Hujan.
Air. Basah. Dingin.
Hujan memiliki warna tersendiri di bumi, seperti pelangi ataupun salju. Tidak semua orang menikmati kehadiran hujan. Namun- tak sedikit pula yang menyukainya juga.
Unik. Satu diantaranya.
Terkadang hujan memberi kesan nyaman, tenang, dan sejuk. Namun, sering pula memberi kesan menyeramkan, mendebarkan dan mengganggu.
Seperti apa yang kau alami dua hari ini.
'Hatchiimm!'
Kau menggosok hidungmu saat kau bersin untuk kesekian kalinya. Hari ini hujan lagi, sama seperti kemarin. Dan kau pun masih saja meringkuk di atas tempat tidur. Persis seperti kemarin.
"Ini."
Kau mendongak menatap Satoru yang kini menyerahkan cangkir berisi cairan berwarna kecoklatan padamu.
"Apa itu?" tanyamu curiga.
"Apalagi? Tentu saja coklat panas."
"Berapa puluh balok gula yang kau masukkan ke dalamnya?"
"Serius, [Name]. Tidak bisakah kau berhenti curiga padaku jika aku membuatkan sesuatu untukmu?" Satoru berekspresi seolah dirinya tersakiti sebelum kembali berkata dengan yakin, "Takaran gulanya sesuai dengan seleramu."
Dengan perasaan yang penuh keraguan, kau menerima cangkir dari tangannya dan mulai menyesap cairan itu.
"Bagaimana?" tanya Satoru.
Kau mengangkat bahu, "Lumayan."
Satoru tersenyum senang dan mendudukkan dirinya di sampingmu. Tangan pria itu lalu menyentuh keningmu untuk mengecek suhu tubuhmu. "Bagaimana kondisimu?"
"Dingin," jawabmu setelah kau menyerahkan cangkir yang tinggal berisi setengah coklat panas itu pada Satoru.
"Apakah itu kode?"
Kau menatap Satoru tidak mengerti, "Kode apa?"
"Kode bahwa kau ingin dipeluk olehku," jawabnya dengan seringai. "Yah, aku jelas tidak akan keberatan sih."
Kau segera melempar gumpalan tisu padanya yang dengan mudah pria itu hindari, "Aku benar-benar kedinginan, bodoh!"
"Yasudah, makanya sini kupeluk." Tanpa minta persetujuan darimu, Satoru sudah mengurungmu dalam pelukannya. "Bagaimana? Hangat, kan?"
Kau tidak punya pilihan lain selain membalas pelukannya, "Hmmm."
"Ah, aku suka hujan."
Kalimat Satoru membuatmu mendongak untuk menatapnya, "Kenapa?"
Satoru balas menatapmu. Dengan senyuman yang masih tersemat di bibirnya, dia menjawab. "Kau kan tidak kuat dingin, jadi aku berterimakasih karena hujan membuatku bisa sering memelukmu seperti ini."