Mamanya Adam terbangun dan merasakan perutnya tidak enak, lalu berusaha untuk duduk tapi kesulitan. Kaki yang terasa nyeri juga tangan yang tak sampai untuk menekan bel, membuat wanita itu sedikit frustrasi.
Di kamar itu dia sendirian, tanpa anak ataupun suami. Di jam segini, mereka masih berada di kantor. Wanita itu mencoba lagi, dan akhirnya berhasil menekan bel. Tak lama seorang perawat muncul dan membatunya ke kamar mandi. Ada perasaan risih ketika kegiatan pribadinya dilihat orang lain.
"Sudah, Bu?"
"Sudah, Suster," jawabnya sembari mengulurkan tangan untuk berpegangan, lalu dia kembali dituntun untuk berbaring.
"Kalau sudah semua, saya permisi ya, Ibu." Si perawat berpamitan lalu berjalan ke luar setelah memastikan semua baik-baik saja.
Mamanya Adam mengangguk lalu mencoba memejamkan mata. Perutnya terasa melilit karena menahan lapar. Baru saja dia hendak terlelap, ketika terdengar suara ketukan di pintu.
"Assalamualaikum."
Alena mengucap salam dan mengintip sedikit sebelum masuk. Tampak mamanya Adam terlihat sedang tertidur padahal sebenarnya hanya berpura-pura memejamkan mata. Wanita itu masuk dengan perlahan dan meletakkan beberapa box makanan di meja, lalu duduk di ujung bed pasien."Ma. Alen datang bawain makanan kesukaan mama," bisiknya pelan.
Sudah jamnya makan siang, karena itulah dia datang. Tadi wanita itu sempat melirik ada makanan dari katering rumah sakit yang belum tersentuh. Itu berarti mamanya Adam belum makan sama sekali.
Lama menunggu dan tidak ada respons, Alena berpikir mertuanya pasti sangat mengantuk, jadi dia tidak akan menggangu. Namun, ketika dia hendak berdiri menuju sofa, terdengar perurlt wanita paruh baya itu berbunyi cukup nyaring.
Alena sesaat tersentak, lalu mengulum senyum di bibir. Dengan cepat dia membuka ikatan plastik dan mengambil satu box makanan.
"Nasi uduknya enak banget. Baunya ha--"
"Mama mau!" potong mamanya Adam yang membuat Alena seketika menahan tawa. Dengan sabar, dia membantu sang mertua makan karena sebelah tangannya dipasang infus.
"Enak, Ma?"
"Enak, Len. Kamu beli di mana?"
Rasa gengsi mamanya Adam seketika luntur karena rasa lapar. Kebekuan hatinya mulai mencair, ketika melihat kesungguhan Alena selama merawatnya. Wanita paruh baya itu tak tahu bahwa sang putra memang sengaja pulang larut malam dan membiarkan Alena menemaninya.
"Di dekat rumah, Ma. Ayo dihabiskan. Biar Mama cepat pulih. Setelah itu, obatnya diminum." Dengan hati riang Alena menyuapkan sesendok demi sesendok, hingga akhirnya satu porsi habis dilahap sang mertua.
"Kamu belum dapat kerjaan? Tiap hari ke sini terus," tanya mamanya Adam memulai pembicaraan.
Alena menarik napas lega ketika mendengar itu. Suasana yang tadinya kaku, kini mulai mulai menghangat. Rasa canggung di antara mereka juga sedikit berkurang.
"Belum, Ma. Alen udah ngelamar ke beberapa perusahaan. Tapi sepertinya belum rezeki. Jadi, masih sabar menunggu," jelasnya. Tangan wanita itu mengambilkan beberapa pil obat dan segelas air putih.
"Mending kamu buka usaha sendiri. Jadi nanti kalau udah nikah bisa sambil ngurusin anak," saran mamanya Adam.
Alena kembali terdiam, speechless mendengar kata-kata 'menikah'. Kenapa tiba-tiba mereka malah membahas tentang itu?
"Belum tau, Ma. Alen juga masih ragu," lirihnya. Wanita itu kini tak berharap banyak. Jika memang restu tak didapat, mungkin dia akan memilih mundur. Ditolak berkali-kali membuatnya cukup tahu diri untuk tidak memaksakan kehendak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me & My Ex [Tamat/Cetak Buku]
Любовные романыAlena bertemu kembali dengan Adam, mantan suaminya pada suatu interview kerja dimana laki-laki itu adalah manager personalia di perusahaan tempatnya melamar. Mereka pernah jatuh cinta dan menikah di usia muda. Namun bercerai karena emosi dan ketidak...