Senyum kusungging pada wanita paruh baya yang ada dihadapanku saat ini. Beberapa menit yang lalu, aku tiba di rumah ini dan disambut oleh beliau dan sopir. Ya. Rumah di mana aku akan bekerja. Beliau adalah Bu Asih, pembantu di rumah ini.
Langkah kuayun untuk mengikuti beliau masuk ke dalam. Rumah ini tampak besar dari arah luar. Halamannya pun luas. Rasa penasaran pada pemilik rumah ini hadir karena mereka tak menyambutku. Kata Bu Asih, Pak Erka sedang berada di luar kota untuk masalah pekerjaan.
"Bi Asihhhh!!!"
Aku terkesiap ketika mendengar suara seruan memanggil nama Bu Asih. Suara tangis bayi pun menyusul.
"Iya, Mbak!" balas Bu Asih dengan nada seru. Beliau menatapku dan menginstruksiku untuk mengikutinya.
Kami memasuki sebuah kamar. Seorang wanita muda, cantik, berkulit putih terlihat kesal. Pandangan kualihkan pada balita yang sedang duduk di atas ranjang dalam keadaan telanjang sambil menangis.
"Ada apa, Mbak?" tanya Bu Asih pada wanita itu.
"Mandikan Aurora! Aku kesal banget dipipisi dia!" Wanita itu masih terlihat emosi.
Apa dia istri Pak Erka? Tapi kenapa dia kesal saat dipipisi anaknya?
Kulihat, Bu Asih meraih tubuh gadis mungil bernama Aurora itu. Sepertinya, dia adalah balita yang akan kuasuh.
"Baby sitter Aurora sudah datang. Namanya Ajeng." Bu Asih mengenalkan aku pada dia, wanita yang marah saat dipipisi Aurora.
Dia mengangguk. "Syukurlah. Aku jadi bisa lepas dari Aurora. Kalian urus saja Aurora. Aku pusing," ketusnya, lalu beranjak pergi dari kamar ini.
Aku mengulurkan tangan pada Aurora yang sudah mereda dari tangisnya. Dia hanya menatapku tanpa ekspresi sambil menyandarkan kepalanya pada dada Bu Asih.
"Sekarang waktunya Aurora mandi. Tolong pegang Aurora. Saya mau siapkan air mandi untuknya." Bu Asih memberikan tubuh Aurora padaku.
Aurora menolak, tapi Bu Asih memaksa agar Aurora mau. Rasa tak tega dalam diri ini pun hadir. Tangis pun kembali pecah. Aku berusaha membuat Aurora nyaman agar dia mengenalku. Akhirnya tangis Aurora mereda saat aku membawanya ke arah jendela. Anak-anak suka dengan pengalihan. Aku masih berusaha membuat Auora nyaman.
"Airnya sudah siap. Kamu bisa mandikan dia di dalam kamar mandi. Saya akan menyiapkan baju buat Aurora."
Pandangan kualihkan pada sumber suara. Bu Asih sudah selesai menyiapkan air mandi untuk Aurora. Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Ini tak terlihat seperti kamar mandi. Bahkan lebih bagus dari kamarku di kampung. Semua sabun sudah tersedia.
Aku memastikan air yang akan digunakan untuk Aurora mandi. Masih terasa panas. Kutambahkan sedikit air agar mengurangi kadar panas dalam air mandi Aurora. Setelah itu, aku memasukkan tubuh Aurora ke dalam air. Aku pun memulai aktivitas memandikan gadis kecil ini. Aurora terlihat nyaman. Dia suka dengan air. Ada kata-kata Lastri yang merasuk hati mengenai baby sitter sebelumnya yang sering ganti. Dilihat dari pekerjaan, aku rasa Aurora bukan tipe anak yang susah diasuh. Ah, entah. Mungkin ada alasan dari mereka ingin keluar dari sini.
Setelah selesai memandikan Auora, aku pun mengenakan pakaian padanya yang sudah disiapkan Bu Asih. Beliau pun menunjukkan tata letak keperluan Aurora di kamar ini dimulai dari pakaian, kamar mandi, dan apa pun tentang Aurora.
Kamar Aurora luas. Banyak sekali barang-barangnya di kamar ini yang belum terbuka. Sepertinya barang-barang itu kado dari teman atau saudara orang tua Aurora. Itu hal yang biasa.
Senyum kusungging setelah selesai mendandani Aurora. Dia terlihat sangat menggemaskan. Aku jadi teringat Lita saat kecil. Semua anak-anak menggemaskan.
Perhatianku teralih ketika mendengar pintu kamar ini terbuka.
"Bi Asih. Aku pergi. Lagian sudah ada dia, 'kan, jadi Aurora ada yang jaga. Bilang saja ke Erka kalau aku pulang kalau dia telepon dan nanya aku." Wanita itu pamit.
"Iya Mbak Velin." Bu Asih membalas.
Wanita itu kembali menutup pintu.
Ada banyak pertanyaan yang hadir dalam hati tapi aku berusaha meredam. Aku harus sabar, karena pertanyaan dalan hati akan terjawab sesuai berjalannya waktu. Menyadari jika aku baru beberapa menit yang lalu tiba di sini.
Sambil membuat Aurora nyaman, Bu Asih mengajakku untuk menunjukkan apa saja yang ada di rumah ini termasuk tempat tidurku. Rumah ini cukup luas. Hanya ada satu pembantu yaitu Bu Asih.
Tatapanku tertuju pada foto pengantin yang menghiasi dinding ruangan keluarga. Aku menduga jika foto itu adalah kedua orang tua Aurora. Tapi wanita dalam foto itu tak seperti Mbak Velin, wanita yang tadi pagi dipipisi Aurora. Lalu dia siapa?
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Aurora sudah tertidur dalam gendonganku. Aku bergegas menuju kamar Aurora untuk menidurkan gadis kecil ini di kamarnya agar aku bisa melakukan pekerjaan lain.
Aku keluar dari kamar Aurora setelah selesai membuat gadis kecil itu pulas di tempat tidurnya. Kuraih tas milikku yang masih tergeletak di ruang tengah.
"Bu Asih. Aurora sudah tidur. Aku mau ke kamar buat naruh pakaian sekalian mau mandi," kataku padanya setelah tiba di dapur.
Beliau hanya mengangguk. Aku pun bergegas menuju kamar yang akan menjadi tempat tidurku, dan sebelumnya sudah ditunjukkan Bu Asih. Aku mengempaskan tubuh di atas ranjang. Kamar ini bahkan lebih bagus dari kamarku di rumah ibu padahal ini kamar pembantu.
Kepala kugelengkan. Aku harus segera merapikan baju, lalu mandi sebelum Aurora bangun dari tidurnya. Aku harus memanfaatkan waktu yang ada. Jangan santai-santai karena sekarang aku bekerja, bukan mengasuh anak sendiri.
***
Update terakhir di sini, ya.
Untuk selengkapnya bisa ke KBM App.
Sampai jumpa di sana.
Jangan lupa follow aku dan langganan cerita ini di sana.
Aku tunggu!Ini sosok Pak Erka, majikan Ajeng, Duren Sawit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Rujuk!
AléatoireRujuk? Apa tidak salah? Setelah dia menceraikan aku tanpa alasan jelas, menelantarkan anak kami, lalu memilih wanita lain dan bersenang-senang dengannya, tapi sekarang minta rujuk setelah aku bahagia dengan kehidupanku saat ini dan dia sudah tak pun...