu. solidaritas sebagai teman sangat kami rasakan, saling memberi dukungan satu sama lain.
Hari ini pulang pukul 3 sore, sebelum pulang kami satu shift berencana untuk membeli es krim di luar untuk melepas rasa lelah, tidak lupa kami berpamitan kepada team selanjutnya dan tentu saja kepada orang orang Jepang yang selama ini mengawasi kinerja kita termasuk Akira.
Entahlah semenjak kejadian itu rasanya aku enggan untuk terlalu lama melihat atau dekat dengan akira, bukan karena takut tapi seperti degup jantung berbunyi genderang ketika melihat dia tersenyum atau bersentuhan kulit untuk bersalaman.
Akira menggunakan aksen Jepang namun berhabasa Inggris, karena dia satu satunya yang bisa kami mengerti bahasa Inggris nya.
Aku hanya berusaha mengalihkan pandangan ku agar tidak menatap Akira dengan berada di balik Randi agar tidak terlihat dan menyalami akira. Dan cara ini sangat bisa menyelamatkan rasa gugup yang aku alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory Of Love
Storie d'amorekonten 18+ yang anti LGBT dilarang membaca mengisahkan kisah cinta seorang pemuda lugu dengan wajah biasa yang berharap untuk dicintai. Lika liku di mulai dari gejolak batinnya tentang orientasi sex nya dan mencoba menemukan cinta sejati. cinta nya...