4. Rencana

3.2K 210 5
                                    

"Tumben kamu pulang ke rumah."

Sindiran papa membuat Alena tersinggung. Wanita itu meletakkan sendok dan mengambil segelas air putih, lalu meneguknya pelan.

Hari ini Alena libur dan tiba-tiba saja rindu dengan kedua orang tuanya. Lebih tepatnya rindu akan transferan dari mereka.

Sejak Alena diterima bekerja, transferan dari papanya jarang muncul. Ada satu kali tetapi nominalnya kecil. Hanya cukup untuk makan siang wanita itu di kantor.

Sementara itu, Alena punya kebutuhan lain, yaitu ke salon dan melihat diskon gaun terbaru di beberapa butik langganan.

Lupakan liburan, tahun ini Alena harus mengigit jari melihat teman-temannya yang sedang jalan-jalan di luar negeri. Dia hanya bisa berdiam diri di apartemen, sambil memutar channel favorit yang akan ditontonnya di waktu senggang.

"Papa kok gitu sama anaknya," sungut Alena.

"Biasanya memang begitu, kan?" tanya laki-laki paruh baya itu. Dia menarik kursi dan duduk di sebelah putrinya.

"Alen kan libur kalau hari sabtu, Paaaa ...."

"Terus uang kamu habis?"

"Ih, papa tau aja. Gaji Alen kecil banget. Soalnya cuma dapat posisi administrasi. Mana cukup," keluhnya.

"Pantas kamu datang. Mau minta jajan rupanya. Kan udah ditransfer." Papanya mengambil piring dan mulai menyendok nasi.

"Sudah makan dulu. Jangan berdebat," kata mamanya menengahi.

"Cincin berlian Alen udah dijual satu buat bayar kartu kredit, Ma. Masa mau jual yang lain. Alen gak rela," rengeknya seperti anak kecil.

Papanya hanya bisa menggeleng melihat tingkah sang putri. Salah mereka juga karena terlalu memanjakan dari kecil. Alena anak satu-satunya, jadi segala yang diinginkan pasti dipenuhi.

"Ya gak apa-apa. Yang penting hutang kamu lunas. Jangan gesek lagi, tutup saja sekalian," saran Mama.

Sejak putri mereka berpisah dengan suaminya dulu, orang tua Alena sepakat untuk mengajari putri mereka agar hidup mandiri dan lebih hemat.

Sebenarnya dua orang ini juga tidak setuju akan keputusan itu. Namun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

"Kalau suka foya-foya, hutang numpuk, terus penghasilan gak bisa nutupin. Ya memang harus begitu, jual salah satu aset," kata papanya.

Nasihat yang ini justru malah membuat Alena kesal. Bukannya introspeksi diri, dia malah menyalahkan orang tua karena tidak mau membantunya.

"Harusnya papa bantu Alen. Uang papa kan masih banyak," katanya dengan bibir ditekuk.

Dua orang tua itu bertatapan dan kembali menggeleng.

"Gimana kerjaan di kantor baru?"

Mamanya bertanya mencoba mengalihkan pembicaraan. Mereka sedang makan siang. Jangan sampai jadi tidak berselera karena perbincangan tadi.

"Biasa aja sih, Ma. Aku juga masih adaptasi."

Alena mengambil potongan ikan bakar kedua dan sambal yang banyak. Jangan dipikir ini buatan mama. Ini masakan si bibik.

Dulu mamanya sama hedon dengan sang putri, bahkan lebih parah. Karena itulah Alena mengikuti sifatnya. Namun, semakin bertambah usia, wanita paruh baya itu mulai berubah. Dia lebih suka mengikuti kegiatan amal dan organisasi yang bergerak di bidang sosial.

"Kalau kamu mau papa bantu setiap bulan, ya pulang ke rumah. Apartemen mau papa jual," kata laki-laki paruh baya itu dengan tegas.

Alena kembali menghentikan makan dan mengatakan keberatan atas keputusan itu.

Me & My Ex [Tamat/Cetak Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang