Mata kukerjapkan saat tidurku terjaga. Kuusap mata sambil beranjak duduk. Pandangan kuarahkan pada tempat tidur Aurora. Mata kembali kukerjapkan untuk memastikan karena Aurora tak ada di tempat tidurnya. Mataku membuka lebar. Aurora memang tak ada di sana. Aku bergegas berdiri. Seketika panik melanda. Tatapan kualihkan pada sekitar. Tak ada Aurora. Kaki kugerakkan dengan cepat menuju kamar mandi. Nihil. Aku menyusuri setiap kamar ini, tapi hasilnya tak ada. Aurora tak ada di kamar ini.
Ke mana Aurora? Tempat tidurnya tinggi, jadi tak mungkin dia bisa turun. Lagipula dia belum bisa jalan. Berdiri pun belum seimbang. Tapi dia ke mana? Tak mungkin keluar dari kamar ini.
Aku bergegas meninggalkan kamar ini untuk menemui Bu Asih. Ini masih jam empat pagi. Anak seumur dia biasanya jam seperti ini masih pulas tidur. Sambil berjalan menuju kamar Bu Asih, aku mengedarkan pandangan ke ruangan yang kulalui, berharap menemukan Aurora. Sosok Aurora masih belum kutemui.
Tangan kugerakkan untuk mengetuk pintu kamar Bu Asih, tapi gerakanku terhenti ketika mendengar suara orang sedang mandi. Perhatian kualihkan pada sumber suara. Suara itu berasal dari kamar Pak Erka.
Apa Pak Erka sudah pulang?
Bisa marah besar kalau beliau tahu anaknya tak ada di semua tempat. Aku bergegas mengetuk pintu kamar Bu Asih sambil memanggil namanya. Rasa takut, panik, dan khawatir bercampur aduk di dalam hati. Bu Asih masih belum ada tanda-tanda bangun.
"Bu Asih!!!" seruku dengan nada panik.
"Ada apa, Jeng?"
Jantungku terasa seperti akan copot dari dalam dada ketika mendengar pertanyaan Bu Asih. Tubuh kubalikkan. Ya. Beliau tak ada di kamar, tapi di belakang tubuhku.
"Bu. Aurora nggak ada di kamar pas aku bangun. Aku sudah cari-cari tapi nggak ada." Akh mengadu.
Bu Asih menahan tawa mendengar ucapanku. Di saat aku panik, tapi dia tertawa. "Aku serius, Bu," lanjutku.
"Aurora ada. Dia diambil ayahnya saat kamu tidur." Bu Asih menimpali.
Aku bernapas lega mendengar ucapan Bu Asih. Seketika tubuhku lemas. Pagi pertama di rumah ini membuatku panik dengan kehilangan Aurora. Dan aku merutuki diri sendiri karena tak terjaga saat Pak Erka mengambil Aurora. Aku pun tak tahu jika Pak Erka akan pulang pagi ini.
"Lain kali, kamu harus hati-hati. Pak Erka nggak suka baby sitter yang ceroboh dan malas kerja. Dia sangat hati-hati mengenai Aurora," jelas Bu Asih.
Kepala kuanggukkan. Mulutku bahkan tak sanggup bicara karena masih ada sisa-sisa panit dalam diri ini.
"Ya sudah. Saya mau kembali lagi ke tempat cuci baju. Kalau butuh apa-apa tanya saja. Jangan panikan di sini, Jeng." Bu Asih mengingatkan.
Hanya bisa kembali mengangguk. Bu Asih berlalu dari hadapanku. Napas kuhela, lalu beranjak menuju kamarku. Aku harus lebih ekstra waspada. Jangan panik. Dan yang utama jangan ceroboh. Aku bersyukur karena memiliki patner kerja seperti Bu asih. Beliau sabar memberi arahan dan apa saja yang tidak boleh aku lakukan.
***
Aku up lagi biar kalian makin penasaran. Hahaha ...
Yap. Ini pasti yang terakhir berpisah dengan kalian di sini dalam cerita ini. Tapi masih berlanjut di KBM App, ya. Cerita ini di sana sampai end.Yukk ... yang kepo meluncur ke sana kalau punya aplikasinya. Yang belum punya bisa download dulu di Playstore.
Kisahnya makin seru karena Muklas minta rujuk lagi dan minta hak asuh Lita.
Heni gimana?
Itu dia. Makanya aku suruh stay di sana. Hehehe ...
Ya sudah, saya pamit ya, Gaes.
Buat kalian, selamat bertemu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Rujuk!
RandomRujuk? Apa tidak salah? Setelah dia menceraikan aku tanpa alasan jelas, menelantarkan anak kami, lalu memilih wanita lain dan bersenang-senang dengannya, tapi sekarang minta rujuk setelah aku bahagia dengan kehidupanku saat ini dan dia sudah tak pun...