Carla duduk tertunduk seraya meremas-remas jemari tangannya yang basah berkeringat. Di hadapannya duduk Liam dan mamanya yang sedari tadi melemparkan sorot menyelidik kepadanya. Entah pikiran macam apa yang bercokol di dalam kepala wanita paruh baya itu, setelah pengakuan konyol sepihak yang dilakukan oleh bosnya, dan yang pasti Carla tahu kalau sesuatu yang sangat buruk akan menimpa dirinya setelah ini.
"Dia yang duluan mencium Liam. Padahal Liam sudah bilang buat nggak cium-cium di tempat sembarangan. Harusnya kamu bisa lebih menahan diri lagi, Carla. Lihatlah, gara-gara ketidaksabaran kamu, kita jadi ketahuan kan."
Jantung Carla rasanya seolah akan berhenti berdetak ketika mengingat kembali fitnah keji macam apa yang dilayangkan bosnya kepada dirinya yang malang ini. Mencium? Yang benar saja! Seumur hidup, bahkan Carla belum pernah berciuman, apalagi sampai nekad mencium atasannya sendiri. Itu sangat tidak masuk akal, harusnya nyonya Willona tidak mempercayai omong kosong itu, tapi sepertinya wanita itu lebih percaya pada ucapan anaknya ketimbang bantahan Carla. Ralat, Carla bahkan tak diberi kesempatan untuk membantah pernyataan Liam, karena laki-laki itu langsung melotot tajam kepadanya seakan mengirimkan sinyal kematian kalau sampai Carla berani buka mulut.
Ya Tuhan, kenapa harus hamba yang dijadikan kambing hitam! Carla rasanya ingin sekali mencabik-cabik mulut bosnya. Bisa-bisanya pria itu menjadikan dirinya sebagai tumbal. Padahal Carla tidak tahu apa-apa, tapi kenapa sekarang ia yang dihakimi karena dituduh mencium bosnya sendiri dan memiliki skandal dengannya karena hubungan gelap mereka.
Hubungan gelap tai kucing! Ingin sekali Carla memaki, menyumpah serapah bosnya, tapi apa daya ia tak punya keberanian dan hanya bisa tunduk ketakutan seperti kambing congek!
"Bener dia?" Nyonya Willona buka suara, menoleh pada Liam seolah meminta kepastian atas jawabannya beberapa saat yang lalu. Matanya dengan cepat berpindah pada Carla, penuh selidik dan mengamati dari ujung kaki sampai ke kepala wanita itu. Mungkin mamanya Liam ingin memastikan, apakah kaki Carla cantengan, kulitnya panuankah, atau justru rambutnya berketombe? Sejeli itu matanya sampai berhasil membuat wanita di depannya tak berkutik, seakan sorot matanya bagaikan mata elang yang terus mengintai dan siap akan menerkam jika mangsanya bergerak seinci saja.
"Hm." Liam hanya bergumam. Ia pikir dengan menumbalkan Carla sementara akan membuat mamanya berhenti mencecarnya dan tak akan mengungkit soal perjodohan. Tapi ternyata salah, bukannya berhenti malah berpotensi semakin gencar dengan obsesinya untuk punya cucu. Haruskah ia menikah? Membayangkannya saja Liam ogah!
"Kamu yakin?" Liam berdecak mendengar pertanyaan meragukan dari mamanya. "Mama cuma nggak mau kamu jadikan gadis itu sebagai kambing hitam," ucap Willona kemudian ketika Liam melemparkan tatapan jenuh padanya. Seakan-akan beliau sudah tahu dengan trik murahan yang Liam pergunakan.
"Terserah Mama mau percaya atau tidak, yang penting Liam sudah jawab pertanyaan Mama soal siapa wanita di foto, bahkan Liam juga mengakui hubungan gelap Liam sama Carla. Apa masih kurang?" Liam berdecak, "Sayangnya sudah tidak ada lagi yang bisa Liam katakan. Terserah Mama mau percaya atau tidak, itu hak Mama. " Liam pun beranjak dari sofa, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya. "Habis ini Liam ada pertemuan dengan investor, kalau Mama masih ingin di sini silakan. Tapi Liam harap Mama tidak mengganggu pekerjaan Liam ataupun Carla dengan rasa penasaran Mama itu."
Willona mendengkus pelan, merasa tertohok oleh ucapan putra sulungnya yang memang suka blak-blakan. Lantas, ia pun bangkit dari duduknya. "Nggak perlu khawatir, ini Mama juga mau pulang," ucapnya kemudian, ia menyempatkan diri untuk melihat Carla yang masih tertunduk takut. "Kalau memang dia wanita yang kamu maksud, sebaiknya kamu bawa dia nanti malam. Sekalian kita lakukan konferensi pers agar rumor miring tak semakin menyebar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kontrak CEO Galak
RomanceCinta? Bagi William Atmaja, cinta hanyalah omong kosong belaka. Ia tak percaya cinta, menolak untuk jatuh cinta dan tidak tertarik dengan lawan jenisnya. Ketimbang musti repot-repot berkencan, Liam lebih senang menghabiskan waktunya untuk bekerja. S...