4. Dia hanya teman

1.2K 232 13
                                    


BUKANNYA Joohyun membenci pekerjaannya ... Dia hanya tidak pernah berharap untuk berkarir di sana. Dia merangkap semua pekerjaan di toko tapi, gaji yang dia terima tidak lebih banyak dari kebanyakan orang yang bekerja hanya dengan satu pekerjaan saja ...

Dia memulai pekerjaannya sebagai kasir. Di hari lain dia bekerja sebagai register, beberapa hari kemudian dia mengurus barang-barang di rak, dia juga ditugaskan memasukkan inventaris ke komputer. Dia tidak bisa naik ke jabatan yang lebih tinggi sampai dia kuliah, dan dia tidak ingin kuliah karena dia sudah menghabiskan cukup banyak waktu jauh dari anak-anaknya.

Hari ini, Joohyun sedang bertugas di bagian kasir. Dia tersenyum pada pelanggan dan mereka memandangnya seperti tahu bahwa wanita ini sedang berjuang ...

Joohyun mengenali beberapa pelanggan dan dengan sopan menyapa dan menjawab pertanyaan mereka tentang bagaimana keadaannya.

Saat dia sedang istirahat makan siang, dia mengambil sandwich dari persediaan makanan dan menelepon rumah Jisoo untuk menanyakan bagaimana keadaan Mino dan bagaimana terapinya berjalan hari itu.

Setiap waktu istirahat tiba, dia selalu menyempatkan diri untuk menghubungi anak-anaknya dan menanyakan kabar mereka. Dan ketika dia selesai istirahat, dia kembali ke pekerjaannya lagi.

"Hei ..." terdengar suara lembut ketika Joohyun mengambil sekantong apel dan menimbangnya.

Joohyun tidak terlalu terkejut melihat Seulgi berdiri di depannya dengan kartu debit.

Mata Joohyun membelalak saat dia melihat troli. Kereta dorong itu tidak berisi apa-apa selain kantung buah dan sayuran, dan Joohyun memiliki perasaan curiga, karena Seulgi mengambil belanjaannya dari troli ke meja kasir dengan pelan-pelan, itu seperti ... sengaja mengulur waktu.

"Hai," balas Joohyun saat mulai menimbang apel, lalu beralih ke belanjaan yang lain; dia menekan kode selada dan menimbang serta memasukkannya ke dalam kantong.

"Apa kamu vegetarian, sekarang ...?"

Seulgi mengangkat bahu. "Tidak ada salahnya makan sehat."

Joohyun menekan kode untuk lemon. "Benar juga," balasnya.

Seorang pelanggan mengintip ke lorong bagian buah dan sayuran dan pindah ke jalur lain. Pada saat itu Joohyun menekan kode untuk lobak.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu lagi bahwa kamu bisa meneleponku jika butuh sesuatu. Siang atau malam. Aku serius."

"Aku tahu, Seulgi ..."

"Aku berpikir mungkin malam ini aku bisa membawa beberapa makanan ke rumahmu. Pizza atau semacamnya."

"Sudah kubilang, aku tidak ingin menerima sumbangan apapun darimu," gumam Joohyun. Dia menekan kode untuk wortel, kubis hijau, dan mangga.

"Ini bukan sumbangan. Aku suka pizza dan aku tidak mau makan sendirian. Ayahku sedang keluar kota sekarang dan rumahnya sepi ... Sungguh, kau akan sangat membantu jika mengizinkan aku datang."

"Aku akan membantu? Benarkah?" Joohyun tahu Seulgi berbohong.

Dia tahu itu adalah sedekah. Tapi dia juga tahu bahwa ... Jika Seulgi yang berusia dua puluh delapan tahun sama seperti Seulgi yang berusia tujuh belas tahun, dia akan muncul di depan pintu Joohyun sekitar pukul setengah tujuh dengan dua kotak pizza dan sebuah senyuman; Joohyun menghela napas dan menimbang anggur, nanas, dan brokoli.

"Sungguh. Bantuan yang sangat berguna."

Joohyun mengalah, "Wendy dan Yerim suka pepperoni dengan keju ekstra. Mino suka makanan apa saja. Berhubung aku masih suka pizza marinara, ku harap kau menemukan restoran Itali langganan kita dulu karena mereka sudah pindah sejak dua tahun lalu."

Life SUPPORT ©Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang