Part 9

309 35 2
                                    

Hay hay hay, maafkan aku yg baru update. Moodku buat nulis lagi turun, ditambah brain-freeze. Jdi tolong kasih jejak yg banyak, krna klo gk gitu makin jatuh moodku buat update 🤭🤭

.
.
.
.
.

Jennie terkesiap, namun hanya menghela nafasnya ketika mengetahui jika Jimin baru saja memeluknya saat ini. Dan hal itu hanya membuat Jennie memilih untuk menyandarkan punggungnya, berusaha untuk membuat dirinya sendiri nyaman dalam pelukan mereka.

"Memikirkan sesuatu?" Tanya Jimin, memecah keheningan di antara keduanya sebelumnya.

Jennie tak terkejut sebenarnya akan pertanyaan itu, karena keberadaannya di balkon kamar mereka saat ini memang untuk menenangkan diri dari berbagai macam pikiran yang bertumpuk di kepalanya.

Namun alih-alih menjawab, Jennie hanya menggeleng sembari berhela. Dan tentu saja hal itu tak membuat Jimin begitu puas. Perlahan mulai membalikkan tubuh Jennie agar keduanya bisa berdiri berhadapan.

"Jika memiliki masalah, kau harus menceritakannya apapun yang terjadi."

Jennie yang saat itu tengah merunduk kini mendongak untuk menatap pada Jimin. Dirinya tentu ingat sekali jika ucapan itu adalah ucapannya yang dulu ia ucapkan pada Jimin.

Melihat keterdiaman Jennie sebenarnya cukup membuat Jimin menjadi kalang-kabut. Apa mungkin Jennie memikirkan tentang Mina? Atau memiliki pemikiran buruk tentang keduanya setelah mengetahui jika dirinya dan Mina pernah menjalin hubungan saat di sekolah dulu?

"Baiklah jika kau merasa belum mau untuk menceritakannya. Tapi kau ingat, kau selalu memilikiku ketika kau membutuhkan seseorang."

Jennie menarik senyumnya, tentu saja tersentuh dengan ucapan dari Jimin. Sementara Jimin setidaknya bisa sedikit bernafas lega, melihat kembali senyuman dari wanita tercintanya. Mengecup bibirnya sekilas lalu beralih pada keningnya--walaupun ia tetap tak bisa menghilangkan ketakutannya akan Jennie yang mungkin saja memikirkan tentang Mina.

"Ayo masuk, udara semakin dingin. Aku tidak mau jika kau sakit, karena itu akan mempengaruhi bayi di dalam kandunganmu juga."

Jennie hanya mengangguk, pun dengan keduanya masuk ke dalam kamar mereka. Berbaring di atas tempat tidur dengan Jennie yang memeluk Jimin, merelakan satu tangannya menjadi bantal bagi istrinya itu dan menarik selimut bagi keduanya.

"Selamat malam. Mimpi indah, hmm?"

Jennie kembali hanya tersenyum membalasnya, mulai menutup kedua matanya dan menyamankan dirinya dalam pelukan Jimin. Sementara Jimin yang melihatnya menarik segaris senyumnya, sebelum ikut menutup kedua matanya untuk terlelap.

.

.

"Maafkan aku. Apa aku terlambat?"

Jennie mengalihkan pandangannya, melihat Mina yang datang dan duduk pada kursi di hadapannya.

Menggelengkan kepalanya dengan tersenyum, sebelum akhirnya menjawab. "Tidak juga. Aku baru saja datang."

"Syukurlah kalau begitu. Oh, ya. Kau bilang ingin mengatakan sesuatu padaku. Ada apa?"

Jennie dan Mina mengucapkan terima kasih mereka, ketika salah satu pelayan meletakkan masing-masing minuman di hadapan mereka--tentu saja karena Jennie telah memesan sebelumnya. Jennie sempat berhela saat itu, sebelum akhirnya memulai pembicaraan.

"Kau tahu bukan beberapa hari lagi Jimin akan berulang tahun?"

Mina sempat terdiam, bingung pula tentang mengapa Jennie mengajaknya bertemu dan kini mengatakan hal itu. Namun Mina tetap menarik segaris senyumnya, mengangguk setelahnya. "Hmm. Aku tahu."

it hurts ❌ jenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang