O4. Jadi Begini

620 132 50
                                    

Tadinya Naresh mengajak Lia dan Rena untuk duduk di bangku panjang depan kelas karena bel masuk belum berdering, sekaligus menunggu Giva dan Haidar yang belum kelihatan penampakannya. Nyatanya ketiga remaja itu malah sibuk sendiri. Naresh yang cuci mata sedang memantau adek kelas pemanasan di lapangan, Lia yang sedang streaming Penthouse, dan Rena yang sedang fokus mabar.

"HIH! Wifi sekolah lama-lama gue bakar ya!" kata Lia. Dia emosi karena nonton Penthouse ditambah wifi sekolah yang tiba-tiba bermasalah. "Ganggu orang lagi refreshing aja."

Naresh menyahut, "lo mau refreshing, nontonnya Penthouse? Ya lo salah!"

"Mending mabar," kata Rena.

"Mending cuci mata liat yang bening-bening," sambung Naresh, tak mau kalah.

"Kaca noh bening! Dimakan aja sekalian."

Rena dan Naresh yang adu mulut, membuat kepala Lia jadi berdenyut, pusing. Gadis itu langsung angkat bicara hingga membuat Rena dan Naresh jadi mengatupkan bibir, mengingat betapa menjiwainya gadis ini saat menjadi korban drakor.

"Lo berdua kalau nggak bisa diem beneran gue tendang dari Hera Palace ya!" ancam Lia.

Sudah hampir lima belas menit mereka bertiga duduk disini, tapi Giva dan Haidar belum datang juga.

"Giva ngapain sih lama banget di kamar mandi? Ngitungin air apa gimana," kata Naresh merasa bosan. Karena adek kelas yang dia liatin sudah pindah tempat olahraga.

"Giva bukan Mahen ya. Yang kalau liat benda gerak dikit aja diitung gaya, kecepatan, usaha, sama dayanya," balas Lia yang kini sudah tidak lagi menonton Penthouse. Agaknya dia lelah emosi.

Kemudian Naresh mengganti topik pembicaraan. "Terus itu si Haidar mana sih kok belum dateng. Udah mau bel padahal."

"Biasalah!!!" kata Rena. "Kayak nggak tau temen lo aj—"

"ASSALAMUALAIKUM KALIAN NUNGGUIN AKU NGGAK?"

"—ANJ!"




Ketiganya langsung terperanjat mendengar suara teriakan melengking milik Haidar, ditambah pemuda itu yang melompat secara tiba-tiba di depan mereka.

Rena menendang tulang kering Haidar hingga cowok itu terjatuh, lututnya mencium lantai lalu menimbulkan bunyi 'dug'. Menandakan bahwa sakitnya bukan main.

Haidar merintih kesakitan. "Aduh Gustiiii...Rena nggak bisa alus dikit apa jadi cewek. SAKIT NIH SAKIT!!!"

Rena yang disindir malah mencibir. "Makanya nggak usah sok-sokan lo. Untung aja gue nggak punya penyakit jantung, kalau punya...gue minta ganti rugi pake jantung lo."

"Nggak papa. Jantungku berdetak di tubuhmu pun aku rela, asal kamu bahagia." Haidar masih sempat-sempatnya menggoda. Membuat Rena jadi mendelik. "Ucapan adalah doa."

Haidar mencebikkan bibir, merasa seolah Rena mengaminkan ucapannya. "Bercanda doang loh...," katanya jadi menciut. Takut kalau ucapannya akan jadi kenyataan. Haidar benar-benar masih ingin menikmati hidup.

Merasa ada yang kurang, Haidar kemudian bertanya, "Kok kita cuma berempat?"

"Rendi sibuk ngurus ekskul. Giva lagi ke kamar mandi, belum balik daritadi," jawab Lia.

"Lah ngapain tuh anak di kamar mandi?" tanya Haidar.

"Ganti baju kayaknya, abis disiram kopi dia sama si Gavin."

"Hah kok bisa?" Haidar mendekat ke Naresh. Kalau sudah gibah begini cowok itu pasti antusias sekali.

"Gara-gara si Ezra tuh nggak sengaja nyandung Gavin waktu lagi dikejar Giva. Ezranya jatoh. Gavinnya kesandung, es kopinya kelempar. Giva yang lari di belakang  Ezra jadi kesiram," jelas Rena yang ikutan merapat.

We're the SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang