Pukul 5 pagi Rehan terbangun karena merasakan dadanya yang nyeri dan juga nafasnya sesak. Dapat Rehan lihat jika sahabatnya masih tertidur lelap. Ia menoleh ke arah Nathan dan mengguncang bahunya. Berusaha sebisa mungkin tanpa membuat suara ditengah rasa sakit yang menderanya.
Nathan terbangun dan kaget saat melihat raut wajah Rehan, panik melanda tapi Rehan masih mampu mengisyaratkan agar dirinya diam.
"Se.....sak" bisiknya pelan tapi masih mampu untuk Nathan dengar.
"Chandra!!!" Teriakan Nathan tanpa menghiraukan peringatan Rehan mampu membangunkan semua orang yang berada dikamar itu.
Mendengar namanya diserukan membuat Chandra dengan sigap langsung tersadar dan mengarahkan pandangannya kearah tempat tidur dimana dapat ia lihat Nathan sedang membantu Rehan agar duduk bersadar pada sandaran tempat tidur.
Chandra langsung bergegas menuju nakas tempat Rehan biasa menyimpan obat-obatannya. Sedangkan Jeno membantu Nathan untuk melonggarkan pakaian Rehan. Leskara dan Jifan masing-masing memegang kaki Rehan yang terasa dingin, mencoba menyalurkan kehangatan.
"Tetap sadar Re. Gue mohon tetap sadar." Bibir Nathan merapalkan kalimat yang sama berulang kali, hingga Chandra datang dan meminumkan obat kepada Rehan.
"Nggak lo kasih aspirin Chan?" Tanya Jeno.
Chandra menggeleng lemah, "Hemofilia." Jawaban Chandra mampu membuat semua orang tertegun.
Melihat Rehan yang sudah mulai bisa mengatur nafasnya, kelima laki-laki itu menghembuskan nafas sedikit lega. Bersyukur karena setidaknya Rehan tidak sampai pingsan.
Bagi mereka (kecuali Chandra) ini adalah pertama kalinya mereka menangani Rehan yang mendapat serangan setelah beberapa tahun mereka tidak pernah melihat Rehan yang seperti ini. Tapi bagi Chandra ini adalah kejadian yang entah keberapa kali dan tidak ingin ia rasakan lagi.
"Maaf buat kalian panik." Rehan tersenyum tipis.
"Sejak kapan?" Jeno menyuarakan rasa penasarannya yang sempat tertunda tadi, mendengar satu fakta yang baru saja mereka ketahui.
Rehan menatap Chandra memberi isyarat agar dirinya saja yang menjelaskan.
"Keturunan dari Mamanya. Maaf gue nyembunyiin fakta ini dari kalian. Maka dari itu dari dulu gue nggak pernah biarin Rehan jatuh atau ngelakuin hal berat." Chandra menjelaskan dengan pandangan menatap keempat sahabatnya bergantian.
"Maaf ya. Maaf karena nyembunyiin ini dari kalian." Rehan menimpali dengan suara lemah.
Tiba-tiba saja Leskara langsung memeluk Rehan, terdengar sebuah isakan kecil membuat keempat orang yang lain juga memeluk Rehan, menyalurkan sebuah rasa syukur yang tak terucap.
"Nggak papa asal kamu tetap baik-baik aja. Jangan gini lagi. Kami takut." Nathan mewakili isi hati semua orang.
🍁🍁🍁
"Lo yakin mau nemuin Raina sekarang?" Tanya Chandra yang ketiga kalinya. Sementara Rehan hanya menjawab dengan deheman.
"Nggak nunggu besok aja? Muka lo udah kayak mayat hidup gitu yang ada Raina malah curiga o'on." Lanjut Chandra masih memperhatikan Rehan yang tengah membenahi pakaiannya.
"Udah lo hubungin belum Rainnya?" Bukannya menjawab justru Rehan balik bertanya.
Chandra merotasikan matanya jengah, "Udah. Gue udah atur semuanya. Termasuk penjelasan ke para barbie biar jadi urusan kita. Lo fokus ke Raina aja"
Rehan menoleh menatap Chandra yang tengah duduk di sofa kamarnya. "Mau dipeluk?" tanya Rehan tiba-tiba membuat Chandra terhenyak, Rehan tahu jika sedari tadi ada sesuatu yang membuat Chandra gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Rain || HUANG RENJUN
Fanfiction"Maaf aku hanya tidak ingin meninggalkan kesan menyakitkan. Karena seindah apapun itu perpisahan tetap saja menyakitkan. Hiduplah dengan baik Rain, aku mencintaimu." -Rehan