1. Terobosan baru

300 29 29
                                    

Selamat membaca (人 •͈ᴗ•͈)

Selamat membaca (人 •͈ᴗ•͈)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mama!"

Teriakan itu mengentikan gerakan perempuan berdaster cream yang sedang memotong bawang. Masih dengan apron yang melekat, dia meninggalkan pekerjaannya tanpa berpikir lebih lanjut. Kakinya melangkah cepat menuju kamar anak sulungnya. Wajah yang mulai dihiasi garis halus tanda penuaan, menampilkan kecemasan. Jarang sekali anak sulungnya itu berteriak sampai seperti itu.

Saat sampai, dia lantas membuka pintu.

"Ada apa, Abra?"

"Mama!"

Wajahnya yang tadi penuh kekhawatiran, kini melongo. Bagaimana tidak, ranjang sang anak basah kuyup oleh tetesan air dari lubang kecil di atap rumah.

Hujan memang sedang turun di luar sana.

Kamar itu segera menjadi bising saat kaki-kaki itu menapak panik. Sang mama sedang menyebar baskom, mangkok atau apapun yang bisa menadahi air yang mengalir. Sementara pemilik kamar berusaha menyelamatkan buku-buku dan pakaian yang menumpuk di ranjang, pun yang berserakan di lantai—dia adalah anak cowok yang pandai mengacaukan lemari untuk mendapatkan sepotong kaus kaki sesaat sebelum berangkat sekolah.

Mereka baru bisa terduduk setelah semua aliran air mendapatkan muaranya. Anak lelaki itu duduk di ambang pintu sementara sang mama selonjoran di lorong kamar. Dengan air yang menetes-netes dari ujung rambut, mata mereka meratapi keadaan ruangan itu.

Buruk.

Tumpukan pakaian telah berpindah ke lorong, dilapisi dengan karpet kecil supaya tidak kotor. Ranjang beserta seprainya sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Buku-buku bersumpelan di sisi lemari, satu-satunya tempat yang selamat dari bencana atap bocor.

Itu adalah hujan pertama sejak kemarau panjang, air yang tertadah berwarna kecoklatan. Melarutkan debu tebal yang sudah beberapa bulan mendiami atap rumah. Terkadang sehelai daun ikut terjatuh. Itu pasti berasal dari pohon mangga di samping rumah.

Mereka belum lepas dari letih saat suara lain yang lebih cempreng mengalun.

"Mama! Airnya tumpah-tumpah!"

Perempuan berjuluk mama itu bangun dengan tergesa, melompati tumpukan baju untuk mencapai dapur. Tangannya cekatan mematikan kompor, dia lupa sedang merebus air untuk mandi sore.

"Kakak kenapa, Ma?" tanya gadis berkepang satu yang sedang duduk manis di lantai dapur. Itu adalah dapur yang luas sampai-sampai kau bisa bermain sepeda di dalamnya. Dia terlihat sangat mungil disana.

"Kamarnya bocor." Dia menjawab sembari menuang air panas ke bak mandi.

"Wah! Itu terobosan baru, Mama! Bisa main hujan di dalam rumah. Aku mau!" Dia melempar boneka dan buku yang sejak tadi dipangkunya. Saat dia bangun, kakinya menendang gelas-gelas mini yang berbaris bersama berikut tekonya—yang juga mini.

HijauWhere stories live. Discover now