Suatu tengah malam ....
"Dok, korban perampokan, sayatan lima belas sentimeter dan cukup dalam—"
"Apa maksudmu cukup dalam? Diagnosis macam apa itu?"
Perawat yang baru ditugaskan di IGD tersebut seketika bungkam dengan bentakan Arion. Memang perangai kasar dokter spesialis bedah yang menggawangi IGD Rumah Sakit Biru ini sudah rahasia umum.
"Kenapa dia pingsan? Apa ada luka lain selain ... kenapa bengong di situ? Kamu tidak digaji cuma untuk melihat aku!"
Perawat itu segera tergopoh pergi dari sana menyiapkan peralatan jahit untuk Arion. Tadi dia memang sempat terkesima melihat ketampanan Arion dengan tatapan seriusnya ketika memeriksa luka pasien.
Arion sampai menggeleng tak percaya, bagaimana bisa seorang yang lamban seperti dia ditugaskan di sini?
Akhirnya dari perawat yang lain barulah dia mendapat jawaban, pasien pingsan karena syok melihat darah yang terlalu banyak.
Ketika Arion sedang konsentrasi dengan jahitannya, tiba-tiba pasien yang bernama Minerva dan sudah dibius lokal tersebut sadar dan berteriak ketika melihat Arion.
"Jangan sentuh saya!" teriaknya sambil bergerak menjauhi Arion.
Arion mengernyit mengkhawatirkan lukanya yang belum tertutup sempurna.
"Saya ingin ditangani dokter wanita!" Minerva masih saja berteriak tanpa menyadari sayatan di bahunya mulai mengeluarkan darah lagi.
"Maaf Mbak, tapi kamu tidak punya pilihan, hanya saya dokter jaga malam ini!" Arion mulai kesal, dan bergerak mendekati Minerva lagi.
Minerva pun histeris dan Arion gagal mendekatinya.
"Dia phobia laki-laki, Dok."
"What?!" Astaga apa lagi ini? Arion menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Dari mana kamu tahu?" tanyanya pada perawat yang berhasil menenangkan Minerva sesaat setelah Arion keluar dari ruang resusitasi.
"Pasien tetap memaksa minta dirawat dokter perempuan, dia bilang, alasannya ya itu tadi."
"Hah! Nggak masuk akal!"
Akhirnya Arion masuk ke ruang perawatan lagi dan melihat Minerva yang sedang kesakitan memegangi bahunya. Rupanya efek anestesinya mulai hilang.
"Mbak, lukamu harus segera dijahit, kalau tidak—"
"Pokoknya saya mau dokter wanita!" potongnya sambil meringis menahan sakit.
"Masalahnya, seperti saya bilang tadi—"
"Asal kamu mau menikahiku!"
"Apa?!" Tadi katanya phobia laki-laki. Kaya gini phobia laki-laki?
Setelah membuat Arion dan perawat terkesima dengan permintaan anehnya, akhirnya Arion asal saja menyetujui syarat tersebut. Para perawat pun terheran dengan keputusan dokter tampan tersebut.
"Janji?"
"Iya! Lukamu harus segera dirawat sebelum infeksi," jawab Arion sebetulnya tidak serius. Dia hanya ingin segera menuntaskan pekerjaannya.
Arion mulai mendekat, memperhatikan manik mata Minerva yang panik. Dia pun berniat melanjutkan jahitan yang tertunda. Belum sampai menyentuhkan jarum ke kulit, Minerva kembali teriak.
"Ck! Bisa tenang nggak!" Arion meminta sarung tangan baru karena yang sedang dipakai robek dan jarinya pun sedikit luka karena tusukan jarum. Minerva tampak menyesal, tapi ini di luar keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cup of Coffee
Krótkie OpowiadaniaKumpulan cerita one shot. Can be anything, depends on my mood. Slice of life, romance, metropop, atau bisa jadi horor. Sesuatu yang ringan, yang bisa kalian jadikan teman ngopi. Enjoy :)