Trouble

203 11 7
                                    

Rea yang terpaksa turun tadi, harus rela berjalan kaki. Karena ia berhenti di halte bus yang sedikit lebih jauh dari yang seharusnya ia turun. "Gara-gara tuh bocah, aku harus turun di sini" gerutunya kesal.

Ketika berjalan, sebuah klakson mobil berbunyi. Rea menoleh ke sumber suara. Ia melihat senyum seseorang yang dikenalnya. "Tumben jalan kaki, kemana motornya?" tanya pria di dalam mobil.

Rea tersenyum. "Lagi dipakai adik gue" ucapnya lalu berpaling melanjutkan kembali jalannya.

"Udah gih sini naik, bareng gue" ajak pria berlesung pipi itu.

"Enggak, yang ada entar Yolla marah sama gue. Nggak mau gue nambah musuh, udah jalan sono", usirnya.

Pria di dalam mobil bukannya pergi ia malah menghentikan mobilnya. Ia membuka pintu mobilnya, lalu turun dan berjalan menghampiri Rea. Ia menarik lengannya untuk berhenti. "Yolla itu bukan siapa-siapa gue, udah ayo naik daripada lo telat, kena SP gimana?" ia menarik lengannya ke arah mobilnya berhenti.

Yang semula Rea menolak, namun mendengar kata SP ia langsung berhenti berontak. Ia menoleh ke arloji di tangannya. Kurang sepuluh menit sebelum jam kerjanya. "Bener, omongan lo. Okey, gue ikut daripada kena SP"

Dimas tersenyum, kemudian melepaskan tangannya dari Rea. Lalu membimbing Rea masuk ke mobilnya. Dibukakannya pintu untuk Rea masuk, setelah Rea masuk ia juga segera masuk dan melajukan mobilnya.

"Nanti turunin gue di depan lobi aja, biar Yolla nggak liat. Yolla kan biasanya turun di basement" pintanya

"Okey" terlihat Dimas menyetujui usulan Rea, ia sudah bahagia bisa satu mobil dengannya seperti ini. Pria ini memang sudah sayang mentok sampai ubun-ubun sama cewek di sampingnya tetapi ia belum berani menyatakan cintanya. Bagaimana tidak, dia terkenal dengan cewek galak sejuta umat, namun saat dia tersenyum bidadari dari surga turun ke bumi, katanya. *Lebay nih Dimas.

Rea menoleh ke Dimas. "Makasih, Mas" ucapnya.

"Nggak usah sungkan. Lo bisa bilang kalau butuh tumpangan. Gue bisa jemput" ucap Dimas menawarkan diri. Ia sebenarnya takut namun ia sudah membulatkan tekad untuk mendekatinya apapun resikonya.

"Makasih. Cukup hari ini saja. Gue beneran nggak mau nambah musuh. Lo kan yang naksir banyak, jadi mendingan gue jauh-jauh sama lo" ucap Rea terus terang, namun ketika melihat raut wajah Dimas yang sedikit kecewa dengan perkataannya, Rea merasa tak enak hati. Ia menghela nafas panjang. "Gue tau lo bermaksud baik, tapi gue nggak mau dengan kebaikan lo malah gue dapat musuh" jelasnya.

"Kalau kita pacaran gimana? Jadi nggak bakalan ada yang deketin gue lagi, jadi nggak bakalan ada yang musuhin lo nanti" kata-kata barusan meluncur bebas sampai Dimas tidak menyangka ia telah mengucapkannya.

"Gila lo. Itu malah makin banyak yang musuhin gue, sudah gue bilang lo yang naksir banyak" pekiknya. Tuh kan keluar galaknya.

"Tapi gue naksirnya sama lo" imbuh Dimas. Ia sudah terlanjur basah, ya sudah berenang sekalian.

"Iya ngerti, tapi...." Rea tersadar dengan ucapan Dimas. "Maksud lo?" Rea menatap Dimas.

Dimas menghentikan mobilnya, tepat di depan lobi. "Gue naksir lo, mau nggak kencan sama gue? Nggak perlu jawab sekarang, gih turun bentar lagi telat lho" ucap Dimas yang membuat Rea tersadar harus segera absent jika tidak mau kena SP.

Rea mengerjap, lalu membuka pintu. "Terima kasih tumpangannya" ucap Rea yang kemudian menutup pintu dan berlari menuju lobi, absent.

"Rea, naik apa lo, kog dari depan?" tanya Zizi.

"Nebeng temen" ucapnya sambil melenggang menuju kantornya.

"Besok ada anak magang, katanya cowok-cowok. Lumayan anak kuliahan" Zizi tersenyum girang masih mengekor di belakangnya.

"Buat lo aja, gue nggak minat sama b" sanggah Rea cuek.

"Ih, lo mah" Zizi suka sebel kalau sudah muncul sikap cuek si Rea. "Dimas mana ya? Ngapel dulu ah, sebelum keduluan sama Yolla. Bye Rea" Zizi melenggang mendahului Rea berbelok ke ruangan Dimas.

Rea hanya menggelengkan kepalanya. Namun ia teringat ucapan Dimas tadi yang mengajaknya pacaran. Dengan frustasi ia menghela napas panjang. Ia tidak ingin memikirkan hal yang kurang begitu penting di hidupnya. Ia memasuki ruangannya dan duduk di bangku kerjanya, memulai aktivitas dia seperti biasanya.

Waktu berlalu tak terasa sudah jam istirahat. Zizi menghambur masuk ke ruangannya. "Rea, makan yuk" ajaknya.

"Tunggu bentar" setelah men-save pekerjaannya ia meninggalkan meja kerjanya mengikuti Zizi.

"Lo tau nggak, Dimas bilang kalau dia sudah punya pacar. Lo nggak lihat tadi muka si Yolla, ngamuk dia...hahaha" Zizi tertawa lepas.

Rea tak habis pikir dengan sahabatnya satu ini, padahal dia biasanya memuja Dimas tapi sekarang dia bahagia mengetahui sang pujaannya memiliki kekasih.

"Dimas emang pacaran sama siapa?"

"Cewek yang dianterin tadi pagi, diturunin depan lobi. Lo nggak liat?"

Mata Rea membulat, ia teringat akan ucapan Dimas saat menurunkannya di depan lobi. "Maksud dia apa? Siapa juga yang mengiyakan? Kan kampret" ucapnya dalam hati.

"Dia ngomong nggak nama pacarnya siapa?" tanya Rea yang emosinya sudah di ujung tanduk.

"Tumben, lo penasaran?" tanya Zizi keheranan. Rea memalingkan wajahnya, pura-pura acuh. "Dia nggak ngomong sih siapa, cuma bilang dia punya pacar. Ck, walau dia gebetan gue, tapi gue bahagia kalau dia udah punya cewek yang penting bukan si cewek gatel, Yolla itu" jelasnya.

Rea menghela napasnya saat tau, si Dimas tidak menyebutkan namanya. Kalau Dimas menyebut namanya, bisa dia damprat tuh cowok.

"Oya, kata Okta anak magangnya ada yang cakep. Jadi pengen kenalan"

"Katanya besok?"

"Iya, mereka mulai magang besok. Tapi tadi ada yang datang, nyerahin surat. Katanya masuk bagian pemasaran tempat lo sama bagian lapangan mereka" Zizi menjelaskan semua yang dia tau.

Mereka kemudian menikmati makan siang mereka. Berceloteh tentang hal-hal yang membuat Zizi tertawa sedangkan Rea hanya menanggapinya dengan senyuman tipis.

Di sisi lain. Kerumunan karyawati sedang memandangi dua wajah baru yang hinggap di kantin kantor mereka. Dua pria muda itu sangat tampan dan muda tentunya, makanya mereka menjadi sorotan. "Ya ampun tuh anak cakep bener. Ini buat kamu" seorang karyawati memberikan sekaleng minuman kopi pada salah satu pemuda itu.

"Oh. Iya. Buat lo aja, Put" ia mengoperkan kaleng minuman tadi kepada pemuda di depannya. Karyawati yang baru saja memberikan minuman tadi, sedikit kecewa karena pemberiannya diabaikan.

"Makasih kak" ucap Putra tersenyum sungkan pada karyawati tadi. Karyawati tadi kemudian meninggalkannya dengan perasaan tak enak.

"Lo itu, sedikit peka kek. Tuh kakak tadi lagi cari perhatian sama lo. Lo malah asyik nguyah"

"Dih, gue ke sini mau makan. Lagian, dia kan cuma ngasih minum, gue masih ada nih segelas gede"

"Ya..ya...terserah lo" ucap Putra malas berdebat dengan sahabatnya satu ini. "Lo masih masuk tadi pagi?"

"Masuklah, lumayan tadi pagi dapat untung" sahutnya sambil tersenyum membayangkan yang dialaminya tadi pagi.

"Nggak capek apa?"

"Demi dia gue rela. Udah ah...gue mau balik. Buruan makannya jangan ngebac*t mulu dah"

"Iya...iya..."

Mereka menyelesaikan makan siangnya. Namun saat pemuda tadi berdiri, ia tidak sengaja menyenggol nampan Rea yang seketika menumpahkan sisa makanannya ke pakaiannya. Pemuda itu terkejut dan merasa bersalah dan seketika membantu membersihkan pakaiannya tanpa menyadari kalau tangannya bersalah.

"Maaf...maaf...nggak sengaja" tangannya berhenti tepat di dada Rea.

Kedua pasang bola mata itu bertemu. Mereka terlihat saling mengenal satu sama lain.

###

Kakak Ngegas I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang