Bab 11

276 53 8
                                    

Omelan panjang menyertai, Gu Wei sampai menggunakan penutup telinga seraya mendengarkan musik. Ia duduk menghadap meja kerja, memeriksa beberapa laporan kesehatan pasien yang menjadi tanggung jawab pemuda itu hingga mendapatkan kesembuhan.

Liu Wei menarik kursi putar yang Gu Wei duduki, melepas earphone secara paksa yang menyumpal telinga sambil menarik hidung si pemuda manis dengan gemas. Umpatan mengiringi, tendangan kaki menjadi hal sia-sia ketika udara sebagai penyambut, kekasih Bai Li melebarkan kelopak mata, beranjak dari duduk ketika suara berisik masih saja mengalun tidak ada henti.

Gu Wei membuka pintu, mengabaikan suara sang rekan yang membuat gatal telinga, menuju kantin ketika jam makan malam telah tiba. Liu Wei mendesah kasar, menyambar dokumen pemeriksaan pasien, membawa langkah kaki pada kamar yang berisi orang-orang terbaring lemah.

"Dokter Liu." Suara anak kecil pemilik pipi gemuk menjadi hal pertama yang dokter itu dengar. Uluran tangan mulai menyambut, meminta sang dokter untuk memberikan pelukan.

"Hei, A-Fei, bagaimana kabarmu hari ini? Maaf, Dokter Gu sedang memiliki pasien khusus. Jadi, dia belum bisa mengunjungimu." Usapan pada kepala, membuat pasien kecil itu mengangguk lucu. Ia tersenyum, rasa rindu pada sang dokter, sedikit terobati ketika pemuda bermarga Liu itu menemani dengan senang hati.

Satu minggu lalu, pasien kecil tersebut telah menjalani operasi tahap dua setelah operasi tahap pertama untuk pemasangan pembuluh darah buatan dari jantung ke paru-paru. Tetralogy of Fallot merupakan kelainan jantung pada bayi. Gadis kecil pemilik senyum secerah binar, tengah berhasil berjuang dari rasa sakit hingga mampu melalui hari dengan semangat menggebu dari seorang dokter muda pemilik tahi lalat di bawah bibir.

Dokter bedah kesayangan beberapa anak kecil. Serupa memiliki mantra penenang di tengah ego tinggi ketika tengah berhadapan dengan sang suami. Liu Wei mengusap pipi si pasien kecil, mencoba memberi alasan terbaik ketika Gu Wei seperti manusia kerasukan hingga lupa tangung jawab.

"Apakah Dokter Gu benar-benar sibuk, Dokter Liu?" Netra itu terlihat berkaca-kaca, wajah kecil tersebut menunduk, jemari mungil meremas selimut karena menahan tangis.

Anak lugu, memiliki pemikiran dan rasa takut ketika beberapa hari lagi akan lepas dari ranjang pesakitan, berharap bertemu dengan si pemilik senyum manis dan memberikan sebuah pelukan.

"Aiya, Dokter Gu tidak menyukai ini! Sangat tidak suka! Bukankah A-Fei sudah berjanji untuk tidak bersedih?" Bersedekap seraya bersandar pada tepian pintu, memperlihatkan ekspresi marah dibuat-buat yang membuat si pasien kecil mengusap air mata seraya terkekeh-kekeh, Gu Wei mendekat, duduk di tepian pembaringan, menggeser paksa tubuh Liu Wei agar menjauh. Dokter Liu berdecih, mencubit kasar lengan kekasih Bai Li sambil meninggalkan kamar pasien sembari memeluk berkas data.

"Hah! Malam yang dingin dan tidak ada satu tubuh pun yang bisa aku peluk." Liu Wei melirik sekilas.

"Maka peluk tabung oksigen selama yang kamu mau, Liu Wei!" Kaki menendang angin sedang Gu Wei lakukan. Sepetinya, ia lupa ada anak kecil yang bisa saja meniru perbuatan tidak baik yang tengah ia lakukan.

"Ah, maafkan Gege, A-Fei. Anggap saja Gege lupa ingatan." Fei Fei menutup mulut dengan jari-jari mungil, menatap si empunya paras manis, lalu mengulurkan tangan dan meminta sebuah pelukan.

"A-Fei rindu Gege." Sang pasien lucu tengah memeluk Gu Wei dengan erat, menenggelamkan wajah pada dada kekasih Bai Li sambil memejamkan mata. Si kecil mulai berseloroh, menghabiskan beberapa menit dengan candaan dan juga cerita-cerita menarik dari sebuah buku yang disediakan pihak rumah sakit.

"Lalu, apa yang membuat A-Fei menyukai cerita itu?" Gu Wei memangku si pemilik tubuh mungil, mengusap rambut di kepala Fei Fei, mendaratkan ciuman lembut di pipi sembari mengusap-usap lengan kecil gadis tersebut.

Ego! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang