Part 11

255 26 6
                                    

"Dimana Jimin, nak?"

Ucapan itu mengalihkan perhatian Jennie, menatap pada Ibu mertuanya yang datang padanya.

"Ah, tadi dia bilang ingin mengisi daya ponselnya di kamar. Ada apa, eomeonim?"

"Ah, begitu. Tak apa. Hanya ingin bertanya saja. Tapi, apa aku bisa bertanya sesuatu padamu?"

Jennie mengangguk. "Tentu saja. Jika aku bisa menjawabnya, aku pasti akan melakukannya."

Ny. Noh memilih untuk lebih dekat dengan Jennie. Dan Jennie tak masalah dengan itu, mungkin pembicaraan ini akan sedikit bersifat privat bagi mereka berdua.

"Boleh aku tahu sejak kapan kau berteman dengan Mina?"

Jennie tak berpikir apapun tentang mengapa Ny. Noh harus bertanya hal itu. Tapi mengingat Mina adalah mantan kekasih dari Jimin mungkin saja sedikit membuatnya khawatir.

Senyuman Jennie terbentuk, menggenggam satu tangan Ibu mertuanya itu. "Eomeonim, apa kau sedang khawatir saat ini?"

Ny. Noh berhela saat itu. "Kau memangnya sudah tahu siapa itu Yoo Mina, hmm?"

"Eomeonim, jangan khawatir tentang apapun. Lagipula, hubungan Jimin dan Mina itu sudah berlalu. Mina itu juga teman yang baik, jadi tak ada alasan bagiku untuk khawatir saat ini."

"Aku hanya mengingatkanmu saja, Jennie. Kau tahu musuh yang paling berbahaya, bukan? Seseorang yang berada di sampingmu, yang bersikap menjadi teman baik tapi bersamaan dengan itu pula menusukmu dari belakang."

Jennie hanya tertawa pelan menanggapinya. "Baiklah. Aku akan mengingat itu semua. Terima kasih, eomeonim. Maaf, aku harus pergi dulu sebentar."

Ny. Noh hanya mengangguk, menatap pada Jennie yang sudah pergi dari sisinya. Berharap sekali jika pernikahan putranya dengan Jennie akan baik-baik saja ketika Mina saat ini secara tak langsung berada di antara keduanya.

.

.

Jennie melirik pada jam tangan yang melingkar pada pergelangannya saat ini. Merasa jika Mina sudah terlalu lama pergi untuk seseorang yang ingin pergi ke kamar kecil. Takutkan terjadi sesuatu, Jennie memilih untuk beranjak.

Namun langkahnya sempat terhenti, melihat Jimin yang berjalan terburu ke arah yang sama dengannya. Sekilas Jennie juga sempat melihat raut wajah Jimin yang begitu dingin--entahlah, Jennie tak tahu mengapa Jimin bisa terlihat begitu marah seperti itu.

"Kau tahu musuh yang paling berbahaya, bukan? Seseorang yang berada di sampingmu, yang bersikap menjadi teman baik tapi bersamaan dengan itu pula menusukmu dari belakang."

Jennie menggeleng dengan cepat ketika ucapan dari Ny. Noh tiba-tiba saja terlintas di pikirannya. Tak ingin berpikir buruk apapun untuk saat ini dan memilih untuk melanjutkan langkahnya mencari Mina.

"Aku sudah mengatakan padamu, bahwa kita berakhir. Itu berarti, kau harus menjauh dariku. Dan itu juga termasuk dengan Jennie."

Namun lagi-lagi, ucapan itu membuat Jennie menghentikan langkahnya ketika mendengar suara tak asing itu. Dan benar saja, itu suara Mina, dan Jimin berdiri di hadapannya--membelakangi dirinya yang memilih untuk bersembunyi di balik dinding dan melihat keduanya.

"Aku dan Jennie hanya berteman."

"Berteman? Kau yakin? Tidak ada rencanamu yang ingin mencelakai Jennie dan bayi kami agar kau bisa mendapatkanku kembali?"

Jennie tak sadar jika dia baru saja mengepalkan satu tangannya. Namun ia masih belum berani untuk menampakkan dirinya--masih ingin mendengar apa saja yang sebenarnya tak ia ketahui selama ini.

it hurts ❌ jenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang