Rehan dan Raina sedang berada di rooftop apartement Rehan. Sengaja diatas karena Raina ingin menikmati pemandangan yang telah lama tidak ia temukan.
Yaitu langit malam, bintang dan Rehan.
Satu pemandangan dalam satu waktu yang selalu Raina suka. Bagi Raina bahkan saat hujan lebat pun jika disitu ada Rehan, Raina akan tetap menyukainya.
"Jadi apa pertanyaan hari ini?" Rehan membuka suaranya, merapatkan jaket yang Raina kenakan karena udara malam ini cukup dingin.
"Tentang masa kecilmu." Raina menatap manik coklat Rehan.
"Kamu udah tahu tentang masa kecilku." Rehan tentu tahu dengan jelas maksud Raina, tapi laki-laki itu memilih untuk menjawab salah.
Rehan melatih Raina agar berbicara secara terbuka hanya padanya, karena Raina terlalu terbiasa menutupi dirinya sendiri dari orang lain bahkan dari sahabatnya, gadis itu tidak akan pernah mengatakan apa yang ingin ia ungkapkan. Raina bukan pribadi yang akan mudah terbuka dengan orang lain.
Raina menghelas nafas, "Maksudku tentang kamu dan orang tuamu."
Rehan tersenyum tipis, pandangannya menerawang ke langit.
"Papa dan Mama menikah karena perjodohan, mereka bahkan tidak saling mencintai. Tapi ada saat dimana setiap Papa mabuk berat dan menjadikan Mama sebagai pelampiasan nafsunya. Sampai akhirnya Mama tahu kalo dia hamil aku, Mama tentu saja frustasi. Mama seorang wanita karir yang bebas dan jiwa sosialitanya juga sangat tinggi. Menurut Mama kehamilannya saat itu adalah bencana, suami yang tidak bertanggung jawab dan dia harus menanggung beban kehamilan sendiri, jadi dia berusaha menggugurkan janinnya dengan berbagai cara tapi janin itu masih bisa bertahan dan terlahir ke dunia." Rehan menjeda kalimatnya sebentar, mengais kembali memori kelam yang telah lama ia kubur dalam.
"Bahkan saat anak itu terlahir, Mama bahkan tidak ingin melihatnya dan Papa hanya datang untuk menitipkan anak itu pada pembantunya. Mereka berdua memang sepasang suami istri yang sah dimata hukum, tapi mereka hanyalah sepasang orang asing bagi diri mereka sendiri. Aku tumbuh hanya dengan Bi Imah dan Chandra. Mereka akan datang paling cepat 6 bulan atau satu tahun sekali untuk menemuiku, itupun mereka hanya berbicara dengan Ibu bukan denganku. Saat aku berumur 5 tahun entah karena apa, Papa tiba-tiba mendatangiku dengan gelagat ramah tapi menyeramkan, dia memaksaku menenggak sesuatu dan aku hanya menurut tanpa tahu bahwa kematian mengincarku kala itu. Perasaanku saat itu hanya senang karena Papa datang menjengukku, rasa bahagiaku karena kedatangan Papa membuatku lengah sampai akhirnya aku harus koma 3bulan diusia 5tahun."
Raina merapatkan dirinya kearah Rehan, menuntut tangan Rehan agar memeluknya sedangkan tangannya sendiri ia lingkarkan di pinggang Rehan. Seolah-olah dengan pelukan itu mampu menenangkan dan menguatkan Rehan.
"Apa yang bisa diharapkan oleh seorang anak yang bahkan kehadirannya dianggap sebagai bencana oleh orang tuanya sendiri, Rain? Saat terbangun dari koma Ibu dan Chandra langsung memelukku bahkan Chandra sampai menangis histeris, saat itu aku berpikir 'Ah setidaknya ada mereka berdua yang menyayangiku, jadi aku harus bertahan.' Mulai saat itu aku bertekad untuk berdiri dengan kakiku sendiri." Rehan merapikan sebentar anak rambut Raina yang berantakan.
"Diusia 10 tahun aku mampu menjual beberapa lukisanku, bahkan aku menyuruh Ibu untuk tidak lagi memakai uang yang dikirimkan oleh orang tuaku. Aku dan Chandra mampu membiayai diri kami sendiri, entah dengan menjual lukisanku atau kami kerja sampingan menyanyi di cafe. Sampai akhirnya kami bertemu dreamies saat masuk SMP, ternyata mereka juga seorang anak yang berada di situasi yang cukup sulit. Kami saling membantu dan bergantung satu sama lain."
Rehan mengeratkan pelukannya dibahu Raina, menyandarkan kepalanya diatas kepala Raina yang tengah bersandar di bahunya.
"Dulu aku pikir hidupku tidak adil. Tapi aku mengubah cara pandangku. Tuhan sangat adil, Dia memberikan cobaan sesuai porsi dan kemampuan umatnya. Dreamies adalah keluargaku yang lain selain Ibu dan Chandra. Jika bukan aku yang menopang mereka lalu siapa lagi, jika mereka terjatuh lalu siapa yang akan membantu mereka berdiri jika bukan aku. Maka dengan pemikiran seperti itu, aku harus lebih kuat dari sekarang, setidaknya hidupku berharga bagi orang-orang yang juga menganggapku berharga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Rain || HUANG RENJUN
Fanfiction"Maaf aku hanya tidak ingin meninggalkan kesan menyakitkan. Karena seindah apapun itu perpisahan tetap saja menyakitkan. Hiduplah dengan baik Rain, aku mencintaimu." -Rehan