O9. Cepat Sembuh, Jangan Sakit Lagi

757 146 71
                                    

"Kenapa lo kesini?"

Giva meraih sebuah kursi di meja belajar, lalu menariknya mendekat ke salah satu sisi kasur besar Gavin. Gadis itu baru menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya sesaat setelah mendaratkan pantatnya di atas kursi.

"Bawain gitar lo," balas Giva. Kedua tangannya bergerak melepas tali ransel sekolah dari kedua bahunya lalu tali tas gitar dari bahu kirinya.

Gavin baru ingat bahwa kemarin dia menitipkan gitar barunya pada gadis ini. Pantas saja tadi pagi dia merasa ada barangnya yang hilang.

"Kenapa nggak ditaruh di sekolah aja?" tanya Gavin, masih penasaran.

Giva lantas menjawab, "justru kalau ditaruh di sekolah nanti bisa dimaling orang."

"Kok lo bisa tau rumah gue?"

"Dari dulu udah tau kali," celetuk Giva.

Kedua bahu Giva langsung menegak setelah menyadari ucapannya barusan. Jangan sampai Gavin tahu tentang asal muasal kenapa Giva bisa mengetahui letak rumah Gavin.

Giva akui, dulu dia memang bucin. Saking bucinnya, dia sampai bela-belain main ke rumah Naresh yang terbilang cukup dekat dengan rumah Gavin. Tujuannya ya cuma buat memantau aktivitas Gavin kalau lagi di rumah.

Kadang caper gitu lewat depan rumah berharap disapa tapi malah dianggap tak kasat mata.

Padahal gadis itu tahu kalau dia menyapa duluan mungkin akan disapa balik. Tapi hal itu tak mungkin terjadi, karena Giva termasuk tipe cewek bergengsi tinggi.

Itulah sebabnya, Giva malah menolak. Berlagak tak suka ketika sedang dipasang-pasangkan dengan Gavin.

Padahal mah, aslinya suka.

Dulu.

Tapi tenang saja, semua kejadian itu sudah menjadi masa lalu. Giva khilaf dan sangat menyesali kebucinannya.

"M-maksud gue, gue dulu pernah dikasih tahu Naresh kalau rumah lo di sini," ralat Giva.

Gavin bertanya lagi, "Terus kenapa lo nggak bilang dulu kalau mau kesini?"

"... Tiba-tiba banget. Gue nggak minta dibawain," lanjut pemuda itu.

Giva tersenyum kecut. Alih-alih berterimakasih, pemuda ini malah menghujaninya dengan berbagai pertanyaan. Harusnya dia bersyukur Giva mau mengantarkan gitar ini ke rumahnya.

Tapi kalau dipikir-pikir sejak kedatangannya tadi, Gavin terlihat banyak bicara dan bertanya ya. Tak seperti biasanya. Membuat Giva bertanya-tanya dalam hati. Dapat hidayah darimana pemuda ini?

Apa bener orang kalau lagi sakit tuh banyak omongnya?

Saking sibuknya memikirkan sikap pemuda ini, Giva tak sadar jika dirinya melamun sejak tadi.

Gadis itu segera mengerjapkan matanya agar kembali fokus. "Y-yaa lo sakit juga nggak bilang-bilang," katanya.

"Mana ada sakit yang direncanain," balas Gavin.

Tapi seenggaknya Gavin bisa memberi tahu sejak pagi kalau dia tidak masuk sekolah. Dengan begitu Giva tidak perlu susah-susah membawakan gitarnya ke sekolah, sampai harus mengantar gitar itu ke rumahnya.

Giva memilih diam karena tak tahu harus bicara apa lagi. Gadis itu ingin pulang, tapi tidak enak juga rasanya kalau datang kesini hanya sebentar.

Melihat semangkuk bubur yang hanya dibiarkan begitu saja di atas nakas, membuat Giva berinisiatif untuk bertanya.

"Itu bubur lo nggak mau dimakan?"

ah sialan!

Gavin mengumpat dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

We're the SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang