9 | Kekhawatiran Shaka dan Adam

11.2K 1.9K 96
                                    

"Kekhawatiran itu datang secara alami. Mau seperti apa pun perasaannya, jika yang membuat khawatir telah memiliki tempatnya sendiri di hati seseorang, maka perasaan cemas tiada akhir itu akan sulit menghilang."

- Shaka -

🌟🌟🌟

Siang ini, sekitar jam-jam tiga, Balqis pergi ke minimarket dekat sekolah Adam ditemani oleh sahabatnya, Nafisa. Ia tidak bersama Adam karena adiknya itu harus menjaga percetakan.

Niatnya pergi ingin belanja bulanan. Sistem rumahnya memang seperti itu, bukan belanja saat semuanya sudah habis, tapi belanja di tanggal yang sama di setiap bulannya. Mereka menyebutnya belanja bulanan.

Saat mereka sudah berada di jalan pulang, Nafisa memilih untuk melintasi jalan pintas. Di mana jalan ini menjadi wilayah kekuasaan anak-anak SMA yang berada membentuk sebuah geng.

Melupakan sesuatu, Balqis dan Nafisa mendengar suara langkah kaki dari anak-anak murid sekolah menengah ke atas yang memenuhi jalan ini.

Karena takut, mata mereka menjelajah ke sembarang arah. Sampai suara batu yang terlempar mengenai kap mobil mereka membuat jantung keduanya berdegup kencang.

"Astagfirullah, kenapa tiba-tiba ada yang tawuran?" tanya Balqis dengan mata membulat.

Temannya, yang berada di kursi kemudi langsung menghela napas. "Kemarin, Nayla memang cerita kalau di sekitar sini bakal ada tawuran, tapi gue gak nyangka tawuranya di siang bolong kayak gini."

Balqis pun langsung mengelus dadanya. Berusaha untuk meredakan rasa takut yang mulai menyerang. Pasalnya, para murid itu mulai saling beradu otot. Sebagian menyerang dengan tangan kosong, sedangkan yang lain memakai alat bantu berupa kayu, batu, dan rantai.

"Qis, mending kita pergi dulu, tinggal aja mobil gue," kata Nafisa dengan ekspresi takut. "Mobil masih bisa dibeli, nyawa? Dijual di mana? Yuk, lari!"

Balqis pun menganggukkan kepalanya. Namun, saat ingin membuka pintu mobil, ada anak murid lain yang menyusul dan membatalkan niatnya.

"Nafisa, aku ga-" Mata Balqis membulat saat temannya sudah tidak berada di sampingnya. "Nafisa?"

Balqis menggerutu saat Nafisa lagi-lagi meninggalkan. Sampai sebuah pertanyaan melintasi kepalanya.

Kenapa Nafisa suka sekali meninggalkanku?!

***

Shaka menatap Adam dengan wajah datar. Shaka pikir, jika ia datang di siang hari, maka dia akan bertemu Balqis. Dari rumah, ia sudah berharap kalau Balqis yang akan melayani dirinya.

Kemudian, Shaka mengelengkan kepalanya. Merutuki dirinya yang sedang berharap pada manusia, bukannya Allah SWT. Matanya kemudian menatap Adam yang sedang memainkan ponselnya.

"Beli pu-"

"Assalamu'alaikum," kata Adam tiba-tiba.

Dengan polosnya, Shaka menjawab, "Wa'alaikumussalam."

"Bukan sama Abang," balas Adam. Tangan kirinya menunjuk ke ponselnya. "Kak Nafisa telepon, bukan Abang."

Shaka tersenyum tipis. "Tidak masalah. Toh, salam memanh harus dijawab."

"Kak, Kak Balqis di mana? Kok Kakak sendirian? Di pinggir jalan lagi," tanya Adam.

ShakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang