Ending

16.4K 1.5K 85
                                    

"Seorang wanita diciptakan dari tulang rusuk paling kiri, dan yang paling bengkok. Dekat di hati, jauh dari otak. Wanita diciptakan oleh Allah untuk menenangkan laki-laki. Karena mereka, lebih mengutamakan hati daripada logika."

- Shaka -

🌟🌟🌟

Hanya  berlatarkan senja yang mulai menyapa, Shaka tersenyum manis dan memandang ke ujung pantai. Berulang kali ia bersholawat, dan berulang kali pula ia memuji Allah SWT. karena sudah memberikan nikmat yang sangat ia syukuri. Istri yang solehah, keluarga yang rukun, dan mertua serta adik ipar yang sangat ramah. Memiliki sahabat yang bersedia mendengar ceramahnya tanpa protes, dan yang lain sebagainya.

Allah sudah terlalu banyak memberikannya nikmat, maka dia juga akan berusaha mematuhi semua larangan-Nya, dan melaksanakan sunnah Rasulullah.

Tak terasa, sudah hampir lima menit Shaka fokus ke ujung pantai. Sampai akhirnya, suara Balqis yang ingin muntah membuatnya langsung menoleh.

"Huek!"

Balqis memegang perutnya yang tidak enak. Rasa mual kian menjalar, membuatnya terus ingin muntah. Tangannya perlahan bergerak memegang lengan Shaka.

"Adek?" panggil Shaka dengan penuh kekhawatiran.

"Abang, Adek mual."

"Ya udah, kita pulang, yuk. Mungkin karena kebanyakan main air, jadi perutnya mual. Masuk angin kamu, kita balik aja," ajak Shaka.

Balqis menggeleng dan terus bergelayut manja di lengan Shaka. Membuat Shaka sedikit kurang nyaman, karena hampir seluruh pandangan berpusat ke mereka. Berbeda dengan para sahabatnya yang sudah menyebar.

"Adek, jangan di sini. Di rumah aja meluk-meluk, Abang, ya?" pinta Shaka.

Perlahan, tangan Balqis menjauhi lengan Shaka, kemudian ia mengangguk pelan. Pandangannya terus menuju ke air yang menabrak ujung gamisnya. Tubuhnya sangat tidak enak, rasanya ia ingin pingsan saking tidak mengertinya dengan rasa sakit yang bercampur di tubuhnya.

"Adek," panggil Shaka.

Balqis hanya diam. Selain karena rasa sakit, ia merasa sudah ditolak oleh Shaka. Padahal, ia pikir Shaka tidak pernah menolaknya.

"Adek," panggil Shaka lagi. Kali ini tangannya sudah memegang kedua pundak Balqis.

Tanpa ditebak Shaka, Balqis langsung menepis tangan Shaka. Menatap kesal ke arah Shaka, terbukti dengan dahinya yang menyerut dan tatapan mata yang ingin menangis. Shaka kelabakan, ia langsung menarik sedikit kain cadar Balqis di bagian hidung.

"Jangan nangis, nanti gak bisa napas. Adek kenapa, hm?" tanya Shaka saat Balqis benar-benar menangis.

"Badan Adek sakit! Perut Adek mual! Kepala Adek pusing! Terus kenapa Abang nyuruh Adek jauhin Abang?" tanya Balqis sambil memukul dada Shaka.

"Kita ke pondok dulu," ajak Shaka.

Walau kesal, Balqis terus mengikutinya dengan langkah yang lama. Sebab, saat satu langkah dimulai, tubuhnya langsung bereaksi tak biasa. Hanya selangkah, tapi rasanya Balqis langsung ingin tumbang.

"Kakinya sakit?" tanya Shaka di tengah perjalanan.

Balqis menggeleng, kemudian mengangguk. "Kalau jalan Adek mau jatuh."

Shaka langsung menggendong Balqis ala bridal style. Kali ini ia benar-benar mengabaikan tatapan para pengunjung. Yang ia khawatirkan hanyalah Balqis. Begitu sampai di pondok, Shaka duduk bersila, kemudian ia menarik Balqis sampai duduk di atas pangkuannya.

ShakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang