EPILOG

134 14 0
                                    

Suara alarm yang berbunyi dengan cepat membangunkan gadis kecil itu dari lelapnya. Senyum di wajahnya terbentuk, melirik pada kalender yang ia pajang di atas nakasnya. Menatap pada sebuah tanggal yang sudah dilingkari oleh dirinya sendiri.

"Hari ulang tahunku!" Ucapnya dengan begitu bersemangat.

Tubuhnya dengan cepat turun dari atas tempat tidurnya. Berlari ke kamar kedua orang tuanya yang letaknya tak jauh dari kamarnya sendiri. Membukanya dengan cepat pula dan berlari begitu saja untuk naik ke atas tempat tidur dan berada di tengah kedua orang tuanya.

"Appa, eomma, ayo bangun. Hari ini adalah ulang tahunku."

Tak ada respon dari mereka. Dan hal itu sama sekali tak menyurutkan semangat gadis kecil itu.

"Appa, ayo bangun. Kita harus pergi ke taman hiburan." Ucapnya, mencoba untuk membangunkan Ayahnya.

"Eomma, ayo bangun. Bantu aku untuk berias agar menjadi cantik." Kali ini ia berpindah pada Ibunya. Dan lagi, tak ada respon apapun dari keduanya.

Gadis kecil nampak mengerucutkan bibirnya--tanda kesal karena tak mendapatkan respon apapun dari orang tuanya. Dan sudah berniat untuk turun dari atas tempat tidur.

Tidak sampai suara tawanya kali ini terdengar, ketika Ayahnya dengan cepat menarik tubuhnya untuk berbaring kembali dan menggelitiki tubuhnya, diikuti oleh Ibunya yang ikut melakukan hal yang sama.

"Appa, eomma, hentikan. Ini geli sekali!"

"Siapa yang sedang berulang tahun hari ini, hmm?"

Gelak tawa itu masih gadis kecil itu keluarkan. Terkadang menerima kecupan manis dari Ayahnya yang begitu gemas dengan putrinya itu.

"Selamat ulang tahun, putri appa." Ucap Ayahnya, setelah akhirnya menghentikan dirinya yang menggelitiki putrinya. Menyempatkan kembali untuk memberikan kecupannya di pipi kiri gadis kecil itu.

"Selamat ulang tahun, sayang. Eomma berharap semua yang kau harapkan bisa tercapai, dan kau akan selalu merasakan kebahagiaan selama hidupmu." Kali ini, Ibunya ikut mendekat setelah mengatakan semua hal itu, memberikan kecupannya pada pipi kanan dari sang gadis.

Gadis kecil itu mendekat, mencium bergantian pipi ayah dan ibunya dan menarik senyumnya. "Appa, eomma, terima kasih. Aku menyanyangi kalian."

Ucapan itu tentu saja membuat mereka terharu. Putri kecil mereka mulai beratambah usia, dan mereka melihat semua pertumbuhan itu hingga saat ini. Rasanya sangat aneh dan juga mengharukan, seperti waktu berjalan begitu dengan cepatnya hingga bisa melihat putri mereka tumbuh besar dan menjadi cantik seperti ini.

"Ah, ya. Eomma ingin membawa ke suatu tempat hari ini."

Wajah bingung terlihat begitu saja di wajah si gadis kecil. Sempat melirik ke arah Ayahnya sebelum kembali menatap pada Ibunya.

"Memangnya, kita akan kemana, eomma?"

.

.

"Mina."

Itu ucapan pertama yang keluar dari bibir putrinya, membuat Jennie menatap padanya dan menarik senyumnya. Sama halnya dengan Jimin yang juga beralih untuk menatap pada putrinya.

"Eomma, bibi cantik itu memiliki nama yang sama denganku." Ucapnya, menunjuk pada bingkai foto yang terletak di atas sebuah nisan di hadapan mereka saat itu.

Jennie mengangguk sembari mengelus dengan lembut rambut putrinya. "Benar sekali. Sekarang, beri salam pada bibi Mina, hmm?"

"Tapi, siapa bibi Mina itu?"

it hurts ❌ jenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang