[10] Bagian Sepuluh

313 26 1
                                    

+ONE

"Bang Handi-Handi itu Abangnya siapa sih?"

Aku terpaku mendengar pertanyaannya, hah dia bicara apa?

"Hah? gimana?"

Juna berdecak sebal menampilkan wajah datarnya yang tak lepas dari mataku sambil itu tangan kanannya merogoh saku celana jeans dan mengeluarkan benda pipih yang dulu milikku kini berpindah tangan menjadi kekuasaannya.

Menampilkan chat dari seseorang yang nomornya kusimpan, Bang Handi. Kakak kelasku, kami lumayan akrab sebab dulu sama-sama menjadi OSIS. Aku yang merupakan ketua humas seringkali mengkonfirmasi berbagai kegiatan lewat pesan singkat yang berujung pada curhatan kehidupan personal kami.

"Oh, Bang Handi. Kenapa dia?" begitu aku hendak mengambil HP yang ada di genggamannya Juna keburu meninggikan tangan, membuatku tak dapat menjangkaunya.

"Ih mau liat dulu," rengekku, pasti ada kabar atau kepentingan yang benar-benar mendesak hingga Bang Handi menghubungiku. Untuk sekedar berbasa-basi rasanya tak mungkin ia lakukan sebab kegiatan prakteknya sebagai siswa dua belas pastilah membuatnya tak akan sempat melakukannya.

"Kalo gitu bagi nomor kamu aja deh biar dia hubungin aku di HP kamu," tambah ku yang malah membuatnya mendelik kesal.

"Oh atau bagi nomornya dia aja sini," bukan mendelik lagi, Juna memiringkan kepalanya menatapku tak percaya. Tunggu, aku salah ya?

"Terus gunanya tuker HP apa kalo ujung-ujungnya aku kasih akses gitu aja?" tanyanya sewot begitu melihat aku ingin memasukkan nomor baru pada kontak HP.

"Harus di seleksi dulu ni orang," benar harus diseleksi, semua nomor yang masuk ke HP Juna yang kini kugunakan itu semuanya sudah dipilah dengannya. Yang mana dia menanyakan apa kepentingannya, hubungannya, riwayat-riwayat pertemanan yah pokoknya seperti mau apa lo ngechat Sena?

"Ya udah bales aja dulu jangan cuma di read aja, ntar aku di sangka sombong lagi."

"Sering chat sama dia buat apa sih? mana ada panggilan teleponnya lagi."

Kok Juna tau? selalunya sehabis chat atau panggilan dengan teman lelaki akan langsung ku bersihkan room chatku. Lalu sekarang dia tau darimana?

Sudah cukup Rakai saja yang di blokir oleh Juna sebab aku lupa membersihkan chat jangan sampai Bang Handi juga kena imbas kecemburuan Juna.

Posessive dan Protective Juna yang muncul kadang kala ini hal yang tak bisa kutangani, pada dasarnya ia bukanlah tipe pencemburu pada setiap teman lelakiku, mulai bertukar pesan, kerja kelompok di rumah, atau pulang diantar teman lelaki, semua itu pernah kulakukan bersama Bagas, teman sekelasku sewaktu kelas sepuluh. Juna yang tau itu bersikap biasa saja, tanpa ancaman atau gertakan setelah Bagas pulang.

Tapi sekalinya sifat kepemilikannya muncul, aku bingung untuk menyikapinya. Juna seperti punya intuitif, pemahaman atas situasi yang mengancam dirinya kuat, seolah tau bila di hadapannya ini adalah sebuah ancaman yang harus di singkirkan. Itu terjadi pada Reo, teman SMP yang aku tau menyukaiku, saat itu sedang di aula pertemuan reunian, atensi seluruh ruangan kepada kami bukan maksudnya pada Juna yang berkata 'Ngapain lu liat Sena gitu?' dengan nada sentakan dan sikap angkuhnya kembali menguarkan keintimidasian terhadap lawan bicaranya yang juga berhadapan denganku. Merasa suasana tak bagus aku sesegera menariknya keluar dari gedung pertemuan, kalau saat itu aku tak sesegera menarik nya keluar kupastikan Reo bonyok dibuatnya, jangan pikir aku tak melihat tangannya yang mengepal erat pada balik saku hoodienya. Huh lupakan itu.

"Bales? bales apa? jangan ganggu cewek gua! gitu ya." ujarnya dengan ekspresi tengil seraya mengetikkan pada layar HP, aku sesegera mungkin merebut benda yang di genggamnya.

Ini Saia !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang