Sebelum baca, jangan lupa vote dan komen dulu ya
Happy reading, sehat selalu."Siapa itu yang nganterin kamu?"
Ayu terkejut mendengar suara itu. "Ih, Mama bikin kaget aku aja." Ibunya muncul tiba-tiba dari jendela.
"Pacar kamu ya?" Belum dijawab, Ibu Ayu bertanya lagi. Sudah jelas bagaimana Ibu Ayu bisa ada di jendela, habis mengintip dari sana.
"Enggak kok, Ma. Cuma temen." Ayu melepaskan tas di bahunya.
"Kalo pacar juga gakpapa. Dia ganteng, kayaknya juga baik, kelihatan sayang banget sama kamu."
"Udah ah, Ma." Ayu kesal terus digoda. Dia mencoba mengalihkan topik. "Papa belum pulang ya. Padahal ini hari minggu, tapi ...."
"Papa tadi ngirim pesan ke Mama, hari ini katanya pulang, mungkin malem nyampenya. Sambil nunggu Papa pulang, Mama pengen tahu siapa nama pacarmu yang kamu bilang 'Cuma temen' tadi"
Mata seorang ibu memang tidak bisa di bohongi. Aroma cinta sangat jelas terpancar di mata Ayu. Dia sebenarnya tidak ingin buru-buru menceritakan Ali ke Ibunya. Dia saja baru menjadi pacarnya beberapa jam lalu. Tapi Ibu terus memaksanya, membuat pendiriannya kalah. Gelagat ibu juga terlihat suka sama Ali, justru kesempatan yang bagus untuk mengenalkan.
Mereka duduk di sofa, mencari posisi yang nyaman. Tanpa diundang, sebuah memori tiba-tiba datang mengganjal pikirannya.
"Namanya Ali, Ma." Ayu berdiri dari duduknya.
"Kok cuma nama aja. Mama pengen tau lebih!" Ibu Ayu menahan tangan anaknya.
"Aku baru pulang Ma, belum mandi. Aku mau mandi dulu."
Ayu ke kamar mandi, melepas pelan semua kain yang melekat di tubuhnya. Keran shower dia nyalakan, keluar rintikan deras yang menghujani seluruh tubuh. Berharap bisa membasuh luka lama yang kembali datang.
Kedua lengan dilipat depan dada, jemarinya meremas kuat bahunya sendiri. Mengingat orang yang menyakitinya membuat geram. Bagaimana bisa memori lama kembali terpanggil, sedangkan dia sudah punya Ali.
"Dimas, kenapa kamu ninggalin aku?" Ayu merintih bersama air mata yang mengalir di pipi. Tidak bisa menahan rasa rindu dan rasa sakit dari orang yang dulu dia sayang. Semua pecah dalam air mata yang sudah tidak mampu tertahan lagi.
Setelah lama, dia keluar dari kamar mandi, mengelap seluruh tubuhnya yang masih basah dan mengambil piyama di lemarinya. "Kenapa kamu kangen dia? Pengen ketemu dia? Emang kalo udah ketemu dia mau ngapain? Dia udah gak sayang lagi sama kamu!" ucap Ayu depan cermin.
omong kosong! Sesibuk apapun berorganisasi, tidak bisa benar-benar mengusir kenangan itu pergi. Meluapkan perasaan dengan bercerita atau pergi berlibur, itu hanya bisa menolongnya sementara. Semakin Ayu berusaha melupakan, kehilangannya terasa semakin nyata. Ingatan tentang Dimas semakin kuat, mencengkam di lubuk hati terdalam.
Di dalam kamar, dia sendiri. Masih merenungkan patah hatinya. Duduk di atas kasur, menekut lutut, melingkarkan lengan pada kaki, menyandarkan kepala pada lutut yang menopangnya, dan kembali menangis tanpa suara. Sepuasnya....
Dia ingin terlepas dari rasa yang terus menekannya, yang membuatnya menangis di kala sendiri. Dia ingin kuat, tidak lagi menggantungkan kebahagiaan pada orang lain. Ingin bisa tersenyum walaupun tidak ada siapa-siapa di sampingnya.
Meski masih sedih, Ayu bisa mendengarkan angin yang berbisik di sela hujan. Dia membuka jendela, mempersilakan masuk bunyi rintikan air menemani malamnya. Sahabat penenang di kala hatinya muram.
Angin tiba-tiba tak lagi berbisik, terpaan kencang menimpa wajah Ayu yang datang lewat lubang jendela. Membuatnya menutup mata, lalu tertawa setelahnya. Bahkan anginpun gemas dengan Ayu.
Bermain dengan angin dan hujan sangat menyenangkan. Kepala Ayu melewati jendela, agar lebih dekat dengan mereka. Angin kencang datang lagi, menggoyangkan rambut panjangnya. Serpihan hujan menggantikan air mata yang membasahi wajahnya. Sedu pun berganti senyum.
Dari atas, Ayu melihat ke depan rumah. Sebuah mobil hitam masuk gerbang. "Papa pulang." Dia segera menghapus air di wajahnya, hingga tidak ada sisa. Segera keluar kamar, menuruni setiap anak tangga. Menyambut kepulangan ayahnya.
Ayah Ayu yang baru pulang langsung disambut dengan pelukan hangat dari anaknya. "Papa belum makan ya?" tanya Ayu mendengar perut ayahnya berbunyi.
Tanpa menunggu jawaban, Ayu langsung membawa ayahnya ke meja makan. Sudah siap semuanya di atas sana. Ibu Ayu juga sudah membuatkan teh hangat.
"Kayaknya anak Papa rajin sekali hari ini," sahut Ayah Ayu, menerima piring dari Ayu lengkap dengan nasi dan lauknya. "Apa lagi belajar jadi istri?"
"Ih Papa, Ayu baru kelas 1 SMA. Kakak aja belum nikah." Ayu meletakan nasi di piringnya.
"Oh iya Pa, kabar kakak gimana?" Ibu Ayu menimbrung menemani suaminya makan.
"Kakak bakal pulang minggu depan." Ayah Ayu mengunyah nasi.
"HAH, serius, Pa?"
Ayah Ayu mengangguk.
Setelah makan malam, Ayu kembali ke kamar. Dia mengambil ponselnya di atas bantal, banyak panggilan tak terjawab dari Ali. "Kamu udah tidur ya? Mimpi indah bidadariku." Pesan yang Ayu baca dari Ali.
Dia tahu, ada Ali yang masih mencintainya, selalu membuatnya tersenyum. Ali adalah laki-laki yang menarik, misterius, sangat berbeda dari yang lainnya. Orangnya jujur, kadang bikin greget saking polosnya, dan yang paling Ayu suka adalah matanya Ali. Terasa sangat dalam saat ditatapnya, seolah semua perasaan ditumpahkan. Karena mulut Ali kadang bisu untuk mengakui cintanya pada Ayu.
Ayu melihat foto Ali di ponselnya yang di ambil saat siang tadi. "Makasih Li udah sayang sama aku." Lalu bibirnya menyentuh layar ponsel bergambar Ali itu, kemudian mendekapnya seakan-akan itu Ali sungguhan. Khayalan itu menghantarkannya tidur, membawanya sampai ke mimpi.
Ayu terbangun dari tidurnya malam ini untuk memulai hari baru. Meregangkan tubuhnya, melakukan gerakan kecil agar kesadarannya terkumpul. Melangkah ke kamar mandi, melumurinya seluruh badan dengan busa.
Saat selesai, Ayu memakai seragam sekolah. Dia duduk di kursi kamar, menghadap ke arah cermin, memutar-mutar tubuhnya. Sudah rapi seluruh pakaian yang dikenakan. Sekarang rambutnya sedang dicatok, dari pangkal hingga ujung. Mengulang-ulang gerakan hingga tidak ada satu helai pun yang terlewat.
Ayu sebenarnya lebih suka tampil sederhana, tidak ribet apalagi memakan waktu seperti ini. Tapi di dunia luar, orang cantik pasti lebih dihargai, karena itulah di depan Ali, dia ingin terus dicintai. Ali adalah orang yang baru dia kenal, dia takut nanti ditinggalkan dan mencari wanita lain, jika Ayu tak cantik lagi. Seperti yang Dimas lakukan padanya.
Ayu tidak menyalahkan satu sisi, bahwa laki-laki hanya memandang fisik. Lalu mengatakan bahwa "semua laki-laki sama aja." Tidur semalaman telah menenangkan pikirannya. Karena hubungan adalah tentang dua pihak, kegagalan adalah salah keduanya. Atau mungkin kegagalan bukanlah kesalahan, itu adalah kebenaran yang seharusnya terjadi. Bahwa dia berhasil menghancurkan hubungan yang sudah tidak sehat.
Di depan cermin, Ayu berdiri sempurna. Memandangi tubuhnya dari atas sampai bawah. Masih gelisah, tak ingin ditinggal lagi hanya karena penampilan.
Inilah Ayu, wanita dengan penampilan sempurna, tapi di dalam dirinya masih memiliki rasa insecure. Namun itu tidak buruk, karena sekarang dia tahu takarannya.
*********************
Jangan lupa vote dan komen
Selalu sehat dan bahagia ya kalianJangan lupa follow aku
Instagram: @n.syahidin
Terima kasih sudah mampir, nantikan cerita aku berikutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Setiap Sudut Wajah Bidadari
RomanceDewi Ayu Larasati, anak IPS seangkatanku. Ayu, sesuai dengan namanya yang berarti cantik, menjadi primadona sekolah. Resikonya sering jadi omongan teman-teman, baik laki-laki dan perempuan. Rumor terbaru yang beredar, dia habis dilabrak kakak kelas...