False

148 11 0
                                    

Maapin ya, sedikit ngaret dari jadwal semestinya. Moodnya lagi anjlok gegara teror bea cukai. Untung Tuhan masih melindungi, jadi nggak sampai ketipu banyak, cukup sebagai pelajaran aja. Jangan sampai gampang percayaan sama orang.

Any way...dilanjutkan saja kuy bacanya.

#####

“Lea, ikut kakak nengokin ibu nggak? Kalau ikut buruan” ucap Rea sambil menyiapkan kebutuhan sang ibu. Setelah pulang kerja, biasanya dia akan menjenguk ibunya di rumah sakit.

“Ikut” seru Lea berlari dari kamarnya menuju ruang tengah tempat sang kakak merapikan barang bawaannya. Lea berdiri di depan kakaknya. Ia sudah rapi dan siap pergi, adiknya ini masih kecil, umurnya baru 9 tahun tetapi pemikirannya sudah seperti orang dewasa apalagi, dandanannya sekarang ini, seperti gadis belasan tahun.

Rea terkejut mendapati adik kecilnya berdandan lengkap. “Kenapa pakai make up begitu? Emang mau ketemu siapa? Kan kita mau ketemu ibu, gih cuci muka” suruh Rea.

Bibir Lea mengerucut. “Enggak, nanti Lea mau ketemu teman Lea yang kamarnya di samping kamar ibu, terus mau ketemu dokter Alan” celoteh Lea centil.

“Dih, genit. Yuk berangkat. Kak Ricko mana?” Rea teringat adik pertamanya.

“Belum pulang, katanya mau nyelesaiin tugas di rumah temannya” Lea membantu membawa barang bawaan sang kakak.

“Ya sudah, kita berangkat berdua kalau begitu”

Mereka berdua akhirnya berangkat naik bus. Setelah 10 menit merekapun tiba di rumah sakit tujuan mereka. Seperti biasanya mereka menyapa setiap pegawai di rumah sakit tersebut, karena memang mereka sudah saling mengenal, bagaimana tidak? Ibu mereka dirawat di situ selama berbulan-bulan karena penyakitnya yang butuh pengawasan ekstra.

Rea dan Lea sampai di ruangan sang ibu. Lea berhenti di depan pintu. “Kenapa berhenti?” tanya Rea.

“Aku boleh main ke tempat temanku tidak? Dia dirawat di sini” telunjuk mungilnya menunjuk pintu di samping pintu kamar inap ibunya.

Rea melihat ada seseorang di dalam selain pasien, “nanti saja, dia sedang ada tamu”

“Tapi nanti aku boleh kan, main bersamanya?”

“Tentu saja” Ucap Rea. Lalu mereka masuk ke kamar menengok ibunya.

Di sisi lain, “maaf ya kak, gara-gara aku kakak jadi harus pura-pura jadi aku” Adit.

“Sudahlah, kita kan saudara. Lagian nggak ada ruginya juga mesti jadi anak SMA lagi, temennya nambah. Tapi, bentar lagi aku magang mungkin akan sering bolos nanti. Kamu harus cepet sembuh. Jangan keluyuran lagi. Dokter bilang kamu bisa pulang kalau jantungmu sehat” ucap Tyan.

“Siap bos” Adit menempelkan jemarinya ke kening membentuk tanda hormat. Walaupun di punggung tangannya masih tertempel jarum infus.

“Temenku nggak ada yang curiga gitu?” tanya Adit penasaran.

“Kita kan kembar identik, nggak ada yang nyangka kita tukar tempat. Lagipula sifat kita nggak jauh beda. Paling yang paham cuma si Putra. Oh ya, di kelas ada cewek yang naksir berat sama kamu. Tau kan cewek yang pelupanya melebihi penyakit alzheimer?”

Adit mengangguk, ia paham siapa gadis yang dimaksud. “Dia kemarin nulis surat cinta eh, tadi pagi nulis lagi terus bilang ini yang pertama kalinya. Parah dia” ungkap Tyan.

“Tapi dia yang selalu membantuku menyalin catatan untukku” ucap Adit.

“Betul, dia memberikan catatannya padaku. Dia juga memberiku lolipop atau coklat agar aku rileks dan nggak merasa tertekan, kata dia gitu”

“Mana lolipop dan coklatnya?” tanya Adit.

”Kumakanlah” sahut Tyan santai. Seketika ia mendapatkan pukulan dari Adit.

“Itu untukku kenapa kau yang makan?” Adit cemberut kesal.

“Naksir tuh cewek alzheimer?” tebak Tyan.

“Ck...panggil Kayla...dia punya nama yang bagus. Ngapain aja kakak hari ini?”

“Ketemu cewek yang sama dua kali dengan kejadian yang sama pula. Squishy pula” Tyan membayangkan kejadian yang telah dia alami.

“Apanya yang squishy?” Adit mengerutkan keningnya.

“Tadi nggak sengaja...”

Sebuah ketukan pintu menghentikan pembicaraan mereka. “Kak Adit, kau ada tamu? Wah....kak Adit ada dua?” cicit Lea membuka pintu kamar Adit.

Tyan menoleh ke Adit, “siapa?”

“Pacarku” sahut Adit pelan. Tyan tak percaya dengan ucapan sang adik yang mengakui berpacaran dengan bocah di bawah umur. “Sini Lea, kenalkan ini kakaknya kak Adit, namanya kak Tyan”

Lea berjalan mendekati ranjang Adit, ia mengulurkan tangan pada Tyan. “Wajahnya mirip squishy” ucap Tyan tersenyum menyambut uluran tangan Lea.

“Aku bukan squishy. Kembaran kakak sungguh tidak sopan” Lea mendengus dan duduk di samping Adit.

“Eh, anak kecil. Kamu juga harus sopan kalau tidak kakak bisa menikahimu nanti” goda Tyan.

“Sembarangan” pekik Lea.

“Kak Tyan, sudah. Jangan macam-macam sama tuan putriku. Gih sana balik, nyokap pasti cemas. Titip salam ya, buat nyokap di rumah”

Tyan mengangguk, “baiklah, aku pulang. Bye-bye bayi squishy” Tyan mengacak rambut Lea gemas. Lea mendengus menyingkirkan tangan besar Tyan.

Tyan kemudian pamit pulang membiarkan sang adik bersama teman kecilnya. Sedangkan Lea dan Adit memutuskan untuk bermain bersama di tempat biasa mereka berkencan. Perpustakaan rumah sakit.

“Baiklah, apa yang ingin Lea baca hari ini?” tanya Adit. Adit dan Lea tak sengaja bertemu, mereka awalnya seperti pertama kali Lea ketemu Tyan namun karena Dokter Alan kenal dengan Adit, Lea jadi penasaran dan mengenal Adit sampai sekarang.

Adit memiliki dua saudara kembar. Mereka seharusnya bertiga, Adit, Tyan, Dita. Namun saudari mereka Dita sering sakit, dan waktu Dita umur empat tahun Dita meninggal. Ketika ia melihat Lea, ia teringat dengan Dita adiknya. Oleh sebab itulah, mereka akrab sampai sekarang.

Lea menunjukkan salah satu buku, yang berjudul Ariel. Putri duyung yang ingin menjadi manusia. Adit membacakan cerita untuk Lea yang duduk di pangkuannya. Ia terlihat nyaman berada di dekat Adit.

Lea sejak kecil belum pernah melihat ayahnya, sedangkan kakaknya Ricko selalu sibuk dengan tugas sekolahnya. Ia tumbuh menjadi gadis yang mandiri. Ia akan merasa bahagia saat Rea mengajaknya ke rumah sakit, karena ia akan bertemu dengan Adit dan dokter Alan yang sangat menyayangi dirinya. Ia menganggap mereka berdua sebagai sosok ayah juga kakak laki-laki baginya.

Sedang asyik bercanda dengan Adit. Rea yang di ruangan sang ibu kebingungan mencari Lea yang pergi belum kembali juga. Ia mencari keluar, ia mengingat ucapan Lea yang ingin menemui temannya. Kepala Rea melihat ke dalam ruangan kamar milik teman Lea. Namun tidak ada siapapun di sana. Lea bertanya pada suster, mereka mengatakan tempat di mana Lea berada.

Rea berjalan menuju perpustakaan dan ia menemukan sang adik sedang tertawa bahagia berada di pangkuan pemuda dengan pakaian pasien. "Lea"

Lea dan pemuda itu menoleh. Tawa mereka terhenti. "Kakak" panggil Lea yang mengambur memeluk kakaknya.

Rea menatap pemuda di depannya. Ia mengingat pernah bertemu dengan sosok di depannya. Adit tersenyum menghampiri Rea. "Maaf, membawanya sampai ke sini. Ah...maaf ada..." Adit mengulurkan tangannya hendak mengambil label bekas tisu yang tak sengaja menempel di bahu Rea.

Tangan Rea tiba-tiba melayang ke arah pipi Adit dan memberinya tanda lima jari di sana. Adit terkejut mendapat tamparan tak terduga.

"Dasar cabul" pekik Rea.

Adit melepas label. "Eh?"

#####

Nah lho, yang cabul siapa yang ditampar siapa? Rea...

Rya pamit dulu...mo kencan sama Edfan *mulai gila*

Kakak Ngegas I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang