Prolog

428 31 35
                                    

Di suatu hari, saat anjing-anjing kecil di peternakan sedang menggonggong membangunkan ayam, rumahmu sudah lebih ramai.

Orang-orang berbaju ninja hitam berdatangan dari arah timur. Mendahului fajar yang sebentar lagi melintas.

Satu ....

Dua ....

Tiga ....

Empat ....

Lima ....

En—

Satu tendangan dari mereka, menghancurkan pintu kayu lapuk rumahmu dengan mudah. Mereka berteriak, membangunkanmu yang sedang memimpikan kentang rebus manis.

Ayah sedang mengarahkan arit ke pintu saat kamu membuka mata, sementara ibu dengan tangan tremornya menjejalkan beberapa potong baju dan koin perak. Wajah mereka mengkerut takut dengan bola mata bergetar. Itu lebih buruk daripada saat kalian menerima kabar kalau ladang terserang hama.

Kamu tak sempat bertanya mengapa itu terjadi karena kakakmu dengan bergegas, menggendongmu dan menyandang gumpalan baju yangibu serahkan. Ibu berteriak, mencoba mengalahkan bising dari orang-orang itu. Dia menyuruh kakakmu untuk melompati jendela dan pergi kabur.

Sesungguhnya dia cumalah wanita tua yang mendambakan senja yang damai, sambil berharap anak sulungnya segera mendapatkan istri. Tapi rentetan kalimat yang disuarakan salah satu orang di balik pintu, membuatnya jatuh berlutut dengan air mata yang membasahi pipinya.

Di antara guncangan akibat lari kakak yang tak kunjung memelan, kau cuma bisa bergumam pelan, "Ukulelemu ketinggalan, Kak."

Sejak pagi buta itu, kau dan kakakmu tak pernah lagi bisa menatap wajah keriput ibu ataupun melihat pertunjukan ayah dalam merajut jaring untuk menangkap ikan.

Selanjutnya, cuma ada, "bertahan hidup" dalam kamus hidupmu.

"Ibu dan ayah ketinggalan, Kak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ibu dan ayah ketinggalan, Kak."
-Ruri Ozora-

HijauWhere stories live. Discover now