Sesuatu menggelitik kaki telanjang bocah bertudung coklat kusam yang sedang tidur. Rumput lembab dan kotor, bergoyang pelan saat angin berhembus sambil membawa beberapa daun waru yang mengering. Musim gugur sudah dimulai.
Bocah lain yang tampak lebih besar, tergeletak tak jauh dari bocah bertudung. Dia juga tertidur pulas. Tapi itu tak bertahan lama karena ayam sudah berkokok dan matahari akan segera melintas. Mata mereka bergerak pelan saat segerombolan chihuahua menyerbu dan menjilati permukaan kulit mereka.
Bocah yang besar, dengan segera bangkit dan menampik hewan-hewan itu. Matanya masih tertutup tapi dia memilih membuka mulut terlebih dahulu. Dia berseru, "Singkirkan boneka-bonekamu dari hadapanku, Celle!"
"Boneka tidak bisa menjilat," gumam bocah bertudung yang dipanggil Celle tadi. Dia berdiri dengan badan mungil yang tenggelam di tudungnya. Yang terlihat cuma sebatas lutut sampai telapak. Dia masih sama mengantuknya dengan bocah lainnya, memilih mengerjapkan mata sambil bergumam, "Piamaku melebar, apa-apaan baju besar ini?"
Angin kembali berhembus saat dia melihat sekeliling, dia menurunkan tudungnya untuk memperlihatkan rambut sebahu yang tampak berantakan. Dia perempuan. Dengan poni agak panjang yang menutupi sebagian besar penglihatannya. Tangan mungilnya yang sedari tadi tersembunyi di balik tudung, mulai menyingkirkan rambutnya ke samping. Membuatnya dapat melihat dengan lebih jelas.
Itu bukan kamarnya yang merah muda melainkan tempat di mana puluhan pohon menjulang di antara mereka. Daun-daun yang mulai rontok membuat sinar matahari bisa menembusnya. Menerangi kegelapan mereka dalam berpikir apa yang terjadi.
"Hei, kak, apakah kita tiba-tiba diculik sekelompok perampok dan dibuang ke hutan di selatan desa?"
"Kau makin gila," sahut bocah lainnya yang masih menutup mata sambil menguap beberapa kali.
"Buka matamu!"
"Tentu saja aku harus membuka mata! Aku harus sekolah."
Nyatanya, bocah itu lebih dulu tersentak sebelum melakukan sesuatu yang dia sebut "sekolah".
Matanya yang baru terbuka, bergulir liar, mendadak terasa sesegar embun pagi di rerumputan yang dia duduki. Dingin yang menusuk kulit terasa sangat nyata untuk disebut sebagai mimpi, pun suara chihuahua yang bergerombol menjauh dari mereka untuk menghilang di balik pohon. Dia cuma butuh sepersekian detik untuk mengetahui kalau mereka tidak berada di rumah yang nyaman dan hangat.
Wajahnya memucat, baginya yang menganggap kalau kamar adalah satu-satunya tempat teraman, tersesat di hutan seperti sebuah kemalangan besar.
Dia menoleh ketika mendengar gemeresik rumput, Celle, adiknya sedang berjalan ke arahnya. Memindai penampilan bocah itu, dia makin memutih saat menemukan fakta kalau rambut adiknya berubah jadi coklat. Lelucon macam apa ini? Dia ingat ini bukan tanggal satu April, ini juga bukan hari ulang tahunnya. Siapa yang repot-repot membuat prank semengerikan ini?!
Tangannya bergerak meremas rambut, dia mendadak pening setelah melihat omong kosong ini. Sesuatu menyapu pipi kirinya saat dia melakukan itu. Sejumput rambut, itu panjang sampai menyentuh bahunya, dan lagi, itu berwarna coklat.
Tidak! Tidak!
Guru BK tidak akan mentolelir ini bahkan kalau dia bercerita bagaimana seseorang membawanya ke tengah hutan dan mengecat rambutnya. Dia butuh rambutnya menjadi hitam dan pendek atau dia akan mendapat servis potong rambut yang sama sekali tidak memuaskan dari staf konseling.
"Kak Abra ...," panggil adiknya.
"Apa?" Dia menyahut dengan suara serak. Dia sebetulnya ingin menangis, tapi harga dirinya akan terancam anjlok kalau Celle melihat itu.
YOU ARE READING
Hijau
AdventureDi suatu malam yang berangin dengan rintik hujan yang tak berhenti menghantam atap rumah, Celle kedatangan tamu di kamarnya. Sang kakak yang mengesalkan dan hobi mengurung diri di kamarnya, akhirnya berhasil ditendang keluar dari sana. Atap kamarnya...