17. Flashback

4 2 0
                                    







Sekarang Mattheo sedang berada di sebuah rumah yang sudah tak terpakai, terlihat dari beberapa barang barang yang sudah tak layak untuk dipakai. Di dalam rumah kosong ini, ia tak sendirian. Pemuda tampan itu bersama dengan pemuda tampan lainnya, yang sepertinya lebih muda beberapa tahun dengannya.

Pemuda itu ialah Reno, saat ini Reno sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang yang untungnya masih bisa dipakai. Terlihat juga banyak luka lebam yang hampir ada di sekujur tubuhnya. Seperti habis bergulat, karena Mattheo juga terlihat banyak luka lebam di wajah dan lengan kanannya.

Mattheo mengusap lembut dahi sampai puncak kepala Reno dengan sayang, "bangun, Ren. Papi kangen kamu... apa kamu tidak capek tidur terus?" ucapnya sambil menatap Reno yang masih memejamkan matanya.

Memang Reno sedang terbaring tak berdaya, ia sudah terbaring sejak 2 hari yang lalu. Dan sampai saat ini belum sadarkan diri juga. Mattheo sudah memberitau beberapa anak buahnya untuk mencari bantuan, tetapi sampai sekarang belum datang juga. Ia sudah pasrah saja, jika terjadi apa apa dengan Reno.

"Naya... sedang apa dia saat ini? Aku merindukannya..." ucapnya sambil memejamkan matanya, "...maafkan aku, mungkin saat ini kamu sudah melupakanku" lanjutnya dengan menundukan kepalanya. Tak lama ia kembali mengangkat kepalanya dan menatap kosong kedepan.








Sebelumnya Mattheo memang sedang bersama Naya, Lova dan Elang. Tetapi, mereka terpisah saat mendengar bunyi tembakan beruntun yang ingin menyelakai mereka tepatnya Elang dan Mattheo. Sampai akhirnya mereka bertemu kembali di ujung jurang yang curam, dan tak sengaja Naya menginjak dahan pohon yang sudah rapuh. Alhasil, dia akan terjatuh ke dalam jurang jika tak ditolong oleh Elang yang berada disampingnya saat itu. Elang menahan lengan Naya dan menariknya menjauhi jurang tersebut.

"Kak, lo gapapa?" tanya Lova khawatir, Naya hanya mengangguk dan tersenyum menenangkan.

"Sayang..." teriak Mattheo cemas saat melihat gadisnya hampir saja terjatuh kebawah sana jika saja tak ada Elang, "thanks, Lang" Elang mengangguk, memang ia tadi tidak ada di dekat gadisnya karena mengecek keadaan sekitar, ia memeluk Naya erat. Pemuda itu merasa bersalah saat tidak ada didekat gadisnya, "kamu gapapa?" tanyanya setelah melepas pelukannya. Naya menatap Mattheo dan menggeleng lemas, ia masih memegang kedua sisi pinggang Mattheo, tak ingin ditinggal.

Mattheo mengelus pipi Naya lembut, "its oke... ada aku disini, aku minta maaf ga ada disamping kamu tadi" katanya dengan rasa bersalah sambil menatap Naya lekat. Naya memegang tangan Mattheo yang ada dipipinya dan tersenyum manis menatap Mattheo, "aku gapapa... Sya"

Naya memejamkan mata saat Mattheo mencium keningnya, cukup lama Mattheo melakukan itu, lalu setelahnya ia menjauhkan wajahnya dari gadisnya. Gadis cantik itu membuka matanya kembali, lalu Mattheo membantu Naya untuk berdiri, dan mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju villa.

Seharusnya mereka bersenang senang, setelah acara pertunangan Naya dan Mattheo, setelah acara pertunangan itu Naya mengajak mereka bertiga untuk berjalan jalan disekitar villa. Tapi sayang, Naya dan Lova malah tertembak saat mereka ingin menyelamatkan Mattheo dan Elang.

"NAYA!"

"LOVA!"

Naya terjatuh dipelukan Mattheo tepat, dan dengan segera Mattheo berlari kearah mobilnya, lalu pemuda itu menancapkan gasnya menuju rumah sakit terdekat di sekitar villa mereka.

Setelah sampai di rumah sakit, pemuda itu segera membawa Naya kedalam dengan menggendong dan berteriak pada suster, ia letakkan keatas brangkar rumah sakit dan membantu para perawat mendorong brangkar tersebut keruang ICU. Di belakang ada Elang yang sepertinya baru datang, dengan Lova digendongannya.

Setelah kejadian itu dua bersaudara tersebut dinyatakan koma karena peluru tembak yang hampir mengenai jantung mereka. Dan mereka dibawa oleh keluarga mereka ke korea untuk segera ditangani dan pemulihan. Karena memang di Jakarta alat alatnya kurang memadai, akhirnya mereka dibawa ke Korea menggunakan pesawat pribadi milik keluarga Wijaya.











2 tahun kemudian

Dua gadis cantik itu sedang berada di bandar udara Internasional Incheon, Korea Selatan, bersama kedua orang tua mereka.

"Hati hati ya kalian, jaga diri baik baik. Ingat! Kalian baru saja pulih." ucap wanita paruh baya yang terlihat masih awet muda.

Gadis manis yang mendengar itu hanya menghela nafas pasrah, "plis deh bun, kita tuh udah ga apa apa..." gadis cantik disebelahnya menimpali. "Tau nih bunda lebay"

Sang bunda yang mendengar penuturan anaknya menoleh dan melotot kecil, "heh! Kamu ini, bener bener ya" ujarnya gemas dengan anaknya yang satu ini, yang membuat gadis cantik itu meringis kecil sedangkan pria paruh baya yang ada disebelah sang istri segera menenangkan.

"Udah sayang, tidah perlu khawatir. Mereka sudah besar, sudah bisa menjaga diri mereka masing masing. Apa kamu lupa? Jika mereka jago dalam hal beladiri..." katanya, lalu menoleh kepada kedua anaknya. "...ingat! Jangan buat aneh aneh selama di Indonesia."

"Yes Dad!" Ujar mereka kompak.

Pria paruh baya itu mengelus satu persatu rambut anaknya, dan berhenti di anak gadisnya yang suka sekali membuatnya khawatir. "Ingat pesan papi, Nay" ujarnya tegas yang diangguki gadis itu, "Papi tenang aja, Naya bakal selalu ingat apa yang papi sampain ke aku" katanya dengan senyum manis dibibirnya, Ignan mengangguk lalu mencium kening Naya dan gadis manis yang memang sedari tadi ada disamping Naya.

Nanan berjalan kearah Naya dan memeluk gadis itu, yang membuat gadis cantik itu terkejut dan tak lama ia sadar dan membalas pelukan sang bunda, bunda kesayangannya. "Jangan buat bunda khawatir lagi, Nay. Bunda ga mau kehilangan kalian, cukup kemarin saja kalian buat bunda jantungan! Bunda sayang kalian" ucapnya setelah cukup lama memeluk Naya. "Lova, jaga diri kamu juga ya sayang" ujarnya dan memeluk Lova.

Lova membalas pelukan sang bunda dan tersenyum, "bunda juga, baik baik disini..." katanya setelah melepaskan pelukan dengan bundanya. "...pokoknya kalian harus dateng pas acara pertunangan aku sama ka Elang!"

Ignan dan Nanan mengangguk, "pasti sayang"



Setelahnya mereka segera menaiki pesawat yang sudah dipersiapkan oleh sang papi. Menuju Indonesia, negara yang memiliki banyak sejarah dan kenangan kenangan manis mereka bersama pasangan masing masing.

Mereka memang tidak tau takdir akan membawa mereka kemana, tetapi mereka akan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik. Semoga setelahnya, mereka dapat menjalankan kehidupan yang tenang dan lebih baik lagi dari sebelumnya.

IDOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang