Part 1

861 63 1
                                    

Pekikan itu Jennie keluarkan, ketika dengan mudahnya Jimin menggendong tubuhnya dan membuatnya dengan erat memeluk pria itu. Sementara dirinya mulai membukakan pintu bagi keduanya untuk masuk, dan Jimin yang mengakhirinya dengan menutup pintu di belakangnya dengan satu kakinya.

"Apa aku tidak berat?"

"Ya, sedikit. Setidaknya gaun yang kau kenakan membuat berat badanmu bertambah."

Bukannya kesal akan hal itu, Jennie hanya tertawa pelan, mengundang pria yang baru saja berstatus sebagai suaminya itu pun ikut tersenyum.

Hening itu kini melanda, membiarkan waktu berjalan dengan keduanya yang saling memandang wajah satu sama lain. Tak ada kata apapun, karena masing-masing pikiran dari keduanya tengah membawa mereka untuk mengenang memori kisah cinta mereka hingga sampai ke jenjang pernikahan.

Dan begitu saja, kedua bibir mereka bertemu dalam sebuah ciuman yang begitu manis. Bahkan Jennie tak menolak ketika Jimin mendudukkan dirinya--entahlah, tapi Jennie merasa ia sedang di dudukkan pada sebuah meja saat ini.

Jimin melepaskan lebih dulu ciuman mereka, menarik Jennie agar berdiri dan membalikkan tubuh gadis itu perlahan. Membuat Jennie bisa melihat bagaimana pantulan keduanya di hadapan cermin rias saat itu.

Tak ada kata apapun yang keduanya keluarkan. Sementara Jimin memilih untuk merunduk, mendaratkan bibirnya pada leher Jennie setelah menyibakkan rambut gadis itu. Hal itu tentu saja membuat Jennie menahan nafasnya sejenak, melihat semua pemandangan itu dari cermin rias di hadapannya.

Oh, tentu saja. Jennie tahu apa yang pria itu inginkan sekarang. Disaat status keduanya sudah resmi saat ini, kesempatan itu akhirnya Jimin dapatkan malam ini.

Tujuh tahun yang telah mereka lalui, namun seks sama sekali tak pernah satu kali pun mereka lakukan. Memang terdengar kolot, tapi Jennie sama sekali tak akan mau melakukannya jika bukan dengan suaminya nanti.

Sementara Jimin bukanlah sekali atau dua kali menjalani kencan sebelum bertemu dengan Jennie. Dan tentu saja, seks bukanlah hal yang tabu baginya. Oh, pesona seorang Noh Jimin itu tentu saja tak bisa untuk dilewatkan. Bahkan ia bisa memilih sendiri gadis mana yang akan menjadi penghangat ranjangnya dan menghabiskan malam panas bersamanya.

Namun Jennie, gadis itu benar-benar terasa menantang bagi Jimin. Memang, ia akui di awal jika ia belum memiliki perasaan cinta itu. Pun sama halnya dengan Jennie. Keduanya saat itu hanya tertarik satu sama lain. Bahkan di tahun kedua hubungan mereka pun, belum ada kata cinta yang mereka ucapkan dari bibir mereka.

Namun, takdir memang tak pernah berbohong. Siapa yang akan menyangka jika keduanya akan berakhir di jenjang pernikahan? Jimin dan Jennie pun tak pernah berpikir hal itu hingga di tahun keempat mereka menjalani hubungan mereka.

"Jadi, apa aku bisa mendapatkannya sekarang?"

Jennie sempat menahan nafasnya, sedikit bergedik ketika bisikan itu Jimin berikan padanya sembari pria itu memberikan kembali kecupan di lehernya.

"Apa pertanyaan itu perlu untuk saat ini?" Lalu Jennie berbalik perlahan, mengalungkan kedua tangannya pada leher Jimin sebelum berjinjit dan memberikan kecupannya pada bibir pria itu.

"Aku hanya bertanya. Jika pun kau masih--"

"Noh Jimin..."

Ucapan Jimin tak sampai ia keluarkan, ketika Jennie kini menangkup wajahnya.

"Kau sudah diberi kesempatan saat ini. Dan jika kau melewatkan hal ini, maka tak akan ada lagi--"

Begitu cepat, Jennie bahkan sempat memekik karena ciuman yang Jimin lakukan padanya begitu tiba-tiba dan terburu. Namun gadis itu tetap membalas semuanya, meremat kerah kemeja yang pria itu kenakan.

it hurts ❌ jenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang