16 | Keputusan Shaka & Balqis

11K 1.8K 262
                                    

"Sebentar lagi, sedihmu akan menjadi sedihku, tangismu akan menjadi tangisku, dan bahagiamu adalah bahagiaku."

- Shaka-

🌟🌟🌟

Dua hari kemudian, tepatnya hari jum'at, Balqis mendapat kabar bahwa Shaka dan keluarganya akan datang untuk ke rumahnya. Balqis sempat bingung karena Shaka tidak mengatakan tujuannya datang, tetapi saat mengingat jawaban tentang keputusan taaruf kemarin, otaknya langsung bekerja.

Shaka akan melamarnya.

Selain itu, tidak ada pilihan lain yang bisa Balqis pikirkan. Sebab, tidak ada lagi masalah di antara mereka selain hubungan yang mengarah ke sana.

"Kak, yakin masaknya dibantu sama Kak Nafisa?" tanya Adam sambil melirik Nafisa yang sedang memeras kelapa.

"Ni anak udah lama gak kena tampolam gue, rindu?" tanya Nafisa. Tangannya yang basah karena santan ia tunjukkan ke arah Adam.

"Haha ... kasih ke abang-abang yang kemarin Kakak gandeng aja tangannya," jawab Adam.

Balqis melirik Nafisa. "Abang? Gandeng?"

"Gue dijodohin," jawab Nafisa.

Balqis mencari sirat kebohongan di mata Nafisa, tapi nihil. Nafisa sedang berkata jujur. "Dan nama cowoknya?"

"Alfi, kawanan si Shaka. Ada-ada aja memang. Zaman sekarang masih ada aja perjodohan, heran gue."

"Berdoa aja semoga dia baik," kata Balqis. Kali ini, tatapannya terus berfokus ke arah masakannya.

Setelah itu, Adam sesekali ikut membantu Balqis memasak. Sekarang, Rafi sudah bisa duduk di depan menjaga percetakan. Kumpulan koran yang belum sempat dibaca sudah menumpuk di salah satu pojok percetakan. Sebagai sahabat yang menemani pekerjaan Rafi.

Tiga puluh menit kemudian, azan Maghrib sudah berkumandang. Semua masakan yang sudah mereka siapkan di meja makan terpampang dengan sempurna. Rencananya, sesudah perbincangan selesai baru akan dipindahkan ke ruang depan agar makannya lebih enak.

"Gue beneran gak nyangka, akhirnya calon suami lo terungkap ke dunia," kata Nafisa saat mereka sudah selesai salat.

"Apalagi aku," balas Balqis.

"Lo kok bisa-bisanya sama Shaka?" tanya Nafisa. Wajahnya terlihat saat senang karena ingin tahu.

"Mana aku tahu. Intinya dia sering beli barang di sini, terus lanjut ke hubungan itu. Aku juga awalnya kaget, waktu di rumah sakit dia ngajak taaruf, dan waktu bicara kemarin, abi kelihatan senang. Ya udah, aku juga tidak benci padanya, tidak punya masalah juga. Agama juga sepertinya dia paham, tidak ada lagi alasan untuk aku menolak."

"Lo cantik, dia ganteng. Lo hangat, dia ada dingin-dinginnya. Sip, udah pasti. Anak lo nanti dispenser," ujar Nafisa sambil tertawa keras. Merasa lucu dengan ucapannya sendiri.

"Balqis, itu Nak Shaka dan keluarganya sudah sampai. Kamu siap-siap, gih," kata Rafi dari luar pintu kamar Balqis.

"Iya, Bi. Sebentar lagi Balqis keluar," sahut Balqis.

ShakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang