BAGIAN DUA PULUH

971 86 11
                                    

Gua menatap nanar kedua tangan yang berada di atas paha gua. Satu jam yang lalu, Dokter memberitahukan kalau Jeongguk gak berhasil diselamatkan. Lelaki itu kehilangan banyak darah karena kedua kakinya yang koyak.

Gua cuma bisa terdiam, masih duduk di atas kursi depan ruang IGD. Air mata gua udah gak sanggup buat keluar lagi, tapi hati gua masih sangat sakit dan tidak terima dengan kenyataan ini.

"Gua telat, gua gak berhasil nyelamatin lo sayang," gumam gua lirih. Gua gak bisa berhenti mikirin kejadian tadi, saat mata gua menangkap pemandangan mengerikan itu.

Gua...

Udah gak bisa ketemu Jeongguk lagi sekarang.

"Gua udah kehilangan lo buat selamanya. Tapi, gua gak boleh sedih kan? Gua harusnya seneng karena lo udah gak sakit lagi sekarang, gak usah pake obat haram itu buat lupain rasa sakit lu, 'kan?" lanjut gua dan tanpa terasa air mata gua kembali mengalir dan kedua pipi gua yang udah merah banget.

Tangan gua meremat kaus yang ada di dada gua, berharap hal itu bisa mengurangi rasa sesak yang gua rasain karena gua harus kembali dihadapi dengan kenyataan, jika orang yang gua sayangi kembali diambil oleh Tuhan.

Gua udah kehilangan Ibu tepat di usia gua yang baru 7 tahun. Dan sekarang, sepuluh tahun dari itu, gua harus kehilangan Jeongguk.

Hidup terlalu bercanda sama gua.

"Gguk, lo sekarang pasti bisa ketemu sama Mama gua di sana. Lo bilang, mau minta izin macarin anaknya 'kan waktu itu? Lo sekarang bisa minta izin langsung sama Mama."

Tangisan gua semakin kencang saat mengingat kembali suara Jeongguk saat di rooftop beberapa hari lalu. Tutur lembutnya yang berbicara tentang keinginannya meminta gua langsung kepada kedua orang tua gua itu membuat hati gua terasa sangat nyeri sekarang. Bahkan, gua gak menyadari jika Ayahnya dan Jimin sedang melihat dan mendengarkan gua dari samping koridoor. Gua gak peduli sama semua itu.

Gua hanya...

Hanya ingin Jeongguk kembali...

Menepati janjinya untuk bertahan dan membangun keluarga kecil di bukit seperti yang kita impikan.

Gua hanya ingin Jeongguk tetap berada di sisi gua, bersama dengan gua dan selalu memeluk gua.

"Tae...." Jimin membawa tubuh gua ke dalam pelukannya. Gua tahu kalau dia berusaha buat nenangin gua walaupun suara tangisan miliknya tidak kalah kencang dengan milik gua.

"Jim, gua gagal selamatin Jeongguk. Coba gua lebih berani dan gak nungguin Ayah dulu buat masuk ke rumahnya, Jeongguk pasti masih ada sekarang," adu gua kepada Jimin seraya membalas pelukan itu tidak kalah erat.

"Gua gagal, gua gak akan bisa ketemu Jeongguk lagi sekarang," lanjut gua lirih.

Jimin terisak lirih serata mengeratkan pelukan di tubuh gua. Dia terlihat sama sedihnya dengan gua saat ini, gua tahu itu karena Jimin dan Jeongguk sudah cukup akrab setelah dia menjadi penanggung jawab lomba dance kemarin.

"Sstt... Jeongguk udah bahagia sekarang, ayahnya juga udah berhasil masuk ke penjara berkat ayah lo." Jimin berusaha menenangkan gua, memberikan beberapa tepukan lembut di punggung gua walaupun sebenarnya dirinya sendiri gak bisa nahan air matanya untuk terus keluar.

"Gua tau...," lirih gua lagi seraya memejamkan mata.

"Gua sayang Jeongguk."

Ya, gua amat sayang Jeongguk.

Gua sayang sekali dengan Jeongguk Alvarizi, lelaki tangguh yang baru menjadi pacar gua.

Tapi, gua harus ikhlas lepasin dia kan?

"Gua sayang lu Jeongguk... gua sayang banget sama lu."

"Gua juga sayang sama lu, Tae. Bangun dong jangan kayak gini, lu bikin kita semua khawatir," sahut Jeongguk.

Sebentar...

Jeongguk?

Bukannya dia ada di dalem ruangan itu?

Gua membuka kedua mata gua yang terasa sangat berat. Napas gua masih terasa berat dan gua juga masih sedikit terisak.

Kerumunan teman-teman gua seketika menyapa, dan Jeongguk di hadapan gua masih lengkap dengan jaket parka warna hijau yang tadi ia kenakan untuk pergi mengambil piala kejuaraan anak dance. Ia terlihat khawatir dan kedua tangannya terus menggenggam milik gua dengan erat.

"Jeongguk, lu gapapa? Kaki lu gapapa?!" teriak gua histeris.

Ini bukan halusinasi gua 'kan? Ini bukan mimpi 'kan?

"Yang! Ya Allah, lu kenapa sih? Jangan bikin gua khawatir, Tae!" ujar Jeongguk dan lelaki itu segera berdiri untuk menunjukkan kepada gua bahwa kakinya masih utuh dan sempurna.

Plak!

Gua menampar pipi gua sangat kencang, lalu menyesali hal itu karena sekarang pipi gua rasanya sakit banget.

"YA TUHAN!" teriak Lisa setelah melihat gua menampar pipi gua sendiri.

Jeongguk terbelak, ia segera mengambil tangan gua dan mengelus pipi gua yang terasa sangat sakit sekarang.

"Tae, gua tahu lu emang absurd. Tapi, plis jangan tolol kayak gini sayang. Pipi lu jadi merah banget," ujar Jeongguk khawatir. Dia tanpa malu mengecupi pipi gua lembut, mengabaikan tatapan kaget dari teman-teman kelas gua itu.

"Hell! Udah lah bubar aja kita, males banget liatin orang pacaran. Tae! Lu kalau mau tidur di kelas tuh makannya baca doa dulu, udah tau sekolah kita angker. Kesurupan lagi tidur kan lu, nangis kejer manggilin Jeongguk sampe cowok lu terpaksa kudu balik deluan padahal acara belum selesai," ujar Jimin seraya menjitak kepala gua.

Jadi... gua tadi cuma mimpi?

_____________

Halo! Maaf aku baru bisa update lagii. Kemarin kena writers block huhu sedih banget.

Ada yang kena prank gak?? 😏
Jadi, sebenernya kejadian kemarin itu cuma mimpinya Tae?

Makannya Tae, jangan suka tidur di kelas. Jadi kena getah kan kamu hahahah

Btw, aku kangen! Doain aku bisa aktif lagi di wattpad dan bisa tamatin semua ceritaku di sini, ya!

Makasih buat yang masih stay sampai sekarang di cerita ini. Aku sayang kalian!!

©Taetico

MARIPHOSA - KOOKV [18+] | DISCONTINUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang